Ketika korban COVID-19 tembus dua juta
Jakarta (ANTARA) - Dari hari ke hari dalam beberapa pekan terakhir, penularan virus corona (COVID-19) di Indonesia kian mengkhawatirkan dan semakin memicu perasaan campur aduk.
Pertambahan orang terkonfirmasi positif terpapar pada Senin (21/6) mengalami peningkatan signifikan, yaitu 14.536 kasus baru. Sehari sebelumnya, Ahad (20/6) bertambah 13.737 kasus.
Dengan pertambahan tersebut maka sejak diumumkan pertama kali pada 2 Maret 2020 dengan dua pasien, kini terakumulasi 2.004.445 kasus COVID-19 di Indonesia dengan 1.801.761 orang di antaranya telah pulih. Sebanyak 54.956 orang meninggal dunia akibat virus tersebut.
Di sisi lain, sebanyak 147.728 orang sedang menjalani perawatan untuk kesembuhannya. Mereka menjalani perawatan di rumah-rumah sakit maupun tempat isolasi.
Jumlah kasus aktif atau pasien yang tengah menjalani perawatan dan isolasi akibat COVID-19 saat ini menjadi 147.728 orang setelah ada pertambahan 5.009 orang pada Ahad. Terdapat pula 124.845 orang yang dikategorikan dalam suspek.
Kenaikan kasus COVID-19 itu dilaporkan setelah dilakukan pengujian terhadap 84.418 spesimen dari 62.361 orang. Total telah diuji 18.734.036 spesimen dari 12.533.392 orang sejak tahun lalu.
Menurut data Satgas Penanganan COVID-19, tingkat positif dengan jumlah tes (positivity rate) nasional untuk spesimen harian adalah 29,34 persen. Sementara tingkat positif nasional orang harian saat ini adalah 23,31 persen.
Provinsi yang melaporkan pasien COVID-19 baru terbanyak adalah DKI Jakarta dengan 5.014 kasus baru, Jawa Tengah (3.252), Jawa Barat (2.719), Jawa Timur (719) dan Yogyakarta yang melaporkan 662 kasus baru.
Provinsi DKI Jakarta menjadi daerah dengan akumulasi kasus dan pasien sembuh terbanyak, 479.043 kasus dan 438.739 pasien sembuh. Sementara Jawa Timur menjadi provinsi dengan total kematian terbanyak akibat COVID-19 dengan 12.044 orang meninggal dunia.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada Ahad (20/6), pertambahan kasus COVID-19 di Jakarta mencapai 5.582 orang dalam sehari.
Angka itu naik dibanding data sehari sebelumnya atau pada Sabtu (19/6) lalu, yang menembus 4.895 orang. Hingga Ahad, kasus aktif di Jakarta mencapai 30.142 orang.
Penuh
Dengan jumlah orang yang terkonfirmasi positif terus bertambah signifikan, beban terberat ada di tenaga kesehatan. Beban semakin berat ada pada fasilitas kesehatan.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengungkapkan 90 persen tempat tidur isolasi di rumah sakit (RS) rujukan COVID-19 telah terpakai. Padahal kapasitasnya terus ditambah, bahkan sudah lebih 10 ribu ruang isolasi dan "Intensive Care Unit" (ICU).
Saat ini tempat tidur isolasi tersisa 10 persen dari 9.000 unit. Artinya 90 persen sudah terisi.
"ICU 81 persen (tersisa 19 persen dari 1.000)," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti di Balai Kota DKI, Senin (21/6).
Saat ini ada 106 rumah sakit (RS) di Jakarta yang menangani pasien COVID-19 dan 13 RS di antaranya didedikasikan seutuhnya untuk penanganan pasien COVID-19. Sedangkan RS lainnya tetap menerima pasien dengan keluhan lain.
DKI tidak hanya menyiapkan rawat inap, tapi juga tempat rawatan apabila ada pasien COVID-19 yang memerlukan tindakan operasi, misalnya jika ada ibu hamil yang ingin menjalani operasi.
Pertambahan kasus tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tapi juga anak-anak.
Namun Dinas Kesehatan DKI Jakarta tidak menyediakan ruang khusus anak, meski peningkatan kasus COVID-19 di Ibu Kota diiringi tingginya angka kasus pada kelompok usia balita dan anak-anak.
Hal ini karena penanganan pandemi COVID-19 di Jakarta bukan berdasarkan usia, tapi kegawatdaruratan kasusnya, baik untuk penyediaan tempat isolasi di rumah sakit pemerintah ataupun di rumah sakit swasta ataupun fasilitas lainnya.
