Jayapura (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengapresiasi Majelis Rakyat Papua yang berusaha menyalurkan aspirasi orang asli Bumi Cenderawasih khususnya terkait kebijakan perubahan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB).
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) RISufmi Dasco Ahmad dalam siaran pers di Jayapura, Kamis, mengatakan hal ni bagus dan perlu dicarikan jalan keluar terbaik agar tidak menimbulkan eskalasi konflik yang tinggi.
"Penduduk asli Papua harus diberi kesempatan untuk menyampaikan masukan atas kebijakan perubahan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB)," katanya usai menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Timotius Murib di Gedung Nusantara III DPR RI.
Menurut Sufmi, pihaknya sudah mendengar dan mencatat dua poin yakni tentang evaluasi UU Otsus Papua yang diminta oleh MRP supaya transparan dan terbuka guna melaksanakan tugas sesuai UU dan terkait dengan aspirasi menunda DOB.
“Memang pada 12 April lalu, rapat paripurna DPR RI sudah mengesahkan tiga RUU DOB sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI, tetapi dengan masukan MRP saya akan sampaikan pada pimpinan DPR lainnya, termasuk rekan-rekan di Komisi II, agar mempertimbangkan penundaan RUU DOB sampai ada putusan MK,” ujarnya.
Dia menjelaskan aspirasi yang disampaikan tersebut sangat masuk akal sebab sebagai penduduk asli Papua yang merasakan dampak dan manfaat UU Otsus tentu jika diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dinilai sangat wajar apalagi MRP telah meminta masukan dari penduduk di 28 kabupaten di Papua.
"DPR RI telah mengirimkan kepada Presiden dan DPR menunggu adanya surat presiden karena tanpa ada surat tersebut maka RUU ini tidak akan bisa dibahas.
Sebelumnya, Ketua MRP Timotius Murib mengatakan pihaknya meminta DPR RI menangguhkan rencana pembentukan DOB.
Menurut Timotius, pemerintah sedang memberlakukan moratorium kebijakan pemekaran wilayah dan pembentukan DOB serta karena rencana kebijakan DOB tidak didukung oleh kajian ilmiah.
“Pengalaman dalam pembentukan DOB selama ini tidak memiliki PAD yang tinggi, bahkan rendah sehingga membebani APBN dan DOB tidak dilakukan dengan aspirasi dari bawah,” katanya.
Dia menambahkan perubahan UU yang menambahkan ayat 1 dan ayat 2 membuat otonomi khusus tidak lagi menjadi pendekatan dari bawah ke atas, melainkan pendekatan dari atas ke bawah yang sentralistik.