Jayapura (Antara Papua) - Kementerian Sosial bertekad menerapkan program keluarga harapan (PKH) tahun 2016 di Provinsi Papua dan Papua Barat meskipun kondisi geografis dua provinsi ini masih memprihatinkan.
"Kementerian Sosial punya tekad dalam keadaan apapun juga Papua bisa harus mendapatkan PKH karena bisa mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk memperbaiki sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan sosial untuk bisa diakses oleh keluarga yang tidak mampu, termasuk persoalan lain, dan ketersediaan pendamping," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Raden Harry Hikmat di Jayapura, Rabu (7/9) malam.
Dia menjelaskan pendamping merupakan salah satu yang sangat penting dalam PKH karena bagaimana keluarga itu mempunyai komitmen dan melaksanakan kewajibannya untuk menyekolahkan anak juga ada motivasi tanpa ada dorongan.
"Ada pendampingan tanpa ada pendamping ini juga tidak berhasil karena itulah perekrutan pendamping juga dilakukan," ujarnya.
Kini untuk pendamping masih menyisahkan pekerjaan rumah (PR) dari 34 dan 21 di antaranya belum tersedia pendamping yang cukup secara rasio. Rasio pendaping itu satu pendamping itu sekitar 250 -300 keluarga.
"Nah ini juga merupakan tantangan tersendiri karena itulah dalam rapat persiapan ini kita juga memberikan kesempatan kepada Dinas Sosial kabupaten/kota untuk juga melakukan seleksi pendamping tahap kedua," ujarnya.
Ia menjelaskan, secara nasional kan sudah dilakukan dan melahirkan 9.000 pendamping karena Papua ini kebutuhannya belum terpenuhi kita buka gelombang kedua yang akan dipusatkan di Dinas Sosial.
"Mudah-mudahan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia di Papua paling tidak harapannya diutamakan yang sarjana kemudian memiliki pengalaman di bidang sosial dan juga latar belakang pendidikan juga sesuai dengan kebutuhan baik pendamping maupun operator itu bisa terukur dengan proses awal yang akan dibicarakan dengan pemerintah daerah dengan kabupaten/kota," ujarnya.
Demikian juga, katanya yang terpenting kondisionility dari PKH itu akan mendorong bukan hanya keluarga miskin bisa mendapatkan akses layanan pendidikan dan kesehatan dan kesejahteraan sosial itu lebih baik tetapi mendorong untuk pemerintah kabupaten/kota menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang cukup dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat
"Jadi PKH akses kan ternyata di sini puskesmas masih terbatas, sarana pendidikan mungkin SMA saja yang baru ada di pusat-pusat ibu kota, kalau di kecamatan/distrik SD mungkin sudah ada tapi juga temuan kami di beberapa kabupaten gurunya yang tidak cukup tersedia, ini kan kondisi ini yang menjadi bagian yang harus dibuka kepada publik," ujarnya.
Dengan adanya PKH kan bisa terbuka bahwa nanti ada anak yang belum berhasil nanti bisa sekolah ternyata bukan faktor keluarganya yang bukan tidak menginginkan anaknya masuk sekolah tetapi sekolahnya tidak ada, misalkan dia mau lanjutkan yang SMP berarti dia harus mendapatkan layanan SMP mungkin berbeda kabupaten kota yang puluhan kilometer atau ratusan kilometer yang sulit dijangkau
Mudah-mudahan dengan PKH inilah, seluruh kabupaten/kota yang sudah tersentuh PKH harapan kami infrastruktur sosial pelayanan dasar bisa bangkit, bisa semakin disediakan oleh pemerintah daerah sehingga warga masyarakat yang kurang mampu ini bisa mendapatkan layanan dari pemerintah.
"Kalau dari sisi kebutuhan satu pendamping itu bisa mengkaver 250-300, nah sekarang kalau kita punya data PKH yang saat ini sudah diterima oleh Papua itu untuk Provinsi Papua yakni Jayapura, Keerom, Kota Jayapura, Mimika dan Sarmi itu baru 11.132 peserta keluarga PKH sementara yang Papua Barat meliputi Kota Sorong, Manokwari, Manokwari Selatan itu baru 14.155 peserta keluarga PKH," ujarnya.
Kemudian tahun ini kan ada tambahan itu untuk Papua Barat itu 94.37 peserta keluarga PKH sementara untuk Papua Barat 41.122 peserta keluarga PKH sehingga kalau ini dijumlahkan yang baru dengan yang lama kurang lebih membutuhkan 40.000 pendamping itu yang idealnya.
Ia menambahkan, sekarang yang tersedia baru sekitar 30 persen dan termasuk yang sudah melamar dan sudah dinyatakan lulus jadi masih banyak pendamping yang masih harus disediakan untuk Papua dan Papua Barat sekitar 85.000 keluarga dan sekitar 30.000 pendamping. (*)