Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara sekaligus advokat, Irmanputra Sidin mengatakan pengaturan kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dimuat dalam revisi Undang-undang KPK mesti di hapuskan.
"Yang namanya revisi undang-undang secara umum itu sebuah keniscayaan, tidak mungkin kita tolak, tapi tidak semua item dari revisi itu perlu kita setujui," kata Irmanputra Sidin saat di hubungi, dari Jakarta, Minggu.
Salah satu yang perlu disoroti dari beberapa poin yang kini menjadi perbincangan yakni tentang usulan memberikan KPK kewenangan SP3 perkara tersebut, karena menurut dia hal itu tidak perlu ada dalam undang-undang nantinya.
Usulan itu menurut dia tidak tepat, sebab jika KPK memiliki kewenangan SP3 maka hal tersebut tentu juga akan memberikan kemudahan bagi institusi pemberantasan korupsi itu untuk mentersangkakan orang.
"Karena nanti dipikir (tersangkakan saja dulu), nanti dipikir (kalau tidak terbukti) di SP3-kan. Padahal prinsip konstitusional tidak boleh orang mudah ditersangkakan, dan sesungguhnya negara harus dipersulit mentersangkakan orang," tuturnya, menegaskan.
Proses hukum yang semestinya menurut dia, bukan dalam bentuk SP3 tetapi KPK harus memiliki tahapan yang jelas dengan tenggat waktu yang pasti dalam memproses suatu perkara.
Tenggat waktu ini sangat penting guna memberikan hak-hak kepastian hukum setiap orang yang berperkara di KPK. Para tersangka harus jelas status hukum mereka, selambat-lambatnya enam bulan dari penetapan tersangka.
"Paling lama enam bulan, tapi kalau bisa tiga bulan. Kalau sudah tersangka segera limpahkan ke pengadilan, kalau tidak maka status tersangkanya batal demi hukum, bukan karena SP3 dari KPK," ujarnya.