Jayapura (ANTARA) - Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Yorrys Raweyai mendorong pemerintah menyosialisasikan isu-isu dan kebijakan di Papua dengan baik dan intensif.
"Berbagai perbedaan pandangan tentang UU Otonomi Khusus Jilid II maupun PP turunan dari UU tersebut harus dikomunikasikan dengan baik dan bijak," katanya dalam siaran pers di Jayapura, Jumat.
Menurut Yorrys, pasalnya baik pemerintah pusat maupun masyarakat Papua sesungguhnya berkeinginan sama, yakni menghadirkan tatanan kehidupan lebih baik dari masa lalu yang terabaikan.
"Diperlukan kesamaan visi dan paradigma tentang bagaimana melihat persoalan secara komprehensif di mana kecurigaan-kecurigaan yang selama ini bermunculan telah menjelma menjadi situasi yang kontraproduktif yang justru menyebabkan masyarakat menjadi pihak yang dikorbankan," ujarnya.
Dia menjelaskan pihaknya justru memandang pentingnya saat ini untuk fokus pada penyusunan Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) dan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus) yang merupakan turunan dari PP yang telah dihasilkan pemerintah pusat.
"Perdasi dan Perdasus itulah yang nantinya menjadi instrumen sejauh mana penerapan Otonomi Khusus Jilid II berjalan konsisten, keduanya merupakan rentang kendali bagi masyarakat dan pemerintah untuk secara bersama melihat perkembangan lanjutan dari berbagai hasil kebijakan," katanya.
Dia menambahkan seperti halnya kebijakan pendidikan gratis dari tingkat terendah hingga tertinggi bagi orang asli Papua sebagaimana tercantum dalam PP, mekanismenya harus dijelaskan secara rinci dalam Perdasi dan Perdasus khususnya terkait dengan sumber pendanaan, kebijakan lembaga pendidikan tinggi, dan lain sebagainya.
"Jika tidak dijelaskan, maka implementasinya akan menuai kesemrawutan akibat ketidaksamaan visi dan misi," ujarnya.
Dia menambahkan pihaknya memahami perubahan kebijakan ini tidaklah mudah dilakukan karena akan banyak penentangan dan penolakan serta penerimaan, namun semuanya harus didialogkan dengan komprehensif sebab persoalan Papua bukanlah persoalan baru, namun persoalan yang sudah berlangsung selama rentang waktu puluhan tahun.
"Memang pelik dan ruwet, namun tanpa kesadaran dan komunikasi aktif dan intens, hanya akan melahirkan persoalan baru di masa yang akan datang di mana rakyat Papua yang akan menjadi korban," ujarnya.
"Berbagai perbedaan pandangan tentang UU Otonomi Khusus Jilid II maupun PP turunan dari UU tersebut harus dikomunikasikan dengan baik dan bijak," katanya dalam siaran pers di Jayapura, Jumat.
Menurut Yorrys, pasalnya baik pemerintah pusat maupun masyarakat Papua sesungguhnya berkeinginan sama, yakni menghadirkan tatanan kehidupan lebih baik dari masa lalu yang terabaikan.
"Diperlukan kesamaan visi dan paradigma tentang bagaimana melihat persoalan secara komprehensif di mana kecurigaan-kecurigaan yang selama ini bermunculan telah menjelma menjadi situasi yang kontraproduktif yang justru menyebabkan masyarakat menjadi pihak yang dikorbankan," ujarnya.
Dia menjelaskan pihaknya justru memandang pentingnya saat ini untuk fokus pada penyusunan Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) dan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus) yang merupakan turunan dari PP yang telah dihasilkan pemerintah pusat.
"Perdasi dan Perdasus itulah yang nantinya menjadi instrumen sejauh mana penerapan Otonomi Khusus Jilid II berjalan konsisten, keduanya merupakan rentang kendali bagi masyarakat dan pemerintah untuk secara bersama melihat perkembangan lanjutan dari berbagai hasil kebijakan," katanya.
Dia menambahkan seperti halnya kebijakan pendidikan gratis dari tingkat terendah hingga tertinggi bagi orang asli Papua sebagaimana tercantum dalam PP, mekanismenya harus dijelaskan secara rinci dalam Perdasi dan Perdasus khususnya terkait dengan sumber pendanaan, kebijakan lembaga pendidikan tinggi, dan lain sebagainya.
"Jika tidak dijelaskan, maka implementasinya akan menuai kesemrawutan akibat ketidaksamaan visi dan misi," ujarnya.
Dia menambahkan pihaknya memahami perubahan kebijakan ini tidaklah mudah dilakukan karena akan banyak penentangan dan penolakan serta penerimaan, namun semuanya harus didialogkan dengan komprehensif sebab persoalan Papua bukanlah persoalan baru, namun persoalan yang sudah berlangsung selama rentang waktu puluhan tahun.
"Memang pelik dan ruwet, namun tanpa kesadaran dan komunikasi aktif dan intens, hanya akan melahirkan persoalan baru di masa yang akan datang di mana rakyat Papua yang akan menjadi korban," ujarnya.