Jayapura (Antara Papua) - Pemerintah Provinsi Papua belum mematuhi larangan rapat di hotel, karena selain aturan pelaksanaannya belum ada, juga menghadapi keterbatasan ruangan milik negara.
"Larangan rapat di hotel itu kebijakan pusat, kami belum ada aturan pelaksanaannya atau belum ada referensi yang kuat, baru surat edaran yang belum ada tindak lanjutnya," kata Sekretaris daerah (Sekda) Papua Herry Dosinaen, usai upacara peringatan HUT ke-43 Korpri, di Jayapura, Selasa.
Herry mengemukakan hal itu ketika menanggapi Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 terkait larangan rapat di hotel.
Larangan tersebut mulai berlaku 1 Desember 2014, atau beberapa hari setelah surat edaran itu diterbitkan.
"Kita lihat saja situasi dan kondisinya, saya khawatir larangan itu hanya pernyataan elit politik ketika melihat masalah kontemporer, tidak lihat secara komprehensif," ujar Herry.
Menurut dia, jika Pemprov Papua mengundang pejabat dari 29 kabupaten/kota di provinsi paling timur Indonesia itu untuk menggelar rapat koordinasi, maka akan kesulitan merealisasikan rapat koordinasi itu jika harus menggunakan fasilitas negara.
Fasilitas negara di Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, belum memadai, sehingga selama ini rapat koordinasi akbar itu digelar di aula hotel.
"Makanya lihat sikonnya, kalau rapat koordinasi kami undang semua kabupaten/kota tentu tidak bisa di fasilitas pemerintah, dan akhirnya pakai hotel juga," ujarnya.
Herry mengakui, sementara ini Pemprov Papua masih tetap mengutamakan prinsip pengelolaan anggaran yang tepat guna, dan tepat sasaran, serta akuntabel.
"Yang penting semua terstruktur dan terencaana dengan baik, serta muara `output` dan `outcome` yang baik pula, tidak ada pemborosan uang negara," ujarnya. (*)