Jayapura (ANTARA) - Di Tanah Papua yang sebelumnya hanya terdiri dari Provinsi Papua dan Papua Barat, kini memiliki empat Daerah Otonomi Baru (DOB) menyusul diresmikannya empat provinsi pemekaran.
DOB di Papua itu adalah Provinsi Papua Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2022, Provinsi Papua Tengah dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2022, dan Provinsi Papua Pegunungan melalui Undang-Undang Nomor 16 tahun 2022 . Menyusul kemudian, Provinsi Papua Barat Daya melalui UU Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meresmikan tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua, yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan, pada 11 November 2022, sedangkan Provinsi Papua Barat Daya diresmikan pada 9 Desember 2022.
Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah DOB Papua Barat Daya dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan tahapan yang serupa dengan penyusunan RKPD di tiga Provinsi DOB Papua sebelumnya, yaitu Provinsi Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Tengah.
Dengan diresmikannya DOB tersebut, maka kini ada enam provinsi di Tanah Papua yakni Provinsi Papua dengan Ibu Kota Jayapura, Papua Barat dengan Ibu Kota Manokwari, Papua Tengah dengan Ibu Kota Nabire, Papua Selatan dengan Ibu Kota Merauke, Papua Pegunungan dengan Ibu Kota Wamena dan Papua Barat Daya dengan Ibu Kota Sorong.
Harapannya, dengan DOB akan semakin mempercepat pembangunan di Papua, menyejahterakan masyarakat Papua, serta akan memperpendek birokrasi. Apalagi tantangan di setiap provinsi karakternya berbeda-beda.
Karena itu, dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah dengan tokoh masyarakat, agama, dan adat sehingga percepatan pembangunan di Tanah Papua berjalan dengan baik dan optimal.
Pelayanan dan kesejahteraan
Kepala Direktorat Jendral Perbendaharaan (DJPb) Papua, Burhani, mengatakan dengan diserahkannya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2023 pada Desember 2022, maka pelelangan untuk pembangunan sudah bisa segera dilakukan.
Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah instrumen stabilisasi untuk mengendalikan inflasi dan harga pokok kebutuhan pangan yang ada di Tanah Papua
Oleh karena itu, program ketahanan pangan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh agar produksi dan harga pokok kebutuhan pangan tetap terjaga, demikian juga untuk pembangunan infrastruktur prioritas, khususnya pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi di bidang energi, pangan, konektivitas, dan transportasi agar dapat dioptimalkan capaian hasilnya.
“Tahun anggaran 2023, jumlah alokasi pagu anggaran DIPA kepada seluruh empat provinsi yang ada di Tanah Papua sebesar Rp13,91 triliun yang diberikan pada 625 Satuan Kerja (Satker),” katanya.
Dia menjelaskan pihaknya berharap dengan penyerahan DIPA bakal meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kebangkitan ekonomi Indonesia bakal dapat terwujud.
Pembentukan DOB diharapkan akan meningkatkan pelayanan publik dan mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan perekonomian.
Untuk itu, pihak DJPb Papua mengimbau kepada keempat provinsi yang ada di Tanah Papua agar menggunakan anggaran secara bijak sehingga hasil yang dihasilkan jelas peruntukannya dengan begitu pembangunan di daerah tersebut dapat dirasakan masyarakat.
Dia menambahkan ada beberapa Pemda yang sudah menetapkan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) tinggal bagaimana pemerintah mengeksekusi jika pagu tersebut telah tersedia.
“Penyerahan DIPA ke Satuan Kerja (Satker) kementerian/lembaga telah direncanakan berdasarkan lokasi ibu kota provinsi masing-masing,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, mengatakan DIPA yang diberikan merupakan prediksi di tahun berjalan, maka pihaknya selalu membutuhkan dukungan masyarakat dengan begitu semua perencanaan dapat berjalan lancar, karena pemerintah hadir untuk melayani.
