Jayapura (Antara Papua) - Warga Kampung Maribu, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura Welem Yabansabra dan Yustinus Utbete melalui advokat Iriansyah dan rekan melayangkan somasi kepada Pemerintah Provinsi Papua Cq Gubernur Provinsi Papua terkait proses pengadaan tanah seluas 32,8 hektare.
"Kami sudah mengirimkan surat somasi kepada Pemerintah Provinsi Papua, yang juga ditembuskan ke DPRP, MRP, Kapolda Papua, Kajati Papua," kata Iriansyah di Jayapura, Papua.
Menurut dia, somasi itu sengaja dilayangkan setelah proses pengadaan tanah seluas 32,8 hektar untuk pembangunan kampus STPND/IPND regional wilayah Papua di Kampung Maribu, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura yang diduga merugikan kliennya sebagai pemilik hak ulayat/adat Kampung Maribu tidak ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi Papua.
Ikwal pembelian tanah seluas itu, ungkap Iriansyah bermula pada 5 November 2003, saat itu Welem Yabansabra dan pihak adat menyatakan dukungan terhadap program pemerintah provinsi yang sedang mencari lahan untuk pembangunan sekolah STPDN regional Papua dalam bentuk surat membebaskan lahan seluas 32,8 hektar.
"Dalam surat dukungan itu dan surat pendukung lainnya terdapat sejumlah kesepakatan untuk melepaskan lahan secara bertahap, termasuk cara pembayarannya dengan sistem termin, atau bertahap juga," katanya.
Namun dari 30 hektar lahan awal yang akan dijadikan kampus STPDN itu, baru dibayarkan sebesar Rp1,5 miliar dengan harga permeternya sebesar Rp15 ribu, sementara Rp3 miliar belum terealisasi.
Lalu lahan seluas 7.200 meter persegi yang dihargai Rp18.750/meter dengan total nilai Rp135 juta dan lahan seluas 20.800 meter persegi yang dihargai Rp50 ribu/meter dengan total Rp1,04 miliar, juga belum dibayarkan.
"Jadi, total keseluruhan lahan yang sudah disepakati bersama dengan Pemerintah Provinsi Papua itu 32,8 hektar dan sudah dipagari keliling. Seharusnya berdasarkan kesepakatan sudah harus selesai pembayarannya pada tahun anggaran 2008/2009 dan 2010, tapi tidak kunjung dibayarkan," katanya.
Persoalan itu kata dia, juga sudah coba disampaikan ke Gubernu Papua, Ketua DPR Papua, dan Direktur IPDN regional lewat surat bernomor 01/tanha-stpdn/VII/2015 tertanggal 11 Agustus 2016 perihal penyelesaian ganti rugi atas tanah hak masyarakat adat, namun juga tidak digubris oleh pemangku kepentingan tersebut.
"Berdasarkan hal ini akhirnya kami kirim surat somasi ke pemerintah provinsi dengan harapan dapat dipenuhi permintaan klien saya, dan meminta pembayarannya disesuaikan dengan NJOP masa kini," katanya.
"Jika tidak diindahkan, terpaksa kami menempuh jalur hukum, secara perdata dan pidana agar ada rasa keadilan," sambung Iriansyah.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Papua, Israel Ilolu ketika dikonfirmasi mengatakan hal itu lebih tepat ditanyakan kepada Asisten I Setda Provinsi Papua, Doren Wakerkwa.
Doren Wakerkwa yang dihubungi melalui pesan singkat, hingga berita ini dibuat belum ada jawaban. (*)