Boven Digoel (ANTARA) - Pernahkah kamu menginjakkan kaki di wilayah Papua paling Timur? Tentunya ada orang yang pernah datang ke Papua untuk urusan bisnis, pekerjaan bahkan untuk berlibur. Tapi banyak orang yang merasa kalau letak Papua itu sangat jauh. Papua termasuk ke dalam wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi cukup sulit untuk melihatnya secara mendalam.
Provinsi Papua memiliki kota-kota yang besar, ada juga tempat wisata kelas dunia seperti Wamena dan kehidupan lokal yang masih tradisional. Tapi wajah asli Papua tercermin pada gaya hidup dan kebiasaan penduduk lokal dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Jadi tujuan tulisan ini agar orang bisa mempelajari tentang Papua dilihat dari sudut pandang pendapat seorang warga bernama Asmarullah melalui profesinya mengenai kehidupan masyarakat setempat.
"Pada hari pertama pengobatan keliling oleh Klinik Asiki yang dikelola Korindo Group, kami berempat--satu dokter, dua perawat termasuk saya, dan satu bidan—tak bisa menyembunyikan perasaan yang berdebar-debar ini. Pengobatan keliling (mobile service) adalah layanan medis yang dilakukan oleh staf medis dengan mengunjungi desa-desa terpencil yang sulit mendapatkan pelayanan kesehatan,"ungkap Asmarullah dalam keterangan tertulis, Senin.
Ia mengakui, melalui perawatan pencegahan (preventive maintenance) pasien yang ditemukan membutuhkan perawatan darurat atau intensif akan langsung dibawa ke Klinik Asiki.
"Klinik kami sudah merencanakan pengobatan keliling ini setiap satu bulan sekali. Pada akhirnya kami dapat melaksanakan rencana tersebut saat ini.Kami berempat sangat sibuk mempersiapkan segala kebutuhan pengobatan keliling ini sejak jauh-jauh hari. Kami mengemas suplemen, nutrisi, dan vitamin untuk diberikan kepada penduduk desa,"ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, petugas pengobatan keliling juga mengecek berulang kali peralatan medis agar tidak terjadi masalah ketika sudah sampai di desa.
"Kami meminta kepada tim transpor yang akan membawa kami ke desa untuk memeriksa speedboat, longboat dan perahu motor supaya dapat berfungsi dengan baik,'ungkapnya.
Pada persiapan akhir, menurut Asmarullah, pihaknya menghubungi puskesmas untuk mendiskusikan penyakit utama yang menjangkiti masyarakat desa dan membahas perkiraan waktu perjalanan kami. Sebenarnya akan jauh lebih baik jika pasien bisa datang langsung ke Klinik Asiki karena kami dapat melakukan tindakkan medis dengan cepat dan menyembuhkan lebih banyak orang yang sakit.
Akan tetapi, akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Papua tidaklah mudah. Desa Obinangge terletak di Kecamatan KI, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.
Desa ini merupakan desa pertama yang akan kami kunjungi. Perjalanan menuju Desa Obinangge membutuhkan waktu selama tiga setengah jam dengan perahu dari Klinik Asiki tempat bertugas.
Dengan kata lain, lanjutnya, masyarakat Obinangge yang ingin mendapat pemeriksaan dari petugas keliling memerlukan waktu 210 menit perjalanan dengan perahu.
Namun, desa-desa yang dikunjungi untuk pengobatan keliling merupakan desa-desa terpencil dengan ekonomi dan infrastruktur yang buruk. Selain itu, penduduk desa banyak yang tidak memiliki perahu, bahkan menyewa saja tak mampu
"Saya sangat berharap dengan pengobatan keliling ini mampu mencegah datangnya penyakit serta dapat segera memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang membutuhkan. Hal itu merupakan impian saya sejak pertama kali memutuskan untuk menjadi seorang perawat,"ujarnya,
Tim medis kami termenung sambil naik ke kapal dengan banyak barang bawaan, “Apakah perawatan pertama kali ini dapat diselesaikan dengan baik?.
