Jayapura (Antara Papua) - Majelis Muslim Papua (MMP) menggelar seminar sehari bertema "Radikalisasi Agama versus Gerakan Papua Tanah Damai" di aula SMKN 3 Kota Jayapura, Papua, Sabtu.
Hadir sebagai narasumber tokoh plurarisme dan multikulturalisme yang juga Direktur Interfidei Yogyakarta Elga Sarapung, peneliti gerakan radikalisasi agama dari IPAC Solahudin, aktivis perdamaian Pastor Jhon Djongga, dan tokoh muslim Papua dari MMP Thaha Al Hamid.
Elga Sarapung mengatakan, seminar itu sangat penting untuk dilaksanakan di Papua guna mencegah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari isu atau radikalisasi agama yang bisa menghancurkan gerakan Papua tanah damai yang selama ini telah digaungkan oleh semua pihak di daerah ini.
"Saya menduga kelompok-kelompok radikalisasi agama sudah masuk ke Papua, tetapi mungkin belum terdeteksi secara baik. Hanya saja kita harus terus mencegah, karena kalau tidak bisa menjadi bumerang kedepan, konflik agama bisa saja terjadi di Papua seperti di Poso, Sulawesi Tengah," ujarnya.
"Di Papua, mulai dari sekarang kita harus antisipasi radikalisasi agama melalui sosialisasi di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi, karena kelompok itu punya cara untuk menarik perhatian dan rekrut orang baru," tambah Elga.
Sedangkan peneliti gerakan radikalisasi agama dari IPAC Solahudin menekankan pentingnya penegakkan hukum dalam menekan radikalisasi agama yang telah bertransformasi di Indonesia menjadi kelompok teroris atau lainnya harus dilakukan.
Menurut dia, pemerintah dalam menghadapi kelompok teroris begitu keras tetapi kepada kelompok-kelompok lainnya seperti kelompok intoleran yang berjumlah kurang lebih 50-an di seluruh Indonesia tidak disikapi secara serius.
"Maraknya intoleransi, kekerasan atas nama agama salah satunya, karena lemahnya penindakkan hukum kepada para pelaku. Seperti penutupun gereja tanpa ada konsukuensi hukum, misalnya kasus di Jakarta dan di Jawa Barat," katanya.
Solahudin mengaku belum mengetahui secara jelas radikalisasi atas nama agama di Papua, karena belum melakukan penelitian lebih lanjut tetapi kelompok-kelompok aliran sudah ada seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan lainnya.
"Intinya radikalisasi agama secepatnya harus dicegah, jangan sampai merusak tatanan yang ada di Papua. Tahun depan saya akan lakukan penelitian konflik komunal yang sering kali terjadi disini," kata Solahudin.
Sementara itu, akademisi dari kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) Marinus Yaung berpendapat seminar itu merupakan agenda kerja dari MMP sebagai langkah awal antisipasi radikalisasi agama masuk ke Papua, dan harus didukung oleh semua pihak.
"Dari seminar ini hanya ada tiga hal yang dapat saya simpulkan, pertama radikalisme yang bersumber dari agama berpotensi sekali mengganggu gerakan Papua tanah damai yang telah dan sedang digaungkan selama ini, sehingga negara lewat pihak keamanan perlu hadir untuk melakukan pendekatan hukum tanpa pandang bulu jangan sampai radikalisme ini menjadi SARA," katanya.
"Kedua, radikalisme harus ada penegakkan hukum agar tidak menyebar. Dan ketiga, Papua tanah damai harus di perjuangkan dan dibutuhkan keterlibatan aksi semua komponen tanpa memandang SARA," lanjut Marinus.
Sementara itu Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulityo Pudjo Hartono mengatakan, seminar yang digagas oleh salah satu ormas tersebut sangat baik karena mengangkat tema agama dan bagaimana merawat Papua menjadi tanah damai bagi semua pihak.
"Dari seminar ini kita bisa ambil hal-hal yang penting, damai untuk semua dan agama merupakan kepercayaan, yang bisa dikemas baik oleh para narasumber dalam seminar ini sehingga mendapatkan masukan-masukan yang positif bagi kita semua," katanya.
Seminar yang berlangsung kurang lebih enam jam itu juga hadiri Plt Kepala Sekretariat Komnas Ham Papua Frits Ramandey, dan Direktris Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) Latifah Anum Siregar.
Hadir pula akademisi dari kampus Universitas Cenderawasih Marinus Yaung, anggota Majelis Rakyat Papua Barat Aroby Ahmad Aiituarauw, pemerhati lingkungan dan dosen STIKOM Muhammadiyah Jayapura Yasminta Dian Wasaraka serta tokoh agama, perempuan dan pemuda. (*)