Sorong (ANTARA) - Kelompok perempuan Waifuna di Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat, memanen biota laut berupa teripang dan lobster hasil konservasi tradisional yang disebut Sasi laut, Selasa.
Sasi laut adalah salah tradisi upaya pelestarian sumber daya alam bawah laut yang dilakukan oleh masyarakat adat kabupaten Raja Ampat secara turun temurun.
Aktivitas Sasi tersebut juga didukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Dukungan tersebut agar sumber manusia daerah setempat mampu guna mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan bagi generasi di masa yang akan datang.
Bird’s Head Seascape Manager Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Lukas Rumetna di Sorong, Selasa mengatakan bahwa Sasi tersebut dilakukan selama satu tahun artinya selama satu tahun tidak ada aktivitas pencarian biota laut berupa teripang dan lobster di kawasan yang ditetapkan Sasi.
Dia mengatakan bahwa secara tradisi, wilayah sasi biasanya dikelola oleh kaum laki-laki. Namun, di Kampung Kapatcol, Misool Raja Ampat wilayah Sasi dikelola oleh kaum perempuan.
"Hak kepemilikan perempuan ini pun diakui sepenuhnya oleh pemerintah kampung, gereja, dan pemegang adat," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa Sasi merupakan salah satu praktik adat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan yang masih diterapkan hingga hari ini di wilayah Maluku dan Papua.
“Secara garis besar sasi adalah sebuah mekanisme adat untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut, dalam jangka waktu tertentu. Selama sasi berlaku, tidak ada yang boleh mengambil sumber daya di dalam wilayah yang sedang dilakukan sasi hingga tiba waktunya dibuka,”ujarnya
Dalam perjalanannya, Kelompok Waifuna mendapat pendampingan pengelolaan sasi berkelanjutan, berlandaskan sains, melalui jalinan kemitraan dengan YKAN. Di antaranya dengan mengembangkan kesepakatan sasi berdasarkan hasil monitoring populasi teripang dan lobster.
Ketua Kelompok Waifuna, Almina Kacili memberikan keterangan terpisah, mengatakan bahwa kesepakatan sasi harus dipatuhi anggota kelompok seperti hanya boleh mengambil biota yang sudah dewasa dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
“Perempuan juga harus berada di garis depan dalam menjaga kelestarian alam. Hal lain yang tak kalah penting adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip pelestarian alam di lingkungan keluarga,” katanya.
Almina menambahkan bahwa kegiatan pengelolaan wilayah sasi yang mereka lakukan bukannya tanpa tantangan, saat ini yang dihadapi Waifuna adalah terkait perubahan iklim.
"Beberapa tahun terakhir, ombak besar, angin kencang, dan hujan harus kami hadapi. Saat harus patroli di wilayah sasi, ada ombak dan angin kencang,” kata Almina.
Hasil penjualan dari buka sasi tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan tabungan pendidikan bagi warganya. Karena komitmen dan dedikasi tersebut, pada 2019, pemerintah kampung setempat memperluas areal sasi menjadi 215 hektare - dari 32 hektare - pada waktu awal kelompok ini dibentuk tahun 2010.
Untuk mendukung hal ini, Kelompok Waifuna juga mendapat pendampingan tentang manajemen organisasi, yang diterapkan dalam membagi kelompok ke dalam beberapa fungsi yakni menyelam, memanen, mencatat hasil, serta mengelola keuangan.
Selaku mitra pembangunan Pemerintah Provinsi Papua Barat, integrasi adat dalam pengelolaan kawasan konservasi menjadi perhatian bagi YKAN, termasuk di Area 4 Perairan Kepulauan Misool.
Direktur Program Kelautan YKAN, Muhammad Ilman menjelaskan bahwa konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung bisa lebih efektif bila didukung oleh sistem sosial budaya dan peran perempuan yang terwujud menjadi kebijakan lokal.
Salah satu contohnya adalah sasi yang dikelola Kelompok Perempuan Waifuna di Kabupaten Raja Ampat yang mampu memperbaiki kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat” tambah dia.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Jacobis Ayomi memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kelompok Perempuan Waifuna dan YKAN yang telah mendukung pengelolaan berkelanjutan sumber daya kelautan di Kabupaten Raja Ampat.
"Lewat kiprah Kelompok Perempuan Waifuna, kita belajar bahwa perempuan dapat berperan penting dalam pelestarian lingkungan sekaligus melestarikan tradisi luhur seperti sasi, sebagai wujud dari pemanfaatan berbasis masyarakat adat di dalam Zona Sasi Kawasan Konservasi,” pungkasnya.
