Pada tanggal 27--29 Desember 2014, Presiden RI Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi tampil di hadapan ribuan masyarakat di Provinsi Papua dalam misi kunjungan perdananya sebagai presiden ke-7 RI.
Jokowi memang sengaja memilih pekan terakhir Desember 2014, untuk berkunjung ke Tanah Papua karena hendak menghadiri perayaan Natal bersama umat Kristiani di Papua.
Pada pertemuan tatap muka dengan tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda di Geduang Olahraga (GOR) Waringin, Kota Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua, Sabtu (27/12) petang, Jokowi mengungkapkan alasannya ke Papua.
"Dua bulan lalu, saya perintahkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Ibu Prof. Yohana M. Yembise yang juga berasal dari Papua," katanya.
Kepada Menteri PPA, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa nantinya saat perayaan Natal nasional dia ingin berada di Papua.
"Kira-kira siap tidak? Setelah berkoordinasi dengan Gubernur Papua dan Papua Barat, Menteri PPA pun menyatakan siap," katanya.
"Langsung saya perintahkan agar Natal nasional langsung dipindahkan saja dari Jakarta ke Jayapura," tambahnya.
Natal nasional itu pun terselenggara di Jayapura, Papua, Sabtu malam lalu yang dihadiri lebih dari 3.000 orang umat Kristiani dan para undangan.
Pada momentum itu, Presiden Joko Widodo menyatakan semoga perayaan Natal tahun ini dapat memberikan kedamaian, dan dapat memberikan kesejahteraan bagi siapa saja di Tanah Air.
"Perayaan Natal kali ini juga kita harapkan benar-benar akan dapat membawa suasana damai bagi siapa saja yang merayakannya, termasuk saudara-saudara kita di tanah Papua ini," kata Jokowi.
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi mengucapkan selamat merayakan Natal bagi umat Kristiani di tanah Papua dan umumnya di Indonesia.
Presiden juga mengungkapkan bahwa rakyat Papua butuh didengar dan diajak bicara, selain membutuhkan dukungan pembangunan di bidang pendidikan, dan kesehatan, serta infrastruktur jalan dan jembatan.
"Saya melihat rakyat Papua tidak hanya butuh pelayanan kesehatan, tidak hanya butuh pelayanan pendidikan, tidak hanya pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan saja, tetapi juga butuh didengar dan diajak bicara," katanya.
Saat itulah, Jokowi mengaku kedatangannya ke Bumi Cenderawasih itu ingin mendekatkan diri dengan masyarakat di daerah itu.
Aksi "blusukan" pun terjadi, semenjak ia tiba di Bandara Sentani Jayapura, dan saat bertolak dari lokasi peletakan batu pertama pembangunan Phara Sentani, Kabupaten Jayapura, hingga di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dan Biak Numfor.
Dari Sentani menuju Kota Jayapura, tepatnya di Kampung Netar, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, kendaraan yang ditumpangi Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo sempat berhenti sekitar lima hingga sepuluh menit.
Ternyata Presiden Jokowi berhenti menyalami masyarakat akar rumput sekaligus berfoto bersama di sekitar perkampungan yang terletak tepat di bibir Danau Sentani.
"Kedatangan saya ke tanah Papua, saya ingin pergunakan sebanyak-banyak untuk lebih banyak mendengar suara rakyat Papua, semangat untuk mendengar dan berdialog dengan hati, dan ini yang ingin saya pergunakan sebagai fondasi untuk menata masa depan Papua," katanya.
"Satu lagi dasar saya dalam membicarakan persoalan-persoalan di Papua, kita ingin semuanya, kita akhiri konflik, jangan ada kekerasan, marilah kita bersatu. Yang masih didalam hutan, yang masih di atas gunung-gunung, marilah kita bersama-sama membangun Papua sebagai tanah yang damai," lanjutnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta semua pihak di daerah itu menanamkan rasa saling percaya satu sama lain sehingga koordinasi dan komunikasi dalam membangun atau menyelesaikan suatu masalah segera terwujud.