“Apakah kami akan disambut oleh penduduk desa?. Apakah perawatan medis kami dapat berfungsi menjaga kesehatan penduduk desa?”dan masih banyak pertanyaan lainnya yang menggambarkan kegelisahan kami,"ujarnya.
Momen “pertama” selalu berdampingan dengan kegembiraan dan ketakutan. Selain itu, ada juga keinginan yang kuat untuk menyelesaikan pengobatan keliling ini dengan baik.
Ketika tim kesehatan klinik Asiki berlabuh di jorong desa pihaknya tidak bisa melupakan wajah cerah, berseri, dan bahagia penduduk desa yang menunggu di tepi sungai. Petugas kesehatan keliling diterima dengan hangatnya oleh mereka.
"Tiba-tiba perasaan takut dan berdebar-debar yang kami rasakan di atas sungai selama tiga jam pun hilang seketika saat melihat senyum teduh mereka. Bahkan, kami optimistis dapat membuat pengobatan keliling ini jauh lebih menyenangkan di masa yang akan datang,"ungkapnya.
Desa Obinange terletak di lokasi yang terpencil yang jauh dari kesan modernitas. Petugas kesehatan keliling harus berjalan kaki lebih dari dua kilometer dari tepi sungai ke tempat tinggal penduduk desa.
Selama berjalan kaki menuju lokasi tim kesehatan bisa melihat pemandangan desa yang sepi dan asri, tetapi beberapa kali juga kami melihat rumah penduduk yang terlihat tidak paham akan kebersihan dan kesehatan.
Kami sampai di tempat perhentian sementara yang disiapkan oleh penduduk desa, lalu segera memulai perawatan medis. Jika tidak hemat waktu maka tidak dapat memeriksa semua penduduk desa.
Penyakit yang menjangkit penduduk desa Obinangge tak jauh berbeda dengan penduduk desa lainnya yang pernah datang ke Klinik Asiki, salah satunya penyakit karena kekurangan gizi.
Kata penduduk desa Obinangge selama pemeriksaan, mata penghidupan mereka berasal dari pertanian dan pemburuan hewan, tetapi biasanya makanan pokok mereka adalah sagu.
Penduduk lokal setempat juga menangkap ikan dari sungai Digoel yang telah diarungi petugas kesehatan keliling serta menanam buah-buahan seperti durian dan rambutan.
Meskipun penyakit yang diderita sama dengan warga desa yang lain, penyakit penduduk desa Obinangge sudah berada pada tahap lanjut atau lebih berbahaya. Penduduk desa Obinangge sangat senang dirawat oleh tim medis profesional karena mereka khawatirkan jika mengabaikan gejala-gejala ringan akan mengakibatkan penyakit serius.
Tiga jam berlalu sangat cepat setelah memeriksa penduduk desa dengan terburu-buru. Akhirnya, pengobatan keliling pertama sudah selesai. Penduduk desa Obinangge keluar untuk mengantarkan tim kesehatan klinik Asiki ke tepi sungai sama seperti saat petugas datang.
Ketika itu petugas kesehatan keliling tak bisa melupakan senyum cerah dan tatapan hangat yang terpancar di wajah mereka. Saya merasa ingin datang lagi.
"Akan tetapi, kami baru menyelesaikan desa yang pertama dari puluhan desa yang membutuhkan kehadiran kami. Mungkin desa yang lain juga menunggu kami seperti penduduk desa Obinangge. Kami memberitahu pada mereka, “Mungkin suatu waktu, saya akan kembali ke sini lagi. Kalau kalian sedang sakit, datanglah ke rumah sakit kami atau puskesmas terdekat,” lalu kami pun meninggalkan desa itu. Selamat tinggal, bye-bye! desa Obinangge. Sampai jumpa lagi!