Mengingat semakin terbatasnya fasilitas kesehatan, masyarakat yang dinyatakan positif COVID-19 diimbau tidak berbondong-bondong ke rumah sakit. Pasien tanpa gejala dapat melakukan isolasi mandiri.
Jika kondisi rumah tidak memadai sebagai tempat isolasi, mereka dapat melapor kepada petugas untuk dicarikan solusi. Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan tempat-tempat isolasi termasuk Rumah Susun (Rusun) Nagrak Cilincing, Jakarta Utara, sebagai tempat isolasi.
Pengetatan
Tingginya angka kasus harian mengingatkan pada langkah pengetatan dan pembatasan yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam beberapa kali pengetatan dan pembatasan yang lebih ditingkatkan mampu menekan angka kasus harian.
Istilah "rem darurat" populer di publik ketika Gubernur Anies Baswedan memperketat aktivitas publik. Beberapa kali "rem darurat" dilakukan dan mampu mengerem angka kasus di Ibu Kota.
Awalnya ada dua warga Depok (Jawa Barat) terinfeksi COVID-19 berdasarkan hasil uji lab di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Awal wabah itu diumumkan pada 2 Maret 2020.
Kemudian pembatasan aktivitas publik dimulai 14 Maret. Selanjutnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan 10 April 2020 berlaku dua pekan untuk satu periode.
Meski diwarnai pro-kontra di publik, PSBB mampu mengerem laju pertambahan kasus harian. Akumulasinya, laju kasus COVID-19 bisa ditekan.
Mengapa saat ini tidak diberlakukan? Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan kebijakan rem darurat seiring dengan meningkatnya COVID-19 merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.
Kebijakan PPKM Mikro yang diterapkan selama ini selalu merujuk pada keputusan dari pusat, sedangkan PSBB diterapkan berdasarkan keputusan pemerintah daerah.
"Dulu kewenangan-nya ada di daerah (sehingga bisa tarik rem darurat). Sekarang kewenangan ada di pusat, sudah ada aturannya," kata Riza.
Sejak PPKM, semuanya dikoordinasikan lewat pemerintah pusat. PPKM Mikro ini adalah kebijakan pemerintah pusat untuk menguatkan koordinasi antarpemerintah daerah.
Harapannya peningkatan pembatasan dan pengeratan kali ini efektif menekan laju penularan virus corona yang sudah menginfeksi lebih dua juta orang di Indonesia.
Pertambahan orang terkonfirmasi positif terpapar pada Senin (21/6) mengalami peningkatan signifikan, yaitu 14.536 kasus baru. Sehari sebelumnya, Ahad (20/6) bertambah 13.737 kasus.
Dengan pertambahan tersebut maka sejak diumumkan pertama kali pada 2 Maret 2020 dengan dua pasien, kini terakumulasi 2.004.445 kasus COVID-19 di Indonesia dengan 1.801.761 orang di antaranya telah pulih. Sebanyak 54.956 orang meninggal dunia akibat virus tersebut.
Di sisi lain, sebanyak 147.728 orang sedang menjalani perawatan untuk kesembuhannya. Mereka menjalani perawatan di rumah-rumah sakit maupun tempat isolasi.
Jumlah kasus aktif atau pasien yang tengah menjalani perawatan dan isolasi akibat COVID-19 saat ini menjadi 147.728 orang setelah ada pertambahan 5.009 orang pada Ahad. Terdapat pula 124.845 orang yang dikategorikan dalam suspek.
Kenaikan kasus COVID-19 itu dilaporkan setelah dilakukan pengujian terhadap 84.418 spesimen dari 62.361 orang. Total telah diuji 18.734.036 spesimen dari 12.533.392 orang sejak tahun lalu.
Menurut data Satgas Penanganan COVID-19, tingkat positif dengan jumlah tes (positivity rate) nasional untuk spesimen harian adalah 29,34 persen. Sementara tingkat positif nasional orang harian saat ini adalah 23,31 persen.
Provinsi yang melaporkan pasien COVID-19 baru terbanyak adalah DKI Jakarta dengan 5.014 kasus baru, Jawa Tengah (3.252), Jawa Barat (2.719), Jawa Timur (719) dan Yogyakarta yang melaporkan 662 kasus baru.
Provinsi DKI Jakarta menjadi daerah dengan akumulasi kasus dan pasien sembuh terbanyak, 479.043 kasus dan 438.739 pasien sembuh. Sementara Jawa Timur menjadi provinsi dengan total kematian terbanyak akibat COVID-19 dengan 12.044 orang meninggal dunia.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada Ahad (20/6), pertambahan kasus COVID-19 di Jakarta mencapai 5.582 orang dalam sehari.