Sasi laut adalah salah tradisi upaya pelestarian sumber daya alam bawah laut yang dilakukan oleh masyarakat adat kabupaten Raja Ampat secara turun temurun.
Aktivitas Sasi tersebut juga didukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Dukungan tersebut agar sumber manusia daerah setempat mampu guna mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan bagi generasi di masa yang akan datang.
Bird’s Head Seascape Manager Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Lukas Rumetna di Sorong, Selasa mengatakan bahwa Sasi tersebut dilakukan selama satu tahun artinya selama satu tahun tidak ada aktivitas pencarian biota laut berupa teripang dan lobster di kawasan yang ditetapkan Sasi.
Dia mengatakan bahwa secara tradisi, wilayah sasi biasanya dikelola oleh kaum laki-laki. Namun, di Kampung Kapatcol, Misool Raja Ampat wilayah Sasi dikelola oleh kaum perempuan.
"Hak kepemilikan perempuan ini pun diakui sepenuhnya oleh pemerintah kampung, gereja, dan pemegang adat," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa Sasi merupakan salah satu praktik adat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan yang masih diterapkan hingga hari ini di wilayah Maluku dan Papua.
“Secara garis besar sasi adalah sebuah mekanisme adat untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut, dalam jangka waktu tertentu. Selama sasi berlaku, tidak ada yang boleh mengambil sumber daya di dalam wilayah yang sedang dilakukan sasi hingga tiba waktunya dibuka,”ujarnya
Dalam perjalanannya, Kelompok Waifuna mendapat pendampingan pengelolaan sasi berkelanjutan, berlandaskan sains, melalui jalinan kemitraan dengan YKAN. Di antaranya dengan mengembangkan kesepakatan sasi berdasarkan hasil monitoring populasi teripang dan lobster.
Ketua Kelompok Waifuna, Almina Kacili memberikan keterangan terpisah, mengatakan bahwa kesepakatan sasi harus dipatuhi anggota kelompok seperti hanya boleh mengambil biota yang sudah dewasa dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
“Perempuan juga harus berada di garis depan dalam menjaga kelestarian alam. Hal lain yang tak kalah penting adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip pelestarian alam di lingkungan keluarga,” katanya.
Almina menambahkan bahwa kegiatan pengelolaan wilayah sasi yang mereka lakukan bukannya tanpa tantangan, saat ini yang dihadapi Waifuna adalah terkait perubahan iklim.
"Beberapa tahun terakhir, ombak besar, angin kencang, dan hujan harus kami hadapi. Saat harus patroli di wilayah sasi, ada ombak dan angin kencang,” kata Almina.
Hasil penjualan dari buka sasi tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan tabungan pendidikan bagi warganya. Karena komitmen dan dedikasi tersebut, pada 2019, pemerintah kampung setempat memperluas areal sasi menjadi 215 hektare - dari 32 hektare - pada waktu awal kelompok ini dibentuk tahun 2010.
Untuk mendukung hal ini, Kelompok Waifuna juga mendapat pendampingan tentang manajemen organisasi, yang diterapkan dalam membagi kelompok ke dalam beberapa fungsi yakni menyelam, memanen, mencatat hasil, serta mengelola keuangan.
Selaku mitra pembangunan Pemerintah Provinsi Papua Barat, integrasi adat dalam pengelolaan kawasan konservasi menjadi perhatian bagi YKAN, termasuk di Area 4 Perairan Kepulauan Misool.
Direktur Program Kelautan YKAN, Muhammad Ilman menjelaskan bahwa konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung bisa lebih efektif bila didukung oleh sistem sosial budaya dan peran perempuan yang terwujud menjadi kebijakan lokal.
Salah satu contohnya adalah sasi yang dikelola Kelompok Perempuan Waifuna di Kabupaten Raja Ampat yang mampu memperbaiki kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat” tambah dia.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Jacobis Ayomi memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kelompok Perempuan Waifuna dan YKAN yang telah mendukung pengelolaan berkelanjutan sumber daya kelautan di Kabupaten Raja Ampat.
"Lewat kiprah Kelompok Perempuan Waifuna, kita belajar bahwa perempuan dapat berperan penting dalam pelestarian lingkungan sekaligus melestarikan tradisi luhur seperti sasi, sebagai wujud dari pemanfaatan berbasis masyarakat adat di dalam Zona Sasi Kawasan Konservasi,” pungkasnya.