Pihaknya akan terus melakukan koordinasi dan konsolidasi bersama elemen-elemen masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, sehingga pembangunan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan potensi di masing-masing daerah.
Misalnya, untuk melakukan pengembangan potensi alam baik pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, Provinsi Papua Selatan memiliki kesanggupan yang sangat besar mengingat daya dukung wilayah dan masyarakatnya.
“Guna mewujudkan percepatan pembangunan dan kesejahteraan harus melibatkan semua aspek mulai dari Forkopimda, unsur masyarakat, instansi terkait lainnya,” katanya menegaskan.
Provinsi Papua Selatan kini telah mulai mempersiapkan sarana dan prasarana infrastruktur seperti perkantoran serta sarana penunjang yang lainnya seperti pemerintahan pembentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kemudian Majelis Rakyat Papua (MRP) dan bekerja sama dengan perangkat pemilihan umum untuk menyukseskan pemilihan.
Hal yang sama juga dilakukan DOB di Tanah Papua. Masing-masing DOB berusaha menyusun program pembangunan selaras dengan potensi dan dinamika daerahnya.
Partisipasi warga
Pengamat Politik Papua dari Universitas Cenderawasih (Uncen), Diego Romario de Fretes, mengatakan antusiasme masyarakat yang terlibat aktif dalam mendukung percepatan pembangunan Papua bisa dikatakan beragam atau bervariasi setiap daerah yang ada di Tanah Papua,
“Namun jika dilihat secara keseluruhan grafiknya meningkat. Hal ini dikarenakan ada beberapa momen yang mengindikasi keterlibatan masyarakat dalam pembangunan,” katanya.
Misalnya, dukungan dan keterlibatan dalam penyelenggaraan PON XX, kemudian dukungan dan penyambut DOB di Papua, dan hibah lahan dari masyarakat untuk pembangunan infrastruktur, fasilitas kesehatan, dan pendidikan.
“Lalu unsur deliberatif dalam perencanaan pembangunan juga sudah mulai terlihat,” ujarnya. Deliberasi adalah proses mempertimbangkan pilihan-pilihan yang ada dengan teliti, saksama, dan melibatkan semua pihak.
Untuk itu, partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan perlu ditingkatkan lagi yang mana menjadikan pemerintah sebagai mitra pembangunan, serta menjalankan fungsi pengawasan partisipatif dalam pembangunan.
Ia berharap pemerintah dapat terus memperhatikan masyarakat khususnya pemilik hak ulayat di provinsi baru sehingga nantinya pembangunan yang dilakukan tidak merusak ekosistem hutan, di mana hutan merupakan tempat menggantungkan hidup dengan tidak melakukan deforestasi untuk kepentingan koorporasi sawit.
“Serta selalu mendengar aspirasi masyarakat dalam pembangunan sehingga pembangunan yang dilakukan tepat sasaran dan menyentuh kebutuhan,”katanya lagi.
Dengan begitu, kehadiran DOB bukan untuk mengakomodir kepentingan elit atau golongan tertentu, melainkan mendekatkan pelayanan publik bagi masyarakat seperti yang didengungkan selama ini.
Apalagi pemerintah pusat juga terus mengawal penjabat gubernur di DOB agar bergerak cepat, di antaranya dengan melakukan perencanaan, penganggaran, pembentukan kelembagaan, dan pembuatan kebijakan serta menyiapkan pelayanan publik secepatnya.
“Terutama adalah penyiapan aparatur pemerintahan yang akan menjalankan tugas-tugas pelayanan publik. Terbukti misalnya di Provinsi Papua Selatan beberapa ASN sudah menerima SK dari kabupaten Merauke, Asmat, Boven Digoel, dan Mappi pindah ke Pemerintah Provinsi,” katanya.
Tidak kalah penting, kini pemerintah telah membentuk Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang diketuai oleh Wakil Presiden.
Badan ini bertugas melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan otonomi khusus di Papua termasuk 4 DOB yang telah dibentuk.