Jayapura (ANTARA) - Siang itu, sang matahari nampak bersinar terang. Rentetan awan putih di jajaran langit biru terlihat manis berpadu. Meskipun hawa panas disertai terik matahari menyilaukan pandangan, Olaf Akwan salah satu pengumpul kayu di Kampung Skouw Sae, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua bersama dengan satu orang rekan sekerjanya tetap sibuk mengumpulkan batang-batang kayu yang hanyut di sepanjang pantai yang terkenal dengan garis pantai lurus serta pasir putihnya tersebut.
Batang-batang kayu hanyut tersebut diduga berasal dari aliran Kali Tami kemudian masuk ke perairan Muara Tami yang berada di wilayah Samudera Pasifik dan berbatasan dengan wilayah negara tetangga yakni Papua Nugini (PNG).
Warga di Kampung Skouw Sae, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua kini mendapat manfaat ekonomi dari mengumpulkan kayu-kayu yang hanyut dan berserakan di pantai setempat untuk bahan baku pencampur atau cofiring biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Holtekamp.
Dari hasil penjualan batang-batang kayu tersebut, dalam sehari Olaf bersama warga lainnya dengan tiga kali pengantaran ke pengepul dapat meraup keuntungan yang lumayan tinggi.
Menurut dia, kayu tersebut merupakan batang pohon yang hanyut dan dikumpulkan warga dari sepanjang pinggiran pantai pada wilayah setempat. Biasanya kayu-kayu hanyut tersebut ukurannya berbeda-beda.
Dalam sehari Olaf bersama beberapa warga lainnya dapat mengumpulkan sekitar 100-300 batang kayu hanyut terbawa ombak yang kemudian dijual ke pihak pengepul, yakni pemilik truk. Dari pengepul ini kayu tersebut dipasok ke PT Surya Muda Laksana, selaku perusahaan mitra PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) penyuplai serpihan kayu atau woodchip untuk bahan bakar cofiring biomassa di PLTU Holtekamp.
Olaf menerima pembayaran mingguan yang kemudian dibagi rata sesuai dengan jumlah warga yang ikut dalam proses pengumpulan batang kayu tersebut.
“Pendapatannya lumayan, lebih baik dibandingkan dengan kerja serabutan yang beberapa waktu lalu, baik saya maupun beberapa warga jalani,” kata Olaf.
Olaf dan warga lainnya sebelumnya bekerja serabutan, seperti menjadi tukang ojek, sopir angkutan umum, dan pengumpul kelapa di Pasar Skouw Wutung yang berada pada wilayah Perbatasan RI-Papua Nugini.
Senada dengan Olaf Akwan, Chris Lomo yang juga pengumpul kayu, mengatakan kerja mengumpulkan batang kayu hanyut di pinggir pantai lebih menjanjikan dari pada pekerjaan sebelumnya.
Usaha ini lebih cepat mendatangkan upah untuk warga di sekitar lokasi pengumpulan kayu sehingga dengan adanya program cofiring biomassa dari PLTU Holtekamp sangat membantu kebutuhan sehari-hari.
"Karena pagi dan siang bekerja, malam sudah menerima hasilnya,” kata Chris, yang baru melakoni profesi itu selama dua bulan terakhir.
Chris menjelaskan dari hasil pengumpulan kayu bisa membiaya sekolah anak-anaknya.
Daya Tarik Wisata
Wilayah Skouw selama ini terkenal dengan pantai yang luas dan berpasir putih. Pantai Skouw sendiri menawarkan pemandangan indah dengan garis pantai lurus yang mencakup tiga kampung yakni Skouw Sae, Skouw Yambe, dan Skouw Mabo yang berada di Kawasan Perbatasan RI-Papua Nugini (PNG).
Warga Skouw Mabo mengharapkan proses pengumpulan batang kayu yang hanyut dapat membersihkan pantai yang terkesan kotor dan menjadikannya salah satu daya tarik wisata di wilayah setempat.
Lamada Mallow, salah satu warga Skouw Mabo yang juga berprofesi sebagai pengepul kayu untuk keperluan cofiring biomassa dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Holtekamp di Jayapura, Kamis, mengatakan sepanjang pantai yang terkesan kotor kini terlihat lebih bersih.
