Mataram (ANTARA) - Sebanyak 10 pemuda yang berasal dari Provinsi Papua dan Papua Barat belajar menjadi calon pilot di Institute Teknologi Penerbangan Lombok, Nusa Tenggara Barat, agar nantinya bisa mengisi peluang kerja di sektor penerbangan.
"Sebanyak 10 orang dari Papua dan Papua Barat itu merupakan bagian dari 22 peserta didik yang sedang belajar menjadi calon pilot di sekolah ini," kata Kepala Sekolah Lombok Institute of Flight Technology (LIFT), Captain Abbas Yahya Ali, usai menerima kunjungan Ketua Ikatan Olahraga Senam Kreatif Indonesia (IOSKI) Provinsi NTB H Sri Yulianti, di Mataram, Jumat.
Ia menyebutkan, anak-anak Papua dan Papua Barat tersebut bisa masuk di LIFT karena bantuan dari pemerintah daerah setempat yang terus melakukan pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Seluruh anak-anak Papua tersebut menjalani proses belajar-mengajar selama 18 bulan. Mereka bergabung bersama peserta didik lainnya yang berasal dari Jakarta, Sulawesi, Medan, dan Pulau Jawa. Ada dari Australia satu orang, Amerika Serikat satu orang, Korea Selatan satu orang, dan dari Arab Saudi dua orang.
"Anak-anak dari Papua tersebut sangat bersemangat untuk belajar menjadi pilot. Mereka juga sudah mahir berbahasa Inggris karena sebelumnya diberikan pendidikan Bahasa Inggris oleh pemerintah daerahnya," ujar Captain Abbas.
Ke depan, ia berharap agar ada anak-anak NTB yang bisa masuk sekolah di LIFT karena peluang menjadi pilot sangat terbuka lebar. Apalagi pariwisata daerah ke depannya diperkirakan akan semakin maju, seiring berkembangnya Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.
"Sekarang saja, saya diminta oleh jejaring saya untuk mencari 30 orang calon pilot terbaik lulusan LIFT karena sudah diakui kualitasnya, tapi saya tidak bisa menyanggupi karena saat ini peserta didik saya hanya 22 orang," kata Abbas.
Ketua IOSKI Provinsi NTB H Sri Yulianti juga berharap agar para generasi muda NTB bisa masuk di LIFT sehingga bisa juga mengisi peluang kerja menjadi seorang penerbang pesawat.
Isteri Gubernur NTB H Zulkieflimansyah itu juga mengaku kaget karena baru mengetahui ada sekolah penerbangan di daerahnya, namun semua peserta didiknya dari luar daerah dan tidak ada satu pun dari NTB.
"Saya akan coba diskusikan dengan bapak (gubernur) mengenai masalah ini. Nanti mungkin biayanya bisa disubsidi dari pemerintah daerah," ucap Sri.
LIFT resmi beroperasi di wilayah NTB sejak November 2010. Sebelumnya berkantor di Jl Adi Sucipto, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, atau di bekas Bandar Udara Selaparang Mataram, ketika masih berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang kepemilikan sahamnya sebanyak 51 persen milik pengusaha Indonesia dan 49 persen milik konsorsium pengusaha Hong Kong, yakni Castel Mark Limited.
Akan tetapi, setelah sahamnya 100 persen dimiliki orang lokal, sekolah tersebut berkantor di Jalan Dukuh Saleh Nomor 16 Pejeruk Sejahtera, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.
LIFT satu-satunya sekolah penerbangan di Indonesia yang menggunakan pesawat Liberty XL2 untuk melatih siswa calon pilot. Jumlah pesawat yang dimiliki saat ini sebanyak empat unit, tapi hanya tiga yang dioperasikan penuh.
"Sebanyak 10 orang dari Papua dan Papua Barat itu merupakan bagian dari 22 peserta didik yang sedang belajar menjadi calon pilot di sekolah ini," kata Kepala Sekolah Lombok Institute of Flight Technology (LIFT), Captain Abbas Yahya Ali, usai menerima kunjungan Ketua Ikatan Olahraga Senam Kreatif Indonesia (IOSKI) Provinsi NTB H Sri Yulianti, di Mataram, Jumat.
Ia menyebutkan, anak-anak Papua dan Papua Barat tersebut bisa masuk di LIFT karena bantuan dari pemerintah daerah setempat yang terus melakukan pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Seluruh anak-anak Papua tersebut menjalani proses belajar-mengajar selama 18 bulan. Mereka bergabung bersama peserta didik lainnya yang berasal dari Jakarta, Sulawesi, Medan, dan Pulau Jawa. Ada dari Australia satu orang, Amerika Serikat satu orang, Korea Selatan satu orang, dan dari Arab Saudi dua orang.
"Anak-anak dari Papua tersebut sangat bersemangat untuk belajar menjadi pilot. Mereka juga sudah mahir berbahasa Inggris karena sebelumnya diberikan pendidikan Bahasa Inggris oleh pemerintah daerahnya," ujar Captain Abbas.
Ke depan, ia berharap agar ada anak-anak NTB yang bisa masuk sekolah di LIFT karena peluang menjadi pilot sangat terbuka lebar. Apalagi pariwisata daerah ke depannya diperkirakan akan semakin maju, seiring berkembangnya Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.
"Sekarang saja, saya diminta oleh jejaring saya untuk mencari 30 orang calon pilot terbaik lulusan LIFT karena sudah diakui kualitasnya, tapi saya tidak bisa menyanggupi karena saat ini peserta didik saya hanya 22 orang," kata Abbas.
Ketua IOSKI Provinsi NTB H Sri Yulianti juga berharap agar para generasi muda NTB bisa masuk di LIFT sehingga bisa juga mengisi peluang kerja menjadi seorang penerbang pesawat.
Isteri Gubernur NTB H Zulkieflimansyah itu juga mengaku kaget karena baru mengetahui ada sekolah penerbangan di daerahnya, namun semua peserta didiknya dari luar daerah dan tidak ada satu pun dari NTB.
"Saya akan coba diskusikan dengan bapak (gubernur) mengenai masalah ini. Nanti mungkin biayanya bisa disubsidi dari pemerintah daerah," ucap Sri.
LIFT resmi beroperasi di wilayah NTB sejak November 2010. Sebelumnya berkantor di Jl Adi Sucipto, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, atau di bekas Bandar Udara Selaparang Mataram, ketika masih berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang kepemilikan sahamnya sebanyak 51 persen milik pengusaha Indonesia dan 49 persen milik konsorsium pengusaha Hong Kong, yakni Castel Mark Limited.
Akan tetapi, setelah sahamnya 100 persen dimiliki orang lokal, sekolah tersebut berkantor di Jalan Dukuh Saleh Nomor 16 Pejeruk Sejahtera, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.
LIFT satu-satunya sekolah penerbangan di Indonesia yang menggunakan pesawat Liberty XL2 untuk melatih siswa calon pilot. Jumlah pesawat yang dimiliki saat ini sebanyak empat unit, tapi hanya tiga yang dioperasikan penuh.