Timika (Antara Papua) - PT Freeport Indonesia membangun sebuah lapangan terbang di Kampung Aroanop, Distrik Tembagapura untuk mempermudah akses dan mobilitas warga dari wilayah itu ke Timika, ibukota Kabupaten Mimika.
Manajer Community Realition Community Liaison Officer (CLO) PT Freeport Nathan Kum kepada Antara di Aroanop, Kamis, mengatakan pembangunan lapangan terbang Aroanop merupakan bagian tidak terpisahkan dari Program Tiga Desa yang dilaksanakan sejak 2000-2001.
Melalui program itu, Freeport membangun rumah-rumah sehat masyarakat, gedung sekolah, fasilitas kesehatan, rumah ibadah, koperasi, sarana air bersih, penerangan, jembatan gantung antarkampung, lapangan terbang dan lainnya bagi masyarakat yang bermukim di tiga kampung utama sekitar area pertambangan yaitu Waa-Banti, Aroanop dan Tsinga.
"Dari semua program yang telah dibangun oleh perusahaan di tiga kampung itu, yang belum selesai yaitu lapangan terbang di Kampung Aroanop. Itulah yang kini dikerjakan dan diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," jelas Nathan.
PT Freeport sebelumnya telah membangun sebuah lapangan terbang di Mulu, Kampung Tsinga, Distrik Tembagapura. Lapangan terbang Mulu tersebut sudah dioperasikan secara resmi sejak 2011 dan kini rutin didarati pesawat terbang perintis dari Timika.
Menurut Nathan, keputusan untuk membangun lapangan terbang di kampung-kampung pedalaman Papua yang berada pada wilayah dataran tinggi dengan medan yang sulit dan terjal itu sebagai bentuk komitmen PT Freeport bagi masyarakat Suku Amungme yang bermukim di sekitar area pertambangan.
Pasalnya, selama ini satu-satu moda transportasi yang bisa menjangkau Aroanop yang mencakup tujuh kampung kecil di sekitar itu hanya menggunakan helikopter dengan waktu tempuh sekitar 15-20 menit dari Timika.
Adapun akses transportasi darat belum mampu menjangkau wilayah itu yang dikitari gunung-gunung terjal, ngarai dan hutan belantara.
"Ini untuk kepentingan jangka panjang. Kelak, perusahaan pasti tidak ada lagi di sini sehingga dari sekarang harus dipikirkan bagaimana solusi bagi masyarakat Aroanop untuk bisa berhubungan dengan dunia luar," tutur Nathan yang merupakan putra asli Suku Amungme itu.
Dengan dibangunnya lapangan terbang di Aroanop, katanya, maka ke depan pelayanan bidang pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan sektor ekonomi masyarakat bisa lebih meningkat.
"Ini akses utama yang sangat penting untuk melayani masyarakat Aroanop dan kampung-kampung di sekitarnya. Kalau dari sekarang tidak dibangun lapangan terbang, masyarakat kami selama-lamanya tetap akan tertinggal," tutur Nathan.
Ia berharap semua pihak mendukung pembangunan lapangan terbang Aroanop dan berharap pekerjaan itu bisa diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
"Hambatan utama dalam pengerjaan lapangan terbang Aroanop yaitu kondisi alam di mana cuaca sering turun hujan dan kondisi tanah yang berlumpur," ujarnya.
Kepala Distrik Tembagapura Slamet Sutedjo menyambut baik prakarsa PT Freeport dalam membangun lapangan terbang di Kampung Aroanop tersebut.
Pemkab Mimika, katanya, juga mendorong agar ke depan kawasan itu dikembangkan menjadi sentra pengembangan ekonomi pedesaan di wilayah dataran tinggi Mimika.
"Kami mendorong dinas-dinas terkait seperti Dinas Koperasi dan Ekonomi Kreatif, Dinas Pertanian dan Perkebunan masuk ke Aroanop dan membuat program-program nyata untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat," harap Slamet.
Menurut dia, di sekitar kawasan lapangan terbang Mulu yang berada di Kampung Anggoinggin itu nantinya akan dibuka perkebunan kopi sebagai model pengembangan ekonomi kerakyatan di wilayah dataran tinggi Mimika.
"Struktur tanah di Aroanop sangat subur, sayuran melimpah, kalau dikembangkan sangat bagus untuk bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Mudah-mudahan semua rencana ini bisa terwujud dan mendapat dukungan dari semua pihak," tutur Slamet dan menambahkan bahwa masyarakat setempat sangat antusias dengan pembangunan lapangan terbang tersebut.
Pengerjaan lapangan terbang mulu yang diproyeksikan memiliki panjang 460 meter dan lebar 30 meter dengan kemiringan sekitar delapan derajat tersebut terlihat masih membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Untuk ujung atas runway sudah mencapai 27 persen, tengah sekitar 7 persen dan ujung bawah (daerah pori) sekitar 44 persen. Sesuai perencanaan awal pekerjaan akan rampung hingga Desember 2015, namun kami menghadapi kendala yaitu faktor cuaca dan kondisi tanah yang lunak sehingga harus digali dan ditimbun lagi sekitar empat meter dan dipasang geo textil," jelas Yesi selaku Konsultan PT Bita Enarcon Engineering.
Pekerjaan pembangunan lapangan terbang Aroanop tersebut juga melibatkan sejumlah pekerja dari Grasberg Operation PT Freeport, kru Program Tiga Desa CLO dan warga lokal.
Untuk membangun lapangan terbang di kampung terpencil itu, PT Freeport memobilisasi sejumlah peralatannya dari Timika dan Tembagapura seperti dozer, eskavator, truk artikulet, kompak dan loader.
