Biak (Antara Papua) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prof Yohana Susana Yembise mengakui, gagasan Kementerian Pendidikan untuk membuat terobosan sekolah penuh sehari (full day school) akan membebani hak bermain anak dan bertentangan dengan konvensi hak anak.
"Di negara maju saja waktu belajar anak idealnya tujuh jam belajar sehari, ya jika kita paksakan anak belajar seharian penuh maka dapat menghilangkan hak bermain dan hak berkreasi anak," ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise di Biak.
Ia mengakui, secara pribadi ia tidak setuju dengan konsep sekolah sehari penuh sebab dapat membebani belajar anak di sekolah.
Menteri Yohana mengakui, berencana akan bertemu Mendikbud Muhajir Effendy untuk berdiskusi mengenai wacana pelaksanaan sekolah penuh sehari.
"Saat ini ini saja beban anak di sekolah sangat berat karena memikul beban pelajaran, ya jika ini jadi diterapkan maka memberikan beban tambahan buat anak," ujar Menteri Yohana Yembise.
Dari kondisi belajar di setiap daerah, menurut Menteri Yohana, sangat berbeda dengan beragam karakteristik sendiri dan tingkat keterbatasan yang juga beragam.
Dia berharap, konsep belajar sehari jangan sampaikan dipaksakan untuk dapat diterapkan di berbagai daerah sebab akan meningkatkan beban tambahan penderitaan anak untuk menerima pelajaran di sekolah.
"Saya harapkan wacana Mendikbud untuk menerapkan belajar sehari penuh perlu dipertimbangkan matang karena ini menyangkut pemenuhan hak anak yang termuat dalam konvensi hak anak," ungkap Menteri asal Papua yang juga guru besar Pendidikan Universitas Cenderawasih Jayapura.
Menyinggung tentang kondisi anak di Papua, menurut Menteri Yohana Yembise, harus menjadi perhatian orang tua, keluarga dan sekolah setempat.
"Stop kekerasan terhadap anak. Penuhi hak anak di Papua, salah satunya mereka harus bersekolah dan tidak boleh ditelantarkan oleh siapapun," imbuh Menteri PPPA Yohana Yembise.
Selama di Biak Numfor, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak melakukan dengar pendapat tentang perempuan dan anak di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. (*)