Jayapura (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta pemerintah daerah (pemda) untuk merespon cepat terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan angin kencang.
Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengatakan potensi bencana hidrometeorologi masih membayangi sejumlah wilayah di Indonesia seiring meningkatnya dinamika cuaca ekstrem ,sehingga dalam kondisi tersebut peringatan dini cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG menjadi instrumen penting untuk membantu pemda dan masyarakat mengantisipasi risiko sejak dini.
"BMKG secara rutin memantau perkembangan sistem cuaca mencakup potensi hujan lebat hingga ekstrem, angin kencang, gelombang tinggi, serta peningkatan risiko banjir dan tanah, longsor di berbagai wilayah, kemudian disampaikan kepada pemangku kepentingan di pusat maupun daerah," katanya dalam keterangan yang diterima di Jayapura, Kamis.
Menurut Faisal, sejumlah pemda telah menunjukkan kesiapsiagaan yang baik dapat meminimalkan risiko bagi masyarakat,salah satu contoh adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang yang secara konsisten menjadikan peringatan dini BMKG sebagai dasar pengambilan keputusan.
"Melalui koordinasi lintas dinas, Pemkot Tangerang melakukan langkah antisipatif seperti pembersihan saluran air, kesiapan pompa pengendali banjir, penguatan sistem drainase, serta penyebaran informasi kewaspadaan kepada warga di wilayah rawan," ujarnya.
Dia menjelaskan langkah tersebut dinilai efektif dalam mengurangi genangan dan mempercepat penanganan saat hujan ekstrem terjadi.
BMKG mencatat sejumlah bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dipicu oleh curah hujan ekstrem akibat pengaruh sistem cuaca, termasuk Siklon Tropis Senyar.
"Siklon Tropis Senyar sebenarnya sudah bisa kami prediksi sekitar delapan hari sebelum proses pembentukannya dan peringatan disampaikan delapan hari, empat hari, dan dua hari sebelum kejadian," katanya.
Berdasarkan data/pantauan BMKG, kata dia, meskipun Indonesia bukan wilayah utama siklon tropis, anomali atmosfer dapat memicu cuaca ekstrem dan pada kasus Senyar, interaksi beberapa sistem cuaca menyebabkan hujan lebat berlangsung lebih dari dua hari.
"Di Pos Langsa Aceh, BMKG mencatat curah hujan mencapai 380 milimeter dalam satu hari setara dengan rata-rata curah hujan bulanan," ujarnya.
Lembaga Riset Prasasti Center for Policy Studies menilai perlunya penguatan mitigasi risiko bencana, terutama menghadapi potensi siklon tropis di wilayah utara Indonesia.
Board of Experts Prasasti, Arcandra Tahar, mengatakan berdasarkan data lintasan badai selama 150 tahun, wilayah Sumatera bagian utara hingga Selat Malaka memang pernah dilintasi siklon tropis. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian serupa dapat berulang dalam periode tertentu.
“Siklon tropis ini menjadi pengingat penting bagi Indonesia untuk memastikan ketangguhan infrastruktur, tata ruang, serta protokol tanggap darurat di semua tingkatan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Prasasti, Nila Marita, mengatakan Indonesia sudah memiliki fondasi sistem peringatan dini yang kuat melalui BMKG.
"Sehingga tantangan ke depan adalah memastikan data ilmiah tersebut diikuti kebijakan tata ruang, kesiapsiagaan daerah, serta komunikasi krisis yang terintegrasi," katanya.
Sementara itu Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mendorong peningkatan sistem peringatan dini bencana oleh kementerian dan lembaga terkait.
Pihaknya menekankan pentingnya pembaruan teknologi deteksi dini serta pemetaan kawasan permukiman yang berada di wilayah berisiko tinggi.
“Sinergi antar-lembaga sangat menentukan kecepatan respons di lapangan dan tidak boleh hanya fokus pada penanganan pasca bencana, tetapi juga pencegahan," katanya.
Menjelang akhir tahun BMKG kembali mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem di sejumlah wilayah. Terkait itu BMKG mengimbau agar peringatan tersebut ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah daerah guna meminimalkan risiko dan dampak bencana terhadap masyarakat.

