Jakarta (ANTARA) - Ketika flu Spanyol mewabah pada 1918, banyak orang menganggap bahwa dunia segera berakhir dan manusia akan mati.
Virus penyebab influenza itu menjadi pandemi dalam jangka waktu hingga sekitar dua tahun. Sejak merebak pada Februari 1918, virus ini menghinggapi manusia di bumi hingga April 1920.
Dalam kurun waktu tersebut, sepertiga penduduk dunia atau sekitar 500 juta terinfeksi. Diperkirakan 17-50 juta orang meninggal.
Namun ada juga catatan jumlah korban meninggal mencapai 100 juta orang. Selama sekitar dua tahun, flu ini menyerang dalam empat gelombang.
Lamanya jangka waktu pandemi itu dalam skala beberapa gelombang mengakibatkan dunia seolah dalam kegelapan. Dunia seakan tak ada harapan dan segera berakhir.
Apalagi di ujung gelombang wabah ini muncul pula wabah yang tak kalah mengerikan, yakni kolera.
Dalam kurun seratus tahun setelah flu Spanyol dan kolera muncul pula wabah lainnya. Seperti flu burung, flu zika dan flu babi serta ebola yang sampai saat ini sering muncul.
Flu Burung
Tahun 2002-2003 muncul severe acute respiratory syndrome atau SARS adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh SARS-associated coronavirus (SARS-CoV). Gejala awalnya mirip dengan influenza, namun dapat memburuk dengan cepat.
SARS itu muncul di beberapa negara. Berbagai dampak SARS mulai bergerak lagi mulai 2004, namun muncul wabah flu burung mulai 2007.
Ketika flu burung yang menyebar dari unggas ke unggas kemudian diidentifikasi dari unggas ke manusia ini belum sepenuhnya dikendalikan, muncul flu babi mulai 2009.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Juni 2009 telah mencatat lebih 1.124 kasus infeksi flu A/H1N1. Saat itu secara resmi dikonfirmasi wabah ini telah merambah 21 negara di seluruh dunia.
Pada 14 Juli 2009, WHO menyatakan virus baru H1N1 "tidak bisa dihentikan". WHO menyatakan pula bahwa para pekerja kesehatan harus menjadi prioritas pertama.
Setiap negara perlu memvaksinasi warganya dari virus flu babi dan harus menentukan siapa lagi yang diprioritaskan setelah perawat, dokter dan teknisi kesehatan.
Waktu itu protokol kesehatan berupa penggunaan masker dan cuci tangan juga jadi imbauan di berbagai negara.
Kini virus corona tipe baru (COVID-19) telah menjadi pandemi global. Negara-negara di dunia sedang berjibaku mengatasi virus yang bermula dari Wuhan (China) itu.
Sejak merebak Desember 2019, kasus virus corona seluruh dunia telah mendekati 10 juta pada Minggu (28/6). Angka itu menandai tonggak sejarah dalam persebaran penyakit pernapasan yang sejauh ini membunuh hampir setengah juta orang dalam tujuh bulan terakhir.
Menurut WHO seperti dikutip Reuters, angka itu kurang lebih dua kali lipat jumlah penyakit influenza parah yang tercatat setiap tahun.
Peristiwa bersejarah itu terjadi saat banyak negara yang parah dilanda virus corona sedang melonggarkan karantina wilayah.
Karantina wilayah
Di Indonesia, misalnya, hingga Senin (29/6), sebanyak 55.092 orang telah terinfeksi virus ini. Dari jumlah itu, 28.487sedang dirawat, 23.800 telah sembuh dan 2.805 meninggal dunia.
Sejak diumumkan adanya dua orang dinyatakan terinfeksi pada 2 Maret 2020, angka kasusnya di Indonesia terus meningkat. Dalam tiga pekan terakhir, angka kasus baru mencapai rata-rata di atas seribu per hari.
Beberapa negara lain sedang mengalami gelombang kedua penularan yang mendorong otoritas menerapkan kembali karantina sebagian wilayah.
Para ahli mengatakan penerapan kembali karantina sebagian wilayah itu dapat menjadi pola yang berulang dalam beberapa bulan mendatang dan sampai memasuki 2021.
Negara-negara di Amerika Utara, Amerika Latin dan Eropa mengalami sekitar 25 persen kasus. Sedangkan Asia dan Timur Tengah masing-masing sekitar 11 persen dan 9 persen.
