Merauke (Antara Papua) - Warga Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, berharap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperhatikan sejumlah persoalan yang dihadapi warga Wanam dan sekitarnya, akibat pemberlakuan moratorium kapal penangkapan ikan dengan peralatan modern.
"Kami minta dan harapkan Ibu Susi memperhatikan masalah kami di Wanam," kata Yapsinta Gebze, salah seorang mama-mama penjual di Pasar Wanam, Distril Ilwayab, Kabupaten Merauke, Papua, Jumat.
Moratorium pelarangan penangkapan ikan yang berlaku sejak November 2014, kata mama Gebze, sangat berdampak kepada pendapatan ekonomi keluarganya yang hanya mengandalkan hasil bumi yang dijual di pasar setempat.
Hasil bumi itu dibeli oleh anak buah kapal (ABK) dan karyawan PT Dwi Karya Reksa Abadi yang berjumlah seribuan orang, serta para ABK kapal pengusaha penangkap ikan lokal.
"Sebelum moratorium berlaku, penjualan sayur dan hasil kebun saya bisa diatas Rp500 ribu/hari yang dibelo oleh ABK itu, tapi setelah aturan moratorium berlaku, penghasilan saya turun jauh, hanya Rp100 ribu/hari, karena ABK sudah pada pulang," kata Yapsinta Gebze.
Sementara itu, Hery, karyawan PT Dwi Karya Reksa Abadi mengaku moratorium sangat berdampak langsung pada ratusan pekerja, yang biasanya menerima gaji tepat waktu kini mulai terlambat.
"Gaji saya hanya Rp2.040.000 ditambah tunjanngan lama kerja sebesar Rp80 ribu/bulan. Belakangan ini kami terima gaji sering terlambat, dan belum tahu kalau bulan depan terima gaji lagi karena moratorium," katanya diamini sejumlah rekannya.
Gaji sebesar itu, kata pria asal Key, Maluku itu, dirasakan kurang jika dibandingkan dengan harga barang-barang pokok yang melonjak naik karena BBM kembali naik lagi.
"Harapannya pemberlakuan moratorium dan kunjungan tim satgas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa memberikan masukkan kepada ibu menteri, agar gaji kami juga bisa diperhatikan," kata Herry.
Sedangkan Khusien Tomo, salah satu pejabat PT Dwi Karya Reksa Abadi mengaku pemberlakuan moratorium telah memberikan dampak yang luas bagi perusahaannya dan warga setempat.
"Ada puluhan kapal kami yang merapat di dermaga Wogekel dan yang berlabuh. Ratusan ABK Cina dan lokal sudah habis kontrak terpaksa dipulangkan, hanya ada karyawan bagian adminitsrasi dan pekerja didarat yang tersisa. Soal gaji, memang benar mulai terlambat," katanya.
Tomo yang juga warga keturunan Cina itu mengaku, warga Wanam dan sekitarnya sangat bergantung dengan perusahaan yang dipimpinnya itu.
"Kami butuh kepastian soal moratorium, karena warga setempat sering kali menanyakan kapan perusahaan kembali beroperasi. Kapan para ABK akan membeli hasil bumi mereka," kata Khusien Tomo.
Secara terpisah, Yunus Husein, Ketua Tim Satgas Antiilegal Fishing dan Tim Anev Eks Kapal Asing Kementrian Kelautan dan Perikanan mengatakan, berbagai keluhan, masukan dan temuan yang telah diterima olehnya akan segera disampaikan kepada atasan mereka, Ibu Susi Pudjiastuti.
"Tentunya berbagai laporan, masukkan dan temuan kami di lapangan akan disampaikan kepada Ibu Susi. Semoga ada penjelasan dan kebijakan yang tepat untuk masalah ini, doakan saja," kata Yunus Husien. (*)