Jakarta (Antaranews Papua) - Direktorat Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM meminta bantuan Polri untuk mencari para narapidana dan tahanan di kantor wilayah Sulawesi Tengah yang kabur pasca gempa yang melanda wilayah itu, pada Jumat (28/9).
"Menkumham sudah persiapkan surat untuk penyiapan bantuan Kapolri dengan tim satuan tugas (satgas) yang berasal dari Kementerian Hukum dan HAM pusat, satgas kantor wilayah Sulawesi Tenggara, kantor wilayan Sulawesi Selatan, kantor wilayah Gorontalo dan kantor wilayah Sulawesi Barat," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami di kantor Ditjen PAS Jakarta, Senin.
"Satgas yang sudah kami bentuk nanti akan bekerja bersama-sama dengan Polri dan berdasarkan alamat yang ada di kami, kami akan mendatangi," sambungnya.
Dari 6 Unit Pelaksana Tugas (UPT) yaitu lapas Palu, lapas perempuan Palu, rutan Palu, rutan Donggala, cabang rutan Parigi, dan LPKP/LPKA (Lembaga Pemasyarakatan Khusus Perempuan/Anak Palu, total warga binaan (WB) yang ada di dalam 204 orang, yang melaporkan diri 364 orang, sedangkan yang masih belum diketahui sebanyak 1.096 orang.
Artinya ada 1.460 warga binaan yang belum kembali ke rutan/lapas.
Sebelum terjadi gempa dan tsunami dengan magnitudo 7,4 itu warga binaan di 6 UPT tersebut adalah sebanyak 1.664 orang. Sebelum terjadi gempa dan tsunami dengan magnitudo 7,4 itu warga binaan di 6 UPT tersebut adalah sebanyak 1.664 orang.
"Kami sebenarnya sudah mempersiapkan surat yang kami mohon ke bapak Pangab (Panglima TNI) untuk memberikan bantuan pesawat, kalau bisa pake (pesawat) Hercules karena pesawat komersil belum bisa, nanti bisa membawa kami dan satgas melakukan pencarian mereka yang belum laporkan diri," ujar Sri Puguh.
Ia pun mengimbau bagi warga binaan yang belum melaporkan diri untuk segera melapor sebelum pihaknya melakukan pencar
"Sebelum masuk ke DPO (Daftar Pencarian Orang), lebih baik melaporkan diri. Ini penting bagi yang bersangkutan, pada keluarganya, pada siapapun untuk segera melaporkan saja, dan sampai hari ini belum ada laporan ada warga binaan yang meninggal," tambah Sri Puguh.
Meski meminta agar narapidana dan para tahanan melaporkan dan menyerahkan diri, namun Sri Puguh mengaku belum bisa menjamin ketersediaan layanan dasar para warga binaan.
"Karena kali ini menyangkut penyediaan bahan makanan napi harus siap dulu. Jangan sampai sudah mencaari napi, dimasukkan ke lapas tapi makanan, air, listrik tidak bisa terpenuhi. Kalau soal tempat, kita sudah punya rutan Palu yang cukup untuk sementara bisa ditempati serta lapas Palu, masih ada beberapa blok yang bisa dipakai," katanya.
Sri Puguh menjelaskan bahwa para warga binaan yang kabur berasal dari kasus pidana umum dan narkotika, sedangkan narapidana teroris sudah dipindahkan ke lapas Nusakambangan.
"Keselamatan nyawa adalah nomor satu, teman-teman memilih mereka hidup dari pada mereka bertahan di dalam tapi kita tidak tahu bagaimana keselamatan mereka nantinya," ujar dia.
Berdasarkan laporan, menurut Sri Puguh, rutan Donggala terbakar seluruhnya dan hanya bangunan masjid yang bertahan, lapas Palu 3 bloknya terbakar dan hanya ada meninggalkan pagar, rutan cabang Parigi kondisi pagar keliling roboh tapi mereka yang ada di dalam sebanyak 109 orang sedangkan LPKP/LPKA Palu menjadi satu dengan lapas Palu.
Para tahanan dan narapidana yang kabur itu berasal dari Lapas Palu sebanyak 515 dari 581 narapidana sehingga tersisa 66 warga binaan, rutan Palu sebanyak 410 tahanan dari 463 tahanan sehingga tersisa 53.
Sedangkan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Perempuan (LPP) Palu sebanyak 75 narapidana dari 83 narapidana ditambah tiga bayi tersisa sembilan orang, Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Palu 24 orang dari 29 narapidana sehingga tersisa lima warga binaan, dan Lapas Donggala sebanyak 342 narapidana kabur semua.