Biak (ANTARA) - Dewan kesenian bersama pemerintah Kabupaten Biak Numfor berupaya memasyarakatkan penggunaan "asis" atau hiasan kepala khas perempuan Papua untuk mengembalikan identitas kearifan lokal masyarakat adat suku Biak Papua.
Penggunaan "asis" atau hiasan kepala khusus perempuan terbuat dari sepotong kayu yang dibalut dengan bulu ayam warna warni merupakan salah satu kebudayaan asli masyarakat suku Biak-Papua yang belakangan sudah mulai ditinggalkan kawula muda karena tergeser dengan kemajuan zaman dan teknologi.
Pemakaian "asis" untuk perempuan Biak tidak saja merupakan kebudayaan asli masyarakat adat suku Biak namun juga bisa mengangkat harkat dan martabat kejayaan perempuan Biak yang sejak seratusan silam telah hidup bersemayam di lingkungan keluarga.
Suku Biak salah kelompok suku besar dari 254 suku bangsa yang tersebar di Tanah Papua memiliki latar belakang sejarah kontak budaya yang sangat luas dengan suku bangsa lain baik di Papua maupun di luar Papua.
Bahkan, beragam budaya adat suku Biak masih tetap eksis meski masih dalam aspek budaya Papua banyak mengalami pergeseran nilai akibat pengaruh kemajuan modernisasi dan kemajuan teknologi informasi.
Untuk menjaga identitas perempuan Biak maka di setiap acara yang digelar pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan dan komunitas masyarakat mulai diwajibkan penggunaan "asis" bagi setiap perempuan.
"Asis menjadi identitas perempuan Biak sehingga setiap kegiatan kemasyarakatan, perayaan upacara tertentu pemerintah harus wajib memakainya," ujar Bupati Biak Herry Ario Naap di Biak pada pencanangan penggunaan "asis" untuk perempuan Biak.
Pemasyarakatan "asis" kepada perempuan Biak, menurut Bupati Herry Naap, karena selama ini ada salah kaprah perempuan juga memakai hiasan mahkota kepala yang sama digunakan kaum pria.
Dalam tradisi masyarakat adat suku Biak, menurut Bupati Herry Naap, pemakaian hiasan kepala untuk setiap perempuan harus menggunakan "asis" bukan mahkota.
Bupati Herry Naap berharap, dengan memakai "asis" maka sosok perempuan suku Biak menjadi sangat bermartabat dan berwibawa dalam lingkungan keluarga.
Kepada dewan kesenian, lembaga adat dan tim penggerak PKK Biak Numfor, Bupati Herry Naap, mengucapkan terima kasih karena sudah mengembalikan jati diri perempuan suku Biak dengan menghidupkan kembali penggunaan "asis" untuk generasi muda.
"Sejak anak usia dini pemasyarakatan pemakaian 'asis' untuk perempuan suku Biak sudah harus dikenalkan," katanya.
Ia mengakui, pemasyarakatan "asis" untuk perempuan Papua menyangkut bagian kehidupan kebudayaan asli orang Papua.
Kearifan lokal Papua
Tokoh adat yang juga Sekretaris Dewan Adat Biak Yosep Daud Korwa mengakui, masyarakat adat Papua etnis suku Biak mempunyai tradisi adat yang selama ini mulai terkikis dari lingkungan keluarga karena dampak adanya pengaruh kemajuan modernisasi dan teknologi.
"Dewan adat memberikan apresiasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan di Kabupaten Biak Numfor yang sudah menghidupkan kembali penggunaan 'asis' di kalangan perempuan Papua khususnya suku Biak," ungkap Yosep Daud Korwa.
Ia mengharapkan, kewibawaan perempuan Biak jangan hanya dilihat dari segi fisik semata namun sejauh wanita mana tetap menjaga tradisi kearifan lokal budaya Papua.
"Penggunaan 'asis' di kalangan perempuan Papua merupakan implementasi masyarakat suku Biak menjaga kearifan lokal Papua," ujar mantan anggota DPRD Biak itu.
Yosep menyebut, selama ini tanah Papua sangat dikenal dengan kekayaan adat istiadat yang beragam kesenian dan kebudayaan asli daerah yang menjadi bagian dari aset budaya nasional bangsa Indonesia.
Beragam kebudayaan asli dimiliki masyarakat Papua, menurut Yosep, akan tetap hidup berdampingan dengan keluarga sepanjang hayat karena telah menjadi bagian dalam tradisi adat istiadat masyarakat Papua.
Diakui Yosep, sebagai generasi muda Papua kita berkewajiban untuk terus melindungi dan menjaga kearifan budaya lokal Papua termasuk penggunaan "asis" bagi perempuan suku Biak.
"Pengenalan 'asis' perempuan Biak sebagai komitmen dari tradisi menjaga nilai masyarakat adat orang asli Papua," ungkap Yosep Daud Korwa.
Ia berharap, apapun kebudayaan adat yang dimiliki suku Biak harus senantiasa terjaga dan terlindungi keasliannya sehingga keberadaannya menjadi lestari sepanjang waktu mendampingi kehidupan setiap keluarga.
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Biak Ruth Naomi Rumkabu menilai, pemasyarakatan penggunaan "asis" bagi perempuan Biak bagian dari komitmen bersama perempuan Papua mewarisi tradisi kearifan lokal di keluarga.
"Anak-anak wanita sejak TK/PAUD hingga remaja dan mahasiswa mulai menghidupkan kembali penggunaan 'asis' sebagai identitas perempuan Biak," ungkap Ruth Rumkabu.
Ketua TP PKK Ruth Naomi Rumkabu memberikan apresiasi atas dukungan langsung Pemkab Biak Numfor, Bupati Herry Ario Naap, lembaga adat, dewan kesenian daerah serta para pemangku kepentingan yang telah mendukung peluncuran penggunaan "asis" bagi perempuan Papua suku Biak.
"Dukungan nyata ini memberikan penguatan dan pengakuan akan pentingnya identitas perempuan suku Biak menggunakan 'asis',"ujarnya.
Pengenalan pemakaian "asis" kepada kalangan perempuan Biak dilakukan Ketua TP PKK Ruth Naomi Rumkabu kepada perwakilan siswa TK/PAUD, SD,SMP, SMA/SMK dan perwakilan mahasiswa perempuan Papua.
Mempertahankan dan melestarikan budaya daerah Papua menjadi tantangan berat yang harus dihadapi para pemangku kepentingan hingga masyarakat adat setempat.
Pesatnya kemajuan teknologi dan modernisasi dikhawatirkan sangat mempengaruhi eksistensi menjaga kearifan lokal orang asli Papua.
Setiap suku bangsa akan mempraktekkan kemanfaatan nilai-nilai budaya untuk kepentingan-kepentingan tertentu agar bisa bertahan menjaga identitas budayanya sendiri.