Jayapura (ANTARA) - Sersan Satu (Sertu) Indra Nanang Dermawan (27) adalah salah satu parjurit di antara sekian banyak anggota TNI yang kali ini mengemban tugas mengamankan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Bumi Cenderawasih Papua.

Ia diberi tugas oleh negara untuk membantu pengamanan venue cabang olahraga paralayang yang berlokasi di Kampung Buton, Kecamatan Kota Jayapura, Provinsi Papua.

Sertu Indra tidak sendiri. Ia bersama tujuh rekannya dari kesatuan Batalion Infanteri 756/Wimane Sili atau Yonif 756/WMS bertugas membantu polisi dalam menjaga suasana agar tetap aman dan kondusif di sekitar venue paralayang itu. Tentunya yang paling utama ialah menjamin keselamatan para atlet dan ofisial.

Prajurit TNI asal Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah tersebut datang ke Kota Jayapura pada 24 September 2021. Tugas yang diembannya akan terus berlanjut tanpa henti hingga 16 Oktober mendatang.

Kabar baiknya, sejak pertama kali menginjakkan kaki di Kota Jayapura, Indra mengaku tak ada kericuhan, kerusuhan ataupun masalah besar yang terjadi di sekitar venue paralayang.

Kendati demikian, sudah sewajarnya setiap prajurit tetap selalu siaga dalam berjaga-jaga. Bukan tanpa alasan, melainkan memantau segala bentuk kemungkinan serta potensi-potensi terjadinya masalah di lapangan.

Apalagi sudah barang tentu, suatu pendekatan dan antisipasi sedini mungkin merupakan kunci utama yang mesti dilakukan oleh setiap personel dalam bertugas.

Dalam mengamankan pesta terakbar empat tahunan di Tanah Air itu, Indra mengaku terdapat perbedaan cukup mencolok baginya dari tugas yang biasa ia emban. Di Wamena yang merupakan daerah pegunungan, tiap-tiap prajurit akan berpakaian lengkap dengan atribut serta persenjataannya.

Sedangkan dalam pengamanan PON XX di ujung timur Indonesia itu, peralatan dan persenjataan yang digunakan tidak selengkap saat mereka bertugas di Wamena. Barangkali ada kaitannya dengan tugas dari personel TNI yang lebih kepada back up kepolisian.

"Pengaman PON XX ini kita lebih mengutamakan dan menguatkan sisi-sisi humanis," ujar dia.

Sertu Indra bercerita ketika terjadi gesekan atau kericuhan hingga perang suku di Tanah Papua, maka setiap tindakan yang diambil para prajurit akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman di lapangan.

Sehingga, bila terjadi keributan maka personel TNI atau aparat keamanan pada hakikatnya sudah tahu segala bentuk tindakan dan langkah konkret yang akan dilakukan terlebih dahulu.

Menjaga NKRI

Sebagai seorang TNI, Sertu Indra telah disumpah untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta berkewajiban menjaga kedaulatan bangsa dan negara dari bahaya apapun.

Bertugas di Wamena dan diperbantukan untuk mengamankan pelaksanaan PON XX adalah kewajiban yang harus dilaksanakannya dengan sepenuh hati.

"Kita harus dan wajib jalankan tugas karena telah disumpah," kata Sertu Indra.

Sumpah prajurit tersebut tidak hanya menyangkut kesetiaan kepada NKRI, namun juga siap untuk ditempatkan dimana saja termasuk daerah-daerah perbatasan hingga zona konflik.

"Papua ini adalah bagian dari bingkai NKRI, jadi kami siap menjaga dan bertugas di sini," ujarnya.

Pada awalnya, Indra mengaku memang agak canggung atau gugup saat ia diberi tahu akan ditempatkan di Papua tepatnya di Wamena. Sebab, sebelum menjadi TNI, ia hanya mengetahui segala situasi dan kondisi yang terjadi di Tanah Papua dari informasi bacaan, berita atau kabar mulut ke mulut. Tak terbayangkan gambaran nyata saat berada di lapangan.

Namun, seiring berjalannya waktu, Sertu Indra yang merupakan putra asli suku Jawa tersebut lama kelamaan mulai menikmati serta mampu menyesuaikan diri dengan budaya ataupun adat istiadat masyarakat setempat.

Bahkan, ketika terjadi konflik misalnya perang suku di Wamena, ia bersama rekan-rekannya dapat melakukan dialog dengan para tetua adat atau kepala suku di masing-masing pihak dengan tujuan untuk mencari jalan keluar.

Biasanya mediasi yang dilakukan oleh TNI bisa berjalan efektif, katanya. Dengan kata lain, para kepala suku masih mau mendengarkan masukan-masukan dari TNI. Hanya saja tak jarang pula mereka meminta syarat-syarat tertentu.

Syarat yang diminta tersebut sebisa mungkin harus dapat dipenuhi agar keinginan dari pihak yang berkonflik dapat diselesaikan dengan baik.

Sebagai contoh, mereka meminta kepala daerah atau bupati didatangkan untuk memecahkan masalah yang terjadi antara satu suku dengan suku lainnya. Hal itu tentunya diupayakan untuk dapat terealisasi demi keutuhan NKRI.

Berpisah dengan anak dan istri

Menjadi seorang prajurit TNI bukanlah perkara mudah dan gampang. Jiwa maupun raga diabdikan kepada bangsa dan negara ini. Berpisah dengan anak dan istri sudah merupakan hal lumrah yang terjadi di dunia kemiliteran.

Tak terkecuali kala negara memanggil untuk menjalankan suatu misi, maka setiap personel TNI wajib menjalankannya. Selama delapan tahun bertugas, Indra pernah beberapa kali terpaksa harus meninggalkan istrinya di asrama.

Bahkan, pada saat itu istrinya tengah mengandung buah hati mereka. Sembari meminta izin, ia tetap berangkat menjalankan tugas negara.

Kini, Sertu Indra kembali harus terpisah dengan anak dan istrinya. Bukan hitungan hari atau bulan, namun hampir dua tahun lamanya. Pandemi COVID-19 yang terjadi membuatnya mengambil sikap tegas dan mengantar orang-orang tercinta ke kampung halaman guna meminimalisir kemungkinan terpapar virus yang menyerang saluran pernapasan tersebut.

"Namanya manusia, rasa rindu pada anak dan istri pasti ada," ujarnya sembari tersenyum kecil.

Di balik tugas berat yang diembannya. Sertu Indra berharap PON XX dapat menguatkan rasa persaudaraan sesama anak bangsa dari Sabang sampai Merauke. Sebagaimana tujuan utama olahraga ialah menciptakan dan mempererat serta menyatukan perbedaan yang ada demi Indonesia yang lebih baik.

Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024