Papua (ANTARA) - Sebutan "from zero to hero" barangkali pantas disematkan untuk Muswar Iwan. Binaragawan penyumbang tiga emas Pekan Olahraga Nasional (PON) untuk Ranah Minang itu kini berjaya di Papua meski sempat terpuruk dilanda krisis finansial.
Kisahnya dimulai pada 2017 saat Pemerintah Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, menghentikan uang pembinaan untuk atlet setelah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) resmi dibubarkan oleh pemerintah, sehingga pembinaan olahraga prestasi tak lagi tergantung pada dana pemerintah dan harus dikembalikan ke masyarakat melalui induk cabang masing-masing.
Pria kelahiran Duri, Riau 47 tahun silam itu dibuat pusing bukan kepalang, sebab uang pembinaan dari profesi atlet jadi satu-satunya penyokong roda ekonomi keluarganya di Kota Padang.
"Waktu itu tidak ada menerima uang pembinaan, terus saya sempat putus asa. Yang kedua, saya mengundurkan diri tuh karena 'didepak' dari kontrak khusus bersama Pemkot Sawahlunto berhubungan dengan penggantian kepala daerah," kata Iwan.
Alih profesi jadi pengusaha gym di Kota Padang pun dipilih Iwan sebab ada keyakinan yang kuat bahwa usaha berdasarkan hobi pasti menjanjikan hasil yang lebih baik. Nominal yang dipinjam pun lumayan, Rp1,7 miliar.
"Saat itu ada teman yang jadi importir bilang, Mas Iwan sampai kapan mau jadi atlet. Ayo buka gym. Berapa aja ada uang dulu, nanti dibayar per bulan," kata Iwan mengisahkan perbincangannya dengan si pemodal.
Risiko menanggung hutang pun ia ambil setelah Tuhan membuka pintu rezeki yang lain lewat salah satu produsen suplemen tubuh di Pulau Jawa. Iwan dipekerjakan sebagai kepala departemen promosi dengan gaji yang pas-pasan untuk menutup cicilan gym.
"Gym ini jadi jalan saya bisa menyambung hidup keluarga lewat usaha. Tidak mungkin selamanya saya jadi atlet," ungkap Iwan.
Gadai mobil
Pekan Olahraga PON XX Papua rupanya menjadi titik terang bagi Iwan untuk bisa keluar dari jeratan kredit usaha gym yang ia beri nama "Gym Samuray" di Jalan Prof Dr Hamka, Koto Tangah, Kota Padang.
Alasannya, bonus yang dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dipastikan bisa menutup sisa hutang dari pengadaan fasilitas gym yang sedang dirintis. "Medali emas Papua ini sepadan lah dengan pengorbanan yang saya buat. Mudah-mudahan bisa menutupi gym," katanya.
Untuk merealisasikan obsesi itu, Iwan kembali dihadapkan pada persoalan finansial yang lain. Kebutuhan dana untuk persiapan PON ia takar berkisar Rp20 juta lebih per bulan.
Sebenarnya upaya melobi pengurus cabang demi sangu perjalanan bisa ia lakukan, tapi prinsip hidup Iwan untuk tidak mengemis pada siapapun begitu kuat sehingga pilihan itu urung dilakukan.
"Saya tidak mau mengemis. Mungkin ini jalan satu-satunya. Saya menggadaikan mobil Honda CRV saya Rp100 juta untuk persiapan selama dua bulan PON Papua," papar Iwan.
Demi mempertebal otot, Iwan fokus pada program diet seharga Rp4,2 juta per hari di luar biaya suplemen yang dia sebut berkisar Rp20 jutaan sebulan.
Biaya itu termasuk beli buah, tagihan katering makan harian serta multivitamin. "Berbicara kebutuhan binaraga, mungkin orang bilang 'no money no muscle' memang benar, kita mau besar cuma makan karbo mana bisa," katanya.
Usaha gym yang terbengkalai imbas COVID-19 pun ia manfaatkan sebagai tempat berlatih menambah massa otot. Hampir seluruh harinya dia habiskan di gym.
Sesi latihan dimulai dengan berjemur di bawah matahari mulai pukul 08.00 hingga 12.00 WIB, lalu dilanjut dengan menu makanan diet saat jam istirahat. "Sore sampai malam yang saya lakukan hanya latihan, makan dan tidur. Saya tidak pikirkan yang lainnya," katanya.
Singkat cerita, 15 hari sebelum keberangkatan menuju Bumi Cenderawasih, ia pun didera kehabisan dana.
Postingan menggadai mobil di media sosial memancing rasa prihatin dari sejumlah kolega. Berkat peran mereka, tiket penerbangan yang ia sebut tiga kali lebih mahal pun bisa ia dapat berikut biaya hidup selama bertandang ke Papua.
Hingga hari yang dinantikan pun tiba. Pria dengan kuncir rambut mirip kesatria berpedang samurai itu tampil di babak final kelas 75 kg menantang otot dari Taat Pribadi (Jawa Tengah), Albar Azmi (Jawa Timur), Sentius Logo (Papua) dan Abdul Manan.
Pada kontes binaraga yang berlangsung di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kabupaten Jayapura, Senin (4/10) malam, Iwan Samuray berhak atas medali emas ketiganya sejak PON Riau XVIII tahun 2012 lalu.
Iwan kini bernapas lega. Impitan hutang senilai Rp1,7 miliar akhirnya bisa ia tebus meski harus melalui tantangan yang tidak mudah.
