Jayapura (ANTARA) - Sebagai kota yang tidak memiliki tambang seperti daerah lain di Papua, Jayapura cenderung hanya mengandalkan sektor pariwisata, perdagangan, dan jasa untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Meski begitu, negeri berjuluk Port Numbay yang juga dikenal sebagai kota pendidikan ini memiliki keindahan alam. Manakala potensi ini dikelola dan dikembangkan, berpotensi besar meningkatkan PAD kota transit tersebut.
Sektor pariwisata Kota Jayapura menjadi salah satu primadona yang menarik banyak wisatawan untuk berkunjung ke wilayah itu.
Objek wisata seperti Pantai Base-G, Pantai Hamadi, Holtekam, Hutan Mangrove, Bukit Jokowi, dan yang saat ini akan dikembangkan yakni air panas di Koya Barat, Distrik Muara Tami, bakal menjadi tujuan wisatawan Papua maupun dari luar provinsi.
Sejauh ini pengembangan wisata pantai dan wilayah konservasi hutan mangrove di sepanjang Pantai Hamadi hingga Holtekam oleh Dinas Pariwisata Kota Jayapura tanpa merusak lingkungan. Objek wisata ini menjadi lokasi baru yang bisa dikunjungi masyarakat setempat.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura, Papua, Matias Mano menyatakan pihaknya berharap ke depan masyarakat adat setempat tidak menjual lahan terutama di area sekitar tempat wisata.
Selain untuk menjaga ekosistem atau keseimbangan alam, kepemilikan lahan itu juga untuk anak cucu mereka, agar pada masa mendatang bisa menikmatinya. Selai itu, lahan tersebut juga memberikan penghidupan bagi masyarakat.
Salah satu contoh pengembangan pariwisata yang telah Dinas Pariwisata Jayapura bangun adalah Jembatan Geramba di Pantai Yehur atau sering dikenal dengan sebutan Pantai Bebek.
Hal tersebut dilakukan bekerja sama dengan semua komunitas di Kota Jayapura sehingga ke depan jika ada potensi-potensi lain seperti agrowisata berbasis lingkungan, juga bisa dilakukan bersama.
Dinas Pariwisata Kota Jayapura juga berencana menjadikan daerah transmigrasi di Koya, Distrik Muara Tami, sebagai agrowisata karena banyak perkebunan dan peternakan di wilayah itu. Kelak, akan ada kerja sama pemkot dengan pemilik lahan agar bisa berjalan lancar dan saling menguntungkan.
Kota Jayapura saat ini terus tumbuh dan berkembang sehingga perlu memperhatikan keseimbangan alam. Untuk itu bukit-bukit yang ada harus difungsikan sebagai lahan untuk menanam bunga dan pohon, agar dapat menjadi lokasi baru untuk dikunjungi warga.
Dengan demikian, masyarakat adat bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat dan lembaga adat serta pihak swasta, agar pengembangan wisata bisa lebih baik dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Faktor keamanan juga harus diperhatikan untuk menunjang kenyamanan wisatawan. Oleh karena itu, kerja sama pemerintah, masyarakat adat, dan semua komunitas harus ditingkatkan agar Jayapura bisa maju dan berkembang bersama-sama.
Menjaga kebersihan
Pengembangan pariwisata berbasis lingkungan perlu memperhatikan kebersihan lingkungan sehingga di titik-titik tertentu harus tersedia tempat/bak sampah, baik untuk menampung sampah organik maupun nonorganik.
Jika objek wisata itu tetap bersih, nyaman, dan sehat maka bikin betah wisatawan menikmati tempat wisata tersebut.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Jayapura Widi Hartanti mengatakan para pengembang wisata harus bisa memperhatikan lingkungan. Selain itu, sisi kebersihannya harus dijaga agar suasananya tetap alami.
"Boleh dikembangkan tetapi harus ditata dan dipercantik lagi sehingga menarik banyak pengunjung," katanya.
Pariwisata di Kota Jayapura saat ini telah berkembang lebih banyak di segala sisi, baik wisata pantai, alam, pantai, hingga wisata kuliner maupun wisata yang dibuat di sekitar tempat tinggal. Potensi ini memang perlu dikembangkan terus namun harus tetap memperhatikan lingkungan.
Menjaga lingkungan tidak hanya tugas pemerintah tetapi juga masyarakat. Oleh karena itu dalam pengembangan wisata, tanaman atau pohon tidak perlu ditebang karena justru akan memperkuat daya tarik objek wisata. Hal ini perlu ada komunikasi pemerintah dengan warga.
Pemerintah Kota Jayapura melalui Dinas Pariwisata setempat telah melakukan pelatihan pengelolaan wisata bagi warga asli Papua yang tinggal di sekitar lokasi wisata.
Pelatihan dan pendampingan tersebut sangat diperlukan guna meningkatkan kemampuan setiap pengelola wisata, mulai dari cara-cara mempromosikan pariwisata Kota Jayapura agar dikenal lebih luas hingga menata objek wisata.
Sejak 2018, kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Teluk Youtefa penuh dengan sampah plastik yang menumpuk di permukaan air, bahkan ketinggiannya mencapai hingga 30 sentimeter.
Hal tersebut tentu membuat ketidaknyamanan para wisatawan yang berkunjung ke taman wisata tersebut, sebab kebersihan objek wisata merupakan hal elementer yang wajib dijaga.
Untuk menjaga taman wisata alam tetap bersih terutama dari sampah plastik, anak-anak muda yang tergabung dalam Komunitas Pondok Konservasi Rumah Bakau Jayapura, mulai melakukan gerakan penggerebekan sampah agar kawasan wisata tetap bersih dari sampah terutama plastik.
Pendiri Pondok Koservasi Rumah Bakau Jayapura Abdel Gamel Naser mengatakan penggerebekan atau pengambilan sampah di dalam hutan bakau merupakan agenda rutin komunitas tersebut.
Hasilnya, sampah yang kini ditemukan dalam kawasan taman wisata tidak sebanyak dulu. Saat ini volume sampahnya sangat sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Apalagi hutan bakau di Taman Wisata Alam Teluk Yotefa juga menjadi dapur bagi masyarakat Kampung Engros, Nafri, dan Kampung Tobati sebagai tempat untuk mencari ikan maupun kerang.
Di kawasan ini juga ada bagian lokasi yang disebut Hutan Perempuan atau Tonotwiyat, yang dianggap sakral karena yang hanya boleh dimasuki oleh kaum perempuan.
Fungsi hutan bakau tidak hanya menjadi benteng terbaik penahan abrasi, namun juga menjadi lokasi ekowisata yang bisa menghasilkan nilai ekonomi masyarakat.
Kendati ada komunitas yang melakukan gerakan gerebek sampah, harus aga langkah konkret mengedukasi masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan.
Kebiasaan buang sampah pada tempatnya merupakan bagian gaya hidup sehat yang harus diterapkan termasuk di objek wisata Kota Jayapura.