Kepada ANTARA di Jayapura, Selasa, Hari menjelaskan dalam kampanye terbuka calon anggota legislatif maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, hiasan kepala atau mahkota burung cenderawasih tidak boleh dikenakan sembarang.
"Mahkota burung cenderawasih bukan hanya sebatas benda budaya Papua tetapi identitas Papua," kata Hari Suroto.
Hari mengatakan, pada kampanye terbuka, Rabu, 27 Maret 2019 di Manokwari, Papua Barat, calon wakil presiden nomor urut 02 dan salah satu anggota tim kampanye , terlihat mengenakan mahkota burung cenderawasih.
Dalam adat Papua, kata dia, mahkota burung cenderawasih hanya boleh dikenakan oleh tokoh adat seperti ondoafi untuk daerah pesisir atau kepala suku untuk wilayah pegunungan, itupun dipakai hanya pada saat acara adat atau sakral.
"Yang disayangkan adalah sudah memakai baju beratribut partai politik, tetapi masih memakai mahkota burung cenderawasih," katanya.
Pemerintah Provinsi Papua telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 660.1/6501/SET tanggal 5 Juni 2017 tentang Larangan Penggunaan Burung Cenderawasih sebagai Aksesori dan Cenderamata.
Namun, menurut dia, dalam surat edaran ini memperbolehkan penggunaan burung cenderawasih asli dalam setiap proses adat istiadat yang bersifat sakral.
"Untuk itu, tidak seharusnya mahkota burung cenderawasih asli dikenakan dalam acara politik praktis," ujarnya.
Peneliti larang penggunaan mahkota burung Cenderawasih untuk kampanye politik
Mahkota burung cenderawasih bukan hanya sebatas benda budaya Papua tetapi identitas Papua
Jayapura (ANTARA) - Peneliti dari Balai Arkeologi Papua Hari Suroto melarang penggunaan hiasan kepala atau mahkota burung cenderawasih saat kampanye terbuka baik kampanye legislatif maupun presiden