Komponen-komponen utama peralatan tersebut diangkut dengan helikopter ke Aroanop dan dirakit kembali di Aroanop untuk pengerjaan lapangan terbang tersebut. (*)
Manajer Community Realition Community Liaison Officer (CLO) PT Freeport Nathan Kum kepada Antara di Aroanop, Kamis, mengatakan pembangunan lapangan terbang Aroanop merupakan bagian tidak terpisahkan dari Program Tiga Desa yang dilaksanakan sejak 2000-2001.
Melalui program itu, Freeport membangun rumah-rumah sehat masyarakat, gedung sekolah, fasilitas kesehatan, rumah ibadah, koperasi, sarana air bersih, penerangan, jembatan gantung antarkampung, lapangan terbang dan lainnya bagi masyarakat yang bermukim di tiga kampung utama sekitar area pertambangan yaitu Waa-Banti, Aroanop dan Tsinga.
"Dari semua program yang telah dibangun oleh perusahaan di tiga kampung itu, yang belum selesai yaitu lapangan terbang di Kampung Aroanop. Itulah yang kini dikerjakan dan diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," jelas Nathan.
PT Freeport sebelumnya telah membangun sebuah lapangan terbang di Mulu, Kampung Tsinga, Distrik Tembagapura. Lapangan terbang Mulu tersebut sudah dioperasikan secara resmi sejak 2011 dan kini rutin didarati pesawat terbang perintis dari Timika.
Menurut Nathan, keputusan untuk membangun lapangan terbang di kampung-kampung pedalaman Papua yang berada pada wilayah dataran tinggi dengan medan yang sulit dan terjal itu sebagai bentuk komitmen PT Freeport bagi masyarakat Suku Amungme yang bermukim di sekitar area pertambangan.
Pasalnya, selama ini satu-satu moda transportasi yang bisa menjangkau Aroanop yang mencakup tujuh kampung kecil di sekitar itu hanya menggunakan helikopter dengan waktu tempuh sekitar 15-20 menit dari Timika.
Adapun akses transportasi darat belum mampu menjangkau wilayah itu yang dikitari gunung-gunung terjal, ngarai dan hutan belantara.
"Ini untuk kepentingan jangka panjang. Kelak, perusahaan pasti tidak ada lagi di sini sehingga dari sekarang harus dipikirkan bagaimana solusi bagi masyarakat Aroanop untuk bisa berhubungan dengan dunia luar," tutur Nathan yang merupakan putra asli Suku Amungme itu.
Dengan dibangunnya lapangan terbang di Aroanop, katanya, maka ke depan pelayanan bidang pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan sektor ekonomi masyarakat bisa lebih meningkat.
"Ini akses utama yang sangat penting untuk melayani masyarakat Aroanop dan kampung-kampung di sekitarnya. Kalau dari sekarang tidak dibangun lapangan terbang, masyarakat kami selama-lamanya tetap akan tertinggal," tutur Nathan.
Ia berharap semua pihak mendukung pembangunan lapangan terbang Aroanop dan berharap pekerjaan itu bisa diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
"Hambatan utama dalam pengerjaan lapangan terbang Aroanop yaitu kondisi alam di mana cuaca sering turun hujan dan kondisi tanah yang berlumpur," ujarnya.
Kepala Distrik Tembagapura Slamet Sutedjo menyambut baik prakarsa PT Freeport dalam membangun lapangan terbang di Kampung Aroanop tersebut.
Pemkab Mimika, katanya, juga mendorong agar ke depan kawasan itu dikembangkan menjadi sentra pengembangan ekonomi pedesaan di wilayah dataran tinggi Mimika.
"Kami mendorong dinas-dinas terkait seperti Dinas Koperasi dan Ekonomi Kreatif, Dinas Pertanian dan Perkebunan masuk ke Aroanop dan membuat program-program nyata untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat," harap Slamet.
Menurut dia, di sekitar kawasan lapangan terbang Mulu yang berada di Kampung Anggoinggin itu nantinya akan dibuka perkebunan kopi sebagai model pengembangan ekonomi kerakyatan di wilayah dataran tinggi Mimika.
"Struktur tanah di Aroanop sangat subur, sayuran melimpah, kalau dikembangkan sangat bagus untuk bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Mudah-mudahan semua rencana ini bisa terwujud dan mendapat dukungan dari semua pihak," tutur Slamet dan menambahkan bahwa masyarakat setempat sangat antusias dengan pembangunan lapangan terbang tersebut.
Pengerjaan lapangan terbang mulu yang diproyeksikan memiliki panjang 460 meter dan lebar 30 meter dengan kemiringan sekitar delapan derajat tersebut terlihat masih membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Untuk ujung atas runway sudah mencapai 27 persen, tengah sekitar 7 persen dan ujung bawah (daerah pori) sekitar 44 persen. Sesuai perencanaan awal pekerjaan akan rampung hingga Desember 2015, namun kami menghadapi kendala yaitu faktor cuaca dan kondisi tanah yang lunak sehingga harus digali dan ditimbun lagi sekitar empat meter dan dipasang geo textil," jelas Yesi selaku Konsultan PT Bita Enarcon Engineering.
Pekerjaan pembangunan lapangan terbang Aroanop tersebut juga melibatkan sejumlah pekerja dari Grasberg Operation PT Freeport, kru Program Tiga Desa CLO dan warga lokal.
Untuk membangun lapangan terbang di kampung terpencil itu, PT Freeport memobilisasi sejumlah peralatannya dari Timika dan Tembagapura seperti dozer, eskavator, truk artikulet, kompak dan loader.
Komponen-komponen utama peralatan tersebut diangkut dengan helikopter ke Aroanop dan dirakit kembali di Aroanop untuk pengerjaan lapangan terbang tersebut. (*)