Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI membenahi jejaring fasilitas laboratorium di seluruh rumah sakit untuk mewujudkan standar pelayanan Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase yang terjangkau secara biaya dan tepat waktu.
"Strategi yang sedang kita dorong saat ini agar semua laboratorium terdaftar dalam sistem jejaring laboratorium nasional agar seluruhnya bisa terpantau," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Ahad siang.
Hingga saat ini, katanya, jejaring laboratorium yang sudah terdaftar dalam jejaring nasional berkisar 800 unit yang tersebar di berbagai daerah. Namun masih ada fasilitas laboratorium di Indonesia yang belum berafiliasi pada data Kemekes.
Dia mengatakan Kemenkes juga sedang berupaya mendorong keaktifan pengelola laboratorium rumah sakit untuk melaporkan seluruh hasil pemeriksaan PCR melalui sistem New All Record (NAR) di Kemenkes. NAR merupakan sistem basis data kesehatan milik Kemenkes yang mencatat hasil tes PCR dan tes antigen dari masyarakat yang mengakses pelayanan tersebut.
"Kita juga minta seluruh pengelola laboratorium dan rumah sakit untuk segera melaporkan dalam NAR sehingga pelayanan sesuai dengan standar dan kualitas yang baik," ujarnya.
Kemenkes telah membuat regulasi yang mengatur seputar pelayanan tes cepat COVID-19, khususnya tarif tertinggi PCR.
"Terkait harga, sudah ada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) tentang pemeriksaan dengan menggunakan PCR," katanya.
Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021 tentang penggunaan"tes rapid" (tes cepat) antigen dalam pemeriksaan COVID-19.
Pemeriksaan PCR yang dilakukan oleh rumah sakit atau laboratorium saat ini memiliki tarif yang bervariasi antara Rp600 ribu hingga Rp1,2 juta per orang.
Berdasarkan ketentuan itu, Kemenkes membuat surat edaran pada 5 Oktober 2020 yang menetapkan batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan PCR termasuk pengambilan "swab" (sampel usap) adalah Rp900 ribu per orang.
Ketentuan itu berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan PCR atas permintaan sendiri/mandiri.
Penetapan tarif tertinggi pemeriksaan PCR dilakukan dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, bahan habis pakai dan reagen, biaya administrasi serta komponen lainnya.
Ketetapan tarif maksimal tersebut berdasarkan hasil pembahasan yang melibatkan Kemenkes dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap hasil survei serta analisa yang dilakukan pada berbagai fasilitas layanan kesehatan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menurunkan harga tes PCR ke kisaran Rp450 ribu hingga Rp 550 ribu. Selain itu, Presiden juga meminta agar pelayanan PCR dapat diketahui hasilnya dalam 1x24 jam.
"Strategi yang sedang kita dorong saat ini agar semua laboratorium terdaftar dalam sistem jejaring laboratorium nasional agar seluruhnya bisa terpantau," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Ahad siang.
Hingga saat ini, katanya, jejaring laboratorium yang sudah terdaftar dalam jejaring nasional berkisar 800 unit yang tersebar di berbagai daerah. Namun masih ada fasilitas laboratorium di Indonesia yang belum berafiliasi pada data Kemekes.
Dia mengatakan Kemenkes juga sedang berupaya mendorong keaktifan pengelola laboratorium rumah sakit untuk melaporkan seluruh hasil pemeriksaan PCR melalui sistem New All Record (NAR) di Kemenkes. NAR merupakan sistem basis data kesehatan milik Kemenkes yang mencatat hasil tes PCR dan tes antigen dari masyarakat yang mengakses pelayanan tersebut.
"Kita juga minta seluruh pengelola laboratorium dan rumah sakit untuk segera melaporkan dalam NAR sehingga pelayanan sesuai dengan standar dan kualitas yang baik," ujarnya.
Kemenkes telah membuat regulasi yang mengatur seputar pelayanan tes cepat COVID-19, khususnya tarif tertinggi PCR.
"Terkait harga, sudah ada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) tentang pemeriksaan dengan menggunakan PCR," katanya.
Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021 tentang penggunaan"tes rapid" (tes cepat) antigen dalam pemeriksaan COVID-19.
Pemeriksaan PCR yang dilakukan oleh rumah sakit atau laboratorium saat ini memiliki tarif yang bervariasi antara Rp600 ribu hingga Rp1,2 juta per orang.
Berdasarkan ketentuan itu, Kemenkes membuat surat edaran pada 5 Oktober 2020 yang menetapkan batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan PCR termasuk pengambilan "swab" (sampel usap) adalah Rp900 ribu per orang.
Ketentuan itu berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan PCR atas permintaan sendiri/mandiri.
Penetapan tarif tertinggi pemeriksaan PCR dilakukan dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, bahan habis pakai dan reagen, biaya administrasi serta komponen lainnya.
Ketetapan tarif maksimal tersebut berdasarkan hasil pembahasan yang melibatkan Kemenkes dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap hasil survei serta analisa yang dilakukan pada berbagai fasilitas layanan kesehatan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menurunkan harga tes PCR ke kisaran Rp450 ribu hingga Rp 550 ribu. Selain itu, Presiden juga meminta agar pelayanan PCR dapat diketahui hasilnya dalam 1x24 jam.