Angka itu naik dibanding data sehari sebelumnya atau pada Sabtu (19/6) lalu, yang menembus 4.895 orang. Hingga Ahad, kasus aktif di Jakarta mencapai 30.142 orang.
Penuh
Dengan jumlah orang yang terkonfirmasi positif terus bertambah signifikan, beban terberat ada di tenaga kesehatan. Beban semakin berat ada pada fasilitas kesehatan.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengungkapkan 90 persen tempat tidur isolasi di rumah sakit (RS) rujukan COVID-19 telah terpakai. Padahal kapasitasnya terus ditambah, bahkan sudah lebih 10 ribu ruang isolasi dan "Intensive Care Unit" (ICU).
Saat ini tempat tidur isolasi tersisa 10 persen dari 9.000 unit. Artinya 90 persen sudah terisi.
"ICU 81 persen (tersisa 19 persen dari 1.000)," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti di Balai Kota DKI, Senin (21/6).
Saat ini ada 106 rumah sakit (RS) di Jakarta yang menangani pasien COVID-19 dan 13 RS di antaranya didedikasikan seutuhnya untuk penanganan pasien COVID-19. Sedangkan RS lainnya tetap menerima pasien dengan keluhan lain.
DKI tidak hanya menyiapkan rawat inap, tapi juga tempat rawatan apabila ada pasien COVID-19 yang memerlukan tindakan operasi, misalnya jika ada ibu hamil yang ingin menjalani operasi.
Pertambahan kasus tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tapi juga anak-anak.
Namun Dinas Kesehatan DKI Jakarta tidak menyediakan ruang khusus anak, meski peningkatan kasus COVID-19 di Ibu Kota diiringi tingginya angka kasus pada kelompok usia balita dan anak-anak.
Hal ini karena penanganan pandemi COVID-19 di Jakarta bukan berdasarkan usia, tapi kegawatdaruratan kasusnya, baik untuk penyediaan tempat isolasi di rumah sakit pemerintah ataupun di rumah sakit swasta ataupun fasilitas lainnya.
Mengingat semakin terbatasnya fasilitas kesehatan, masyarakat yang dinyatakan positif COVID-19 diimbau tidak berbondong-bondong ke rumah sakit. Pasien tanpa gejala dapat melakukan isolasi mandiri.
Jika kondisi rumah tidak memadai sebagai tempat isolasi, mereka dapat melapor kepada petugas untuk dicarikan solusi. Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan tempat-tempat isolasi termasuk Rumah Susun (Rusun) Nagrak Cilincing, Jakarta Utara, sebagai tempat isolasi.
Pengetatan
Tingginya angka kasus harian mengingatkan pada langkah pengetatan dan pembatasan yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam beberapa kali pengetatan dan pembatasan yang lebih ditingkatkan mampu menekan angka kasus harian.
Istilah "rem darurat" populer di publik ketika Gubernur Anies Baswedan memperketat aktivitas publik. Beberapa kali "rem darurat" dilakukan dan mampu mengerem angka kasus di Ibu Kota.
Awalnya ada dua warga Depok (Jawa Barat) terinfeksi COVID-19 berdasarkan hasil uji lab di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Awal wabah itu diumumkan pada 2 Maret 2020.
Kemudian pembatasan aktivitas publik dimulai 14 Maret. Selanjutnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan 10 April 2020 berlaku dua pekan untuk satu periode.
Meski diwarnai pro-kontra di publik, PSBB mampu mengerem laju pertambahan kasus harian. Akumulasinya, laju kasus COVID-19 bisa ditekan.
Mengapa saat ini tidak diberlakukan? Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan kebijakan rem darurat seiring dengan meningkatnya COVID-19 merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.
Kebijakan PPKM Mikro yang diterapkan selama ini selalu merujuk pada keputusan dari pusat, sedangkan PSBB diterapkan berdasarkan keputusan pemerintah daerah.
"Dulu kewenangan-nya ada di daerah (sehingga bisa tarik rem darurat). Sekarang kewenangan ada di pusat, sudah ada aturannya," kata Riza.
Sejak PPKM, semuanya dikoordinasikan lewat pemerintah pusat. PPKM Mikro ini adalah kebijakan pemerintah pusat untuk menguatkan koordinasi antarpemerintah daerah.
Harapannya peningkatan pembatasan dan pengeratan kali ini efektif menekan laju penularan virus corona yang sudah menginfeksi lebih dua juta orang di Indonesia.