New York (ANTARA) - Dua puluh tahun setelah pembajak menabrakkan pesawat ke World Trade Center di Kota New York dan Pentagon di luar Washington, orang Amerika berkumpul pada Sabtu (11/9) untuk mengingat hampir 3.000 orang yang tewas pada tragedi 11 September 2001.
Orang Amerika merenungkan bagaimana serangan itu membentuk kembali masyarakat dan membuat AS jatuh ke dalam perang yang tak terelakkan.
Upacara 11 September di tugu peringatan Manhattan dimulai dengan mengheningkan cipta pada 08:46 waktu setempat, Presiden Joe Biden hadir, kepalanya tertunduk.
Mike Low, pembicara pertama hari itu, menggambarkan "kesedihan yang tak tertahankan" yang disebabkan oleh kematian putrinya, Sara, seorang pramugari di pesawat yang menabrak Menara Utara dari World Trade Center.
"Ingatan saya kembali ke hari yang mengerikan ketika rasanya seperti hantu jahat turun ke dunia kita, tetapi itu juga saat ketika banyak orang bertindak di atas dan di luar kebiasaan," katanya.
"Warisan dari Sara, yang menyala seperti api abadi."
Para kerabat kemudian mulai membacakan nama-nama 2.977 korban kepada ribuan orang yang berkumpul di pagi yang sejuk dan cerah.
Upaca peringatan tersebut dihadiri mantan Presiden Barack Obama dan Hillary Clinton.
Sementara itu Bruce Springsteen menyanyikan "I'll See You in My Dreams". Penari di Lincoln Center tampil dengan jubah perak dan putih, menandakan abu dan kemurnian orang yang tewas.
Setelah meninggalkan lokasi kejadian, Biden menuju ke Shanksville, Pennsylvania.
Kunjungan terakhir Biden adalah ke Pentagon, markas besar Departemen Pertahanan AS di Arlington, Virginia, untuk memberikan penghormatan kepada 184 orang yang tewas di sana dalam kecelakaan Penerbangan 77.
Peringatan telah menjadi tradisi tahunan tetapi hari Sabtu memiliki makna khusus, yang oleh orang dipandang sebagai titik balik dalam sejarah AS.
Sebagai pengingat menyakitkan dari perubahan itu, hanya beberapa minggu yang lalu AS dan pasukan sekutu menyelesaikan penarikan dari perang yang dimulai Amerika Serikat di Afghanistan sebagai pembalasan atas serangan 11 September- yang menjadi perang terpanjang dalam sejarah AS.
Dan pandemi COVID-19, yang sejauh ini telah merenggut lebih dari 655.000 jiwa di Amerika Serikat, terus berlanjut.
Dalam sebuah upacara di Pentagon, Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley berbicara tentang 2.461 anggota militer AS yang tewas di Afghanistan, termasuk 13 tentara AS yang tewas dalam Bom Kabul.
Berbicara di Shanksville, mantan Presiden George W. Bush, mengatakan persatuan yang ditunjukkan setelah serangan itu tampak jauh berbeda dari perpecahan yang sekarang memisahkan Amerika.
"Kekuatan jahat tampaknya bekerja dalam kehidupan kita bersama," katanya.
Sumber : Reuters