Sejauh ini ada lebih dari 497.000 korban meninggal akibat virus corona. Angka itu hampir sama dengan jumlah kematian akibat influenza yang dilaporkan setiap tahun.
Pandemi itu kini memasuki satu fase baru, dengan India dan Brazil sedang memerangi wabah yang menulari 10.000 orang tiap hari. Hal itu tentu membebani negara.
Dua negara itu menyumbang lebih dari sepertiga semua kasus baru dalam pekan terakhir. Brazil melaporkan rekor 54.700 kasus baru pada 19 Juni.
Beberapa peneliti mengatakan jumlah kematian di Amerika Latin dapat meningkat hingga 380.000 pada Oktober, dari sekitar 100.000 pekan ini. Jumlah kasus terus naik pada tingkat antara 1-2 persen sehari pada pekan terakhir, turun dari tingkat di atas 10 persen pada Maret.
Negara-negara termasuk China, Selandia Baru dan Australia mengalami penularan baru dalam bulan terakhir, meskipun sebagian besar bukan akibat penularan lokal. Di Beijing, ratusan kasus baru terkait dengan pasar pertanian dan kemampuan pengujian ditingkatkan hingga 300.000 tiap hati.
Di negara-negara dengan kemampuan pengujian terbatas, jumlah kasus mencerminkan proporsi kecil dari total infeksi. Namun sekitar separuh dari infeksi yang dilaporkan konon telah sembuh.
Barang publik
Belum dipastikan kapan para ilmuwan akan mampu membuat vaksin yang efektif melawan COVID-19. Namun penemuan vaksin kemungkinan membutuhkan waktu satu tahun.
Ketika berbicara melalui konferensi video dengan para wakil Komite Kesehatan Parlemen Eropa, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan bahwa jika menjadi kenyataan, vaksin tersebut harus menjadi barang publik yang tersedia bagi masyarakat.
"Akan sangat sulit untuk mengatakan kepastian bahwa kita akan memiliki vaksin," kata Tedros.
Dia berkata "Kita tidak pernah mempunyai vaksin untuk virus corona. Maka, ketika ditemukan, diharapkan vaksin ini akan menjadi yang pertama".
WHO sudah mendata lebih dari 100 calon vaksin. Salah satunya sudah dalam tahap pengembangan lebih lanjut.
"Berharap akan ada sebuah vaksin, perkiraannya mungkin kita akan mempunyai vaksin dalam kurun waktu satu tahun," kata dia.
Jika dipercepat, bisa jadi kurang dari itu, namun dalam hitungan bulan. Itulah yang dikatakan oleh para ilmuwan.
Harapan sangat besar disandarkan atas segala daya serta upaya para ahli medis dan ilmuwan kesehatan dalam menemukan vaksin anti virus corona. Daya dan upaya itu diyakini akan berhasil.
Kerja keras mereka dengan mengandalkan teknologi dan pengobatan yang ada sejak tujuh bulan ada wabah ini pun terbukti telah berhasil menyembuhkan jutaan orang dari paparan virus tersebut.
Apalagi bila ada vaksinnya sehingga angka fatalitas dimungkinkan berkurang. Orang yang dirawat karena virus ini pun diharapkan kembali pulih semua sehingga dunia benar-benar bebas dari belenggu virus corona.
Semoga...
Berita Terkait
Dinkes Biak miliki 90 vaksinator layani vaksinasi COVID-19 selama Lebaran
Selasa, 3 Mei 2022 17:50
Penyerang Barcelona Luuk de Jong positif infeksi COVID-19
Sabtu, 2 April 2022 19:34
Australia mendekati puncak infeksi Omicron
Sabtu, 15 Januari 2022 19:51
Tiga pemain Barcelona dinyatakan positif COVID-19
Rabu, 29 Desember 2021 21:48
Alaba dan Isco menjadi pemain Real Madrid terbaru yang positif COVID-19
Rabu, 22 Desember 2021 3:42
Kenali kecemasan akademik pada anak dan tips mengatasinya
Senin, 22 November 2021 10:28
Satgas: Papua tertinggi angka kasus aktif harian COVID-19
Selasa, 16 November 2021 19:16
Anak gajah terjerat belalai Aceh Jaya akhirnya mati
Selasa, 16 November 2021 13:19