Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta setiap kepala daerah menghindari praktik politik balas budi saat pemilihan kepala daerah (pilkada) dan menekankan pentingnya memiliki jiwa integritas dalam memimpin.
"Praktik balas budi inilah yang kerap menjerat kepala daerah dalam kasus-kasus yang tidak diharapkan seperti korupsi," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pemimpin daerah memegang peranan penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Stabilitas ekonomi dan politik di daerah juga menjadi etalase stabilitas nasional.
"Kepala daerah harus bisa menjaga hal tersebut. Kepala daerah harus bisa menciptakan iklim ekonomi dan politik yang sehat," katanya.
Kekuatan sikap dan integritas kepala daerah akan diuji dengan kepentingan donatur yang mendukung mereka saat pilkada. Berdasarkan informasi dari KPK, sekitar 82,3 persen calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam konstestasi pilkada serentak.
Jika calon yang diusung berhasil menjadi kepala daerah, maka para donatur akan berharap mendapat kemudahan perizinan berbisnis, kemudahan tender proyek lelang pemerintahan, dan keamanan dalam menjalankan berbisnis hingga mendapatkan prioritas bantuan langsung.
"Padahal, kelancaran ini yang sering membuat kepala daerah terjerat kasus korupsi," kata LaNyalla.
Oleh sebab itu, mantan Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tersebut meminta kesalahan-kesalahan seperti itu tidak diulangi kembali oleh kepala daerah.
"Hindari kasus yang dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat. Kepala daerah harus mewujudkan pemerintahan yang bersih. Para kepala daerah perlu mempertimbangkan keterlibatan para donatur dengan perjanjian tertentu," ujar dia.
Dengan alasan tersebut, LaNyalla mendukung pembekalan kepemimpinan pemerintahan dalam negeri bagi bupati, wali kota, wakil bupati, dan wakil wali kota hasil Pilkada Serentak 2020 yang dilakukan KPK.
"Melalui pembekalan ini kepala daerah harus mendukung strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK," ujarnya.
KPK sendiri telah menyusun beberapa pendekatan untuk mencegah korupsi. Pertama, pendekatan pendidikan masyarakat. Kedua, pendekatan pencegahan dan terakhir pendekatan penindakan.
Sebagai tambahan, KPK memaparkan tindak pidana korupsi di Indonesia berdasarkan jenis profesi dan jabatan. Mulai dari swasta 329 orang, anggota DPR dan DPRD 280 orang, eselon I, II dan III 235 orang, wali kota dan bupati 129 orang serta gubernur 21 orang.
Sedangkan modus yang digunakan didominasi oleh penyuapan dengan temuan 739 kasus, pengadaan barang dan jasa 236 kasus, dan penyalahgunaan anggaran 50 kasus.