Jakarta (ANTARA) -
Staff khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor Minerba Irwandy Arif mengatakan bahwa smelter PT Freeport Indonesia nantinya kewenangannya berada di bawah Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Hanya smelter yang terintegrasi dengan tambang yang menjadi kewenangan ESDM, kalau smelter independen seperti Freeport itu ada di bawah Kementerian Perindustrian," kata Irwandy Arif dalam diskusi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sektor Pertambangan di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut ia mengatakan kewenangan tersebut terkait upaya penyederhanaan kebijakan agar pengawasan yang dilakukan lebih tepat sasaran.
Sebelumnya, untuk membangun smelter terbesar di dunia tersebut pada tahun 2020 PT Freeport Indonesia merogoh kocek sebesar 600 juta dolar AS hanya untuk tahap awal.
"Tahun ini 600 juta dolar AS belanja dan tahun depan 1 miliar dolar AS. Jadi tahun ini dan tahun depan besar," kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas.
Smelter tersebut ditargetkan mulai konstruksi pada Agustus 2020. Saat ini, kata dia, masih dalam proses pemadatan tanah, mengingat lahan pembangunan smelter di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, merupakan bekas tambak atau memiliki kandungan air yang cukup tinggi.
Total investasi biaya pembangunan smelter tersebut nyaris mencapai 3 miliar dolar AS, dengan dana pinjaman dari bank luar negeri dan dalam negeri. Sudah sebanyak 15 bank menyatakan dukungan atas proyek tersebut dengan Freeport akan menjaminkan aset perusahaan.
Pembangunan smelter tersebut ditargetkan selesai pada 2023 dan akan mampu memproses hingga dua juta ton konsentrat tembaga per tahun.