Timika (ANTARA) - Keuskupan Timika meminta segera dibentuk tim independen untuk menyelidiki kasus penembakan dua petugas pastoral atau pewarta di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.
Administratur Keuskupan Timika Pastor Marthinus Kuayo Pr yang dihubungi dari Timika, Rabu, mengatakan kehadiran tim independen sangat diperlukan untuk mengungkap secara terang-benderang kasus-kasus penembakan yang marak terjadi di Kabupaten Intan Jaya akhir-akhir ini.
"Kami akan minta penyelidikan independen atas dua kejadian ini. Kami juga minta pelakunya harus dihukum," kata Pastor Marthinus.
Pastor Marthinus yang merangkap tugas sebagai Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Timika itu kembali menegaskan bahwa almarhum Rufinus Tigau yang tertembak hingga tewas oleh aparat pada Senin (26/10) merupakan seorang petugas pastoral atau pewarta di Stasi Jalae, Paroki Santo Mikhael Bilogai, Sugapa.
Sebelumnya, seorang pewarta atas nama Agustinus Duwitau juga tertembak pada Rabu (7/10) di daerah Domogau, Distrik Sugapa, sekitar pukul 07.00 WIT saat dalam perjalanan dari Pusat Paroki Bilogai menuju Stasi Emondi.
"Sejak 2015, dia bertugas sebagai katekis dan dilantik oleh Pastor Paroki Bilogai Pastor Yustinus Rahangiar Pr untuk menggantikan Frans Wandagau yang meninggal dunia," ujarnya.
Maraknya insiden penembakan terhadap petugas gereja di Intan Jaya akhir-akhir ini, katanya, membuat para petugas gereja maupun masyarakat setempat hidup dalam kondisi ketakutan dan merasa terancam keselamatan jiwa mereka.
"Kalau petugas gereja saja sudah diperlakukan seperti ini, apalagi masyarakat biasa. Semua orang di Intan Jaya sekarang ini merasa tidak aman dan terancam. Pertanyaan kami, apakah kondisi ini sengaja diciptakan atau terjadi kebetulan," kata Pastor Marthinus yang disebut-sebut sebagai kandidat terkuat menjadi Uskup Timika menggantikan almarhum Mgr John Philip Saklil Pr yang meninggal pada Agustus 2019.
Soal tudingan dari pihak aparat keamanan bahwa Rufinus terlibat dalam kegiatan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), Pastor Marthinus menilai hal itu merupakan klaim sepihak dari aparat keamanan.
"Itu cap yang biasa digunakan oleh aparat untuk menyebut semua orang Papua TPN-OPM kalau sudah mati tertembak. Itu cara-cara klasik untuk membenarkan tindakannya," ujarnya.
Gereja Katolik Keuskupan Timika meminta semua pihak menghentikan tindakan kekerasan di Intan Jaya, agar tidak semakin banyak nyawa melayang sia-sia.
"Kalau aksi tembak-menembak antara aparat keamanan dengan pihak TPN-OPM masih terus terjadi, maka sudah pasti akan terus jatuh korban jiwa. Bisa jadi imam atau pastor kami yang bertugas di sana juga menjadi korban, lalu dicap sebagai TPN-OPM. Kami dari pihak gereja tidak bisa menerima dan menyetujui tindakan-tindakan seperti itu," katanya pula.
Anggota KKB
Pasca insiden penembakan terhadap Rufinus, aparat keamanan TNI-Polri menegaskan yang bersangkutan merupakan anggota KKB.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Musthofa Kamal bahkan menyebut informasi soal penembakan Katekis Katolik dan seorang anak di bawah umur tidak benar alias hoaks.
Ia mengatakan kejadian sebenarnya adalah adanya kontak tembak antara tim gabungan TNI-Polri dengan KKB pimpinan Sabinus Waker, sayap militer OPM yang selama ini bercokol di Intan Jaya.
"Atas kejadian itu, satu orang dari KKB meninggal dunia atas nama Rufinus Tigau dan satu anggota KKB atas nama Hermanus Tipagau berhasil diamankan anggota gabungan dalam keadaan hidup," kata Kamal.
Menurut dia, tim melakukan tindakan tegas terukur terhadap pelaku karena melakukan perlawanan. Ia juga menyebut anggota KKB ketika itu diperkirakan berjumlah 50 orang.
Anggota KKB yang meninggal dunia dan satu orang yang diamankan tersebut, kata Kamal, terlibat dalam penembakan tim TGPF yang dipimpin Benny Mamoto pada tanggal 9 Oktober 2020 lalu.
“Hasil penyidikan tim membawa petunjuk lokasi persembunyian 50 orang KKB kelompok Sabinus Waker. Tepat setelah penindakan, beredar narasi penembakan terhadap remaja katekisan," ujarnya lagi.
Kamal menyebut diksi katekisan digunakan oleh KKB untuk menggiring opini berbasis agama.
Padahal, menurutnya, setelah dikonfirmasi pihak keluarga korban menyatakan remaja itu telah dengan sukarela bergabung dengan KKB.
"Pada penyerangan tersebut, remaja dipersenjatai mirip seperti strategi perang di Sudan. Kelompok pemberontak akan mengkader anak di bawah umur dan dipersenjatai untuk dibodohi menjadi tameng hidup saat terjadi penindakan," ujarnya lagi.
Klaim yang sama sebelumnya disampaikan Kepala Penerangan Kogabwilhan III Kolonel Czi IGN Suriastawa.
Menurutnya, penindakan ini merupakan hasil pengembangan pasca penghadangan TGPF oleh KKB pada 9 Oktober lalu.
"Hasil pengembangan dan pengumpulan informasi dari masyarakat, diperoleh informasi akurat bahwa salah satu kelompok KKSB bermarkas di Kampung Jalai, Distrik Sugapa," katanya.
Penindakan dimulai pukul 05.30 WIT oleh Tim Gabungan TNI-Polri dan berhasil menewaskan satu anggota KKB atasnama Rufinus Tigau dan mengamankan dua orang lainnya, salah satu mengaku adik dari Rufinus Tigau.
"Darinya diperoleh keterangan bahwa Rubinus Tigau memang aktif dalam aksi KKSB selama kurang lebih satu tahun terakhir," kata Suriastawa.
Disebutkan, atas permintaan pihak keluarga, korban tewas langsung dimakamkan di tempat. Tim Gabungan TNI Polri membantu menggali kubur. Saat pemakaman, katanya, pihak keluarga mengakui korban selama ini memang aktif dalam aksi KKB.
"Pasca kejadian di Hitadipa, ada kecenderungan korban dari pihak KKB selalu dikaitkan dengan tokoh agama. Di luar kasus Hitadipa, terdapat tiga kasus yang oleh KKB dikaitkan dengan tokoh agama," ujarnya.
Aparat TNI-Polri juga mempersoalkan masifnya intimidasi KKB untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora sambil berkumpul di rumah-rumah ibadah.
"Ini sangat disayangkan karena membawa-bawa sentimen agama untuk kepentingan aksinya. Jangan bermain-main dengan SARA," kata Suriastawa.
Suriastawa menyebut TNI-Polri sangat menghormati tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat di mana pun, termasuk di Papua.
"Tidak ada keuntungan berseberangan dengan tokoh-tokoh ini, apalagi membunuhnya. Justru TNI-Polri sangat membutuhkan kerja sama para tokoh ini karena dengan pengaruhnya yang sangat besar kepada masyarakat, dan seharusnya dapat menjadi contoh teladan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam kepatuhannya pada hukum Indonesia," kata Suriastawa.