"Marilah kita pelihara rasa saling percaya sesama kita sehingga kita bisa berbicara dengan suasana yang damai dan sejuk karena dengan cara itulah Natal akan membawa kabar baik bagi kita semuanya," lanjutnya.
Tingkatkan Kesejahteraan
Jokowi mengaku puas setelah meletakkan batu pertama pembangunan pasar di Sentani.
"Sesuai dengan janji saya dan akan diikuti peletakan batu pertama pasar lainnya di Tanah Papua (Pasar Youtefa dan Pasar Mama-mama Papua)," katanya.
Ia berharap pasar tradisional yang akan dibangun itu tidak kalah dengan pasar modern, seperti mal dan pusat-pusat perbelanjaan modern lainnya.
Bahkan, Jokowi menekankan bahwa pasar tradisional itu hanya dibangun dalam rentang waktu setahun agar dapat segera dipergunakan masyarakat Papua untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Pasar ini akan dibangun selama satu tahun. Jadi, awal tahun depan (2016) sudah jadi pasar ini," kata Presiden Jokowi
"Akan tetapi, ada permintaan lagi dari mama-mama di Pasar Sentani, mereka sampaikan kepada saya, jika Natalan sudah di Jayapura, nanti tahun depan, tahun barunya juga di Papua lagi," kata Presiden Jokowi mencoba menirukan permintaan mama-mama pedagang di Pasar Phara Sentani.
"Saya sampaikan sekalian, setiap tahun saya ke Papua minimal tiga kali. Nanti kalau kira-kira, saya ke sini baru dua kali, minimal tiga kali, jadi tambah satu kali lagi," katanya disambut tepuk tangan oleh ribuan warga dan umat Kristiani di Papua.
Untuk itu, mantan Wali Kota Surakarta itu meminta Gubernur Papua Lukas Enembe dan Bupati Jayapura Mathiusa Awaitauw agar memperhatikan kelancaran pembangunan pasar yang merupakan janji politiknya pada saat capres lalu.
"Nanti, mama-mama pedagang tolong awasi, yah, pembangunan ini. Supaya cepat dibangun fisiknya," katanya.
"Kalau pasar ini tidak selesai tepat waktu, saya tidak jadi tahun baru (2016) di sini lagi. Tolong Bapak Gubernur dan Bapak Bupati mendengar hal ini," katanya.
Jokowi juga berjanji usai pasar itu dibangun, para pedagang, terutama mama-mama pedagang asli Papua, akan diberi pelatihan manajemen bagaimana berjualan, termasuk akan diberi modal.
"Jangan nanti setelah dilatih dan diberi modal, dibeli televisi," kata Presiden Jokowi disambut tawa oleh para warga dan pedagang di pasar itu.
Banyak kalangan di Papua menilai "blusukan" yang dilakukan Jokowi tidak hanya sekadar kunjungan dan inspeksi mendadak, atau kunjungan tak direncanakan, yang selama ini dikenal dalam tata perilaku birokrasi, dalam menata dan mengelola pemerintahannya.
"Blusukan" Jokowi itu merupakan gaya dirinya untuk menyerap dan mengerti aspirasi rakyatnya secara langsung, baik segi teknis, maupun nonteknis, termasuk suasana batin yang berkembang di tengah kehidupan bermasyrakat.
Kepekaan sosial dan spiritualnya sangat dominan dalam menyerap dan manangkap fenomena dan gejala yang ada di tengah masyarakat.
Juga tidak hanya sekadar meninjau sebagai bagian manajerial, tetapi lebih dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dengan solusi terbaik.
"Blusukan" Jokowi tak serta-merta dapat dilakukan dan dilaksanakan tanpa mengandalkan perilaku dasar manusia utama, yaitu selalu berlaku adil dan jujur kepada siapa pun juga dengan dilandasi nilai-nilai kemanusiaan dan nondiskriminasi.
Kini, tinggal menanti aksi lanjutan atau tindak lanjut dari "blusukan" Jokowi di Tanah Papua, yakni upaya nyata menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. (*)