Selamat Iwan, semoga kepingan emas ketiga PON dapat memperlancar operasional Gym Samuray di tengah situasi COVID-19 di Tanah Air yang kian melandai.
Kisahnya dimulai pada 2017 saat Pemerintah Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, menghentikan uang pembinaan untuk atlet setelah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) resmi dibubarkan oleh pemerintah, sehingga pembinaan olahraga prestasi tak lagi tergantung pada dana pemerintah dan harus dikembalikan ke masyarakat melalui induk cabang masing-masing.
Pria kelahiran Duri, Riau 47 tahun silam itu dibuat pusing bukan kepalang, sebab uang pembinaan dari profesi atlet jadi satu-satunya penyokong roda ekonomi keluarganya di Kota Padang.
"Waktu itu tidak ada menerima uang pembinaan, terus saya sempat putus asa. Yang kedua, saya mengundurkan diri tuh karena 'didepak' dari kontrak khusus bersama Pemkot Sawahlunto berhubungan dengan penggantian kepala daerah," kata Iwan.
Alih profesi jadi pengusaha gym di Kota Padang pun dipilih Iwan sebab ada keyakinan yang kuat bahwa usaha berdasarkan hobi pasti menjanjikan hasil yang lebih baik. Nominal yang dipinjam pun lumayan, Rp1,7 miliar.
"Saat itu ada teman yang jadi importir bilang, Mas Iwan sampai kapan mau jadi atlet. Ayo buka gym. Berapa aja ada uang dulu, nanti dibayar per bulan," kata Iwan mengisahkan perbincangannya dengan si pemodal.
Risiko menanggung hutang pun ia ambil setelah Tuhan membuka pintu rezeki yang lain lewat salah satu produsen suplemen tubuh di Pulau Jawa. Iwan dipekerjakan sebagai kepala departemen promosi dengan gaji yang pas-pasan untuk menutup cicilan gym.
"Gym ini jadi jalan saya bisa menyambung hidup keluarga lewat usaha. Tidak mungkin selamanya saya jadi atlet," ungkap Iwan.
Gadai mobil
Pekan Olahraga PON XX Papua rupanya menjadi titik terang bagi Iwan untuk bisa keluar dari jeratan kredit usaha gym yang ia beri nama "Gym Samuray" di Jalan Prof Dr Hamka, Koto Tangah, Kota Padang.
Alasannya, bonus yang dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dipastikan bisa menutup sisa hutang dari pengadaan fasilitas gym yang sedang dirintis. "Medali emas Papua ini sepadan lah dengan pengorbanan yang saya buat. Mudah-mudahan bisa menutupi gym," katanya.
Untuk merealisasikan obsesi itu, Iwan kembali dihadapkan pada persoalan finansial yang lain. Kebutuhan dana untuk persiapan PON ia takar berkisar Rp20 juta lebih per bulan.
Sebenarnya upaya melobi pengurus cabang demi sangu perjalanan bisa ia lakukan, tapi prinsip hidup Iwan untuk tidak mengemis pada siapapun begitu kuat sehingga pilihan itu urung dilakukan.
"Saya tidak mau mengemis. Mungkin ini jalan satu-satunya. Saya menggadaikan mobil Honda CRV saya Rp100 juta untuk persiapan selama dua bulan PON Papua," papar Iwan.
Demi mempertebal otot, Iwan fokus pada program diet seharga Rp4,2 juta per hari di luar biaya suplemen yang dia sebut berkisar Rp20 jutaan sebulan.
Biaya itu termasuk beli buah, tagihan katering makan harian serta multivitamin. "Berbicara kebutuhan binaraga, mungkin orang bilang 'no money no muscle' memang benar, kita mau besar cuma makan karbo mana bisa," katanya.
Usaha gym yang terbengkalai imbas COVID-19 pun ia manfaatkan sebagai tempat berlatih menambah massa otot. Hampir seluruh harinya dia habiskan di gym.
Sesi latihan dimulai dengan berjemur di bawah matahari mulai pukul 08.00 hingga 12.00 WIB, lalu dilanjut dengan menu makanan diet saat jam istirahat. "Sore sampai malam yang saya lakukan hanya latihan, makan dan tidur. Saya tidak pikirkan yang lainnya," katanya.
Singkat cerita, 15 hari sebelum keberangkatan menuju Bumi Cenderawasih, ia pun didera kehabisan dana.
Postingan menggadai mobil di media sosial memancing rasa prihatin dari sejumlah kolega. Berkat peran mereka, tiket penerbangan yang ia sebut tiga kali lebih mahal pun bisa ia dapat berikut biaya hidup selama bertandang ke Papua.
Hingga hari yang dinantikan pun tiba. Pria dengan kuncir rambut mirip kesatria berpedang samurai itu tampil di babak final kelas 75 kg menantang otot dari Taat Pribadi (Jawa Tengah), Albar Azmi (Jawa Timur), Sentius Logo (Papua) dan Abdul Manan.
Pada kontes binaraga yang berlangsung di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kabupaten Jayapura, Senin (4/10) malam, Iwan Samuray berhak atas medali emas ketiganya sejak PON Riau XVIII tahun 2012 lalu.
Iwan kini bernapas lega. Impitan hutang senilai Rp1,7 miliar akhirnya bisa ia tebus meski harus melalui tantangan yang tidak mudah.
Selamat Iwan, semoga kepingan emas ketiga PON dapat memperlancar operasional Gym Samuray di tengah situasi COVID-19 di Tanah Air yang kian melandai.