Jayapura (ANTARA) - Penggiat Komunitas Jejak Republik Priyantono Oemar mengisahkan cerita Andi Sahrandi yang memilih aktif di gerakan kemanusiaan selepas reformasi 1998 lalu membentuk Yayasan Kemanusiaan Posko Jenggala bersama Arifin Panigoro dalam sebuah buku berjudul “Berbagi Senyum: Kisah-kisah yang Menguatkan dari Halaman Belakang Rumah Andi Sahrandi”.
Dalam siaran persnya kepada Antara di Jayapura, Selasa, mengatakan Oemar menulis kisah aksi kemanusiaan Andi yang mulai dilakukan dari Aceh hingga Papua di mana perjalanan ke Bumi Cenderawasih tersebut menjadi salah satu cerita yang paling epik.
“Andi Sahrandi adalah angkatan 66 yang pada 1998 bersama mahasiswa turun ke jalan dalam gerakan reformasi, hingga kini masih aktif mendampingi mahasiswa memperjuangkan demokrasi,” kata Oemar.
Menurut Oemar, ketika banyak yang mengajaknya masuk ke partai politik, Andi menolaknya karena baginya berbakti untuk bangsa tidak harus masuk ke dalam pemerintahan.
“Lewat aksi kemanusiaan, Andi mendapatkan kearifan lokal dari satu daerah, yang kemudian disebarkan ke daerah lain,” ujarnya.
Dia menjelaskan dalam tulisannya, Andi pernah mengadakan aksi kemanusiaan untuk pengungsi gempa di Manokwari pada Januari 2009 dengan membawa 1,3 ton obat-obatan dalam 71 koli namun dalam pengiriman ke wilayah tersebut ternyata mengalami kendala di dalam pesawat.
Pasalnya, obat-obatan yang dibawa Andi dari Jakarta diturunkan di Makassar hanya karena pesawat membawa barang-barang pribadi pejabat ke Papua, Andi tak bersedia obat-obatannya akan dibawa ke Papua dengan pesawat kargo.
“Pesawat pun tertunda keberangkatannya, karena Andi tetap ngotot agar obat-obatannya diangkut bersamanya, karena ia sudah membayar biaya. Terlebih lagi, di dalamnya ada pula serum yang harus terjaga suhu penyimpanannya,” katanya Oemar.
Karena keterlambatan itu, Andi meminta maaf kepada para penumpang, tetapi pejabat pemilik kargo yang menyebabkan obat-obatannya diturunkan tidak juga bersuara.
“Padahal menghalangi kegiatan kemanusiaan adalah kejahatan kemanusiaan dan bisa dihukum mati ucap Andi lewat mikrofon kabin pesawat kala itu,” ujar Oemar.
Oemar mengungkapkan ketika Wasior dilanda banjir pada Oktober 2010, Andi kembali ke Papua. Andi dan dokter relawan Posko Jenggala harus menyeberang dari Pelabuhan Manokwari ke Wasior. Rombongan kesulitan mendapatkan kapal karena pada saat yang sama ada kunjungan Presiden SBY ke Wasior, akhirnya menyewa kapal berbendera Cina lewat bantuan kepala administrasi pelabuhan.
Dalam perjalanan Andi bersama rombongan ke Wasior banyak mencatat pengalaman-pengalaman dari yang menyenangkan hingga paling buruk yakni ditipu awak kapal yang berjanji membawanya pulang dari Wasior ke Manokwari.
“Andi juga mengalami deg-degan ketika para dokter relawan Posko Jenggala melakukan bedah kecil, tetapi ditonton oleh warga yang membawa panah di Kampung Miei Wasior,” kata Oemar.
Dia menambahkan semua cerita dan aksi kemanusiaan ini dapat dibaca oleh masyarakat dalam buku “Berbagi Senyum” yang ditulis olehnya kemudian diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).
Senada dengan Priyantono Oemar, buku Berbagi Senyum dinilai oleh budayawan Erros Djarot yang memberi prolog bahwa buku ini mengandung nilai-nilai yang perlu disebarkan terutama kepada elite politik.
Menurut Erros saat peluncuran buku di Indonesia International Book Fair (IIBF) JICC Senayan pada akhir September 2025, salah satu nilai yang ada di buku ini adalah empati terhadap penderitaan rakyat yang kini semakin jarang dimiliki oleh elite politik.
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) meluncurkan buku “Berbagi Senyum: Kisah-kisah yang Menguatkan dari Halaman Belakang Rumah Andi Sahrandi” karya Priyantono Oemar pada 25 September 2025. Acara peluncuran diselenggarakan di Panggung Lobi Indonesia International Book Fair (IIBF), JICC Senayan.