"Saya orang asli penduduk di Skouw Mabo dan telah bekerja menjadi pengepul kurang lebih tiga tahun, kini masyarakat mendapatkan manfaat dari program cofiring karena mereka bisa melihat Pantai Skouw Mabo ini menjadi lebih bersih," katanya.
Dengan bersihnya Pantai Skouw Mabo maka masyarakat setempat akan memiliki peluang untuk membuka usaha di bidang pariwisata dengan menjadikan wilayahnya sebagai tempat wisata baru.
"Otomatis ini akan mendatangkan pendapatan baru dari sisi daya tarik wisata," ujarnya.
Nantinya, masyarakat di Kampung Skouw Mabo, tidak hanya memperoleh pendapatan dari penjualan kayu yang hanyut untuk cofiring biomassa, namun juga pendapatan dari pengelolaan tempat wisata.
Kini proses pengambilan limbah kayu mengarah ke Pantai Skouw Sae, untuk itu warga berharap program cofiring biomassa ini bisa berlanjut.
Lamada bahkan berharap program cofiring biomassa dapat terus berlanjut karena selain memberikan dampak pada perekonomian namun juga dari sisi lingkungan, di mana pantai yang ada di sepanjang Kampung Skouw menjadi lebih bersih.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura Erid Rumansara mengatakan program cofiring biomassa yang sedang diterapkan oleh pihak PLTU Holtekam sangat didukung karena bahan baku yang digunakan berasal dari limbah kayu hanyut di Pantai Skouw.
Hal itu berdampak pada kebersihan lingkungan terutama pada kondisi Pantai Skouw saat ini.
Oleh sebab itu, Dinas Pariwisata Kota Jayapura meminta kepada seluruh masyarakat agar terus menjaga pantai yang ada di wilayah setempat tetap bersih.
“Dengan begitu akan menjadi daya tarik bagi bagi wisatawan nantinya,” kata Erid.
Solusi Energi Bersih
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Holtekamp menyatakan siap menjadi bagian dari solusi energi yang lebih bersih, berkelanjutan dan inklusif di Tanah Papua melalui penerapan metode cofiring biomassa menggunakan woodchip.
Supervisor Senior Operasi PLTU Holtekam Nanang Eka Saputra mengatakan pasalnya, cofiring biomassa memberikan dampak yang sangat positif bagi kehidupan masyarakat dari sisi lingkungan dan sosial.
Dari sisi lingkungan, penggunaan biomassa sebagai bahan bakar campuran batu bara sangat membantu menurunkan emisi gas rumah kaca khususnya pada CO2 karena biomassa dianggap sebagai sumber energi yang lebih netral.
Sehingga ini tentunya sejalan dengan komitmen PLTU mendukung program transisi energi dan nett zero emisi 2060.
"Kemudian dari sisi sosial, implementasi cofiring membuka peluang untuk ekonomi baru di Tanah Papua khususnya pada masyarakat yang ada di sekitar PLTU Holtekamp," kata Nanang.
Mulai dari pengumpulan, pengolahan serta distribusi biomassa woodchip hingga ke pertanian dan biomassa kehutanan yang telah melalui kelompok masyarakat sehingga membantu menciptakan lapangan kerja baru dan menggerakkan ekonomi lokal.
PLTU Holtekamp masih berada di tahap awal untuk mengimplementasikan cofiring biomassa dengan jenis woodchip namun secara bertahap sudah dilakukan.
Sehingga secara bertahap terus melakukan perbaikian sehingga menemukan progres yang cukup menggembirakan dan cukup baik, di mana kini pihaknya kami telah melakukan uji coba cofiring dengan menggunakan biomassa woodchip.
"Persentase cofiring sekitar 15-20 persen, di mana dalam jangka menengah kami menargetkan bisa mencapai 35 persen bauran biomassa sesuai dengan arahan dari pusat," ujarnya lagi.
Cofiring biomassa adalah proses pembakaran campuran bahan bakar fosil (seperti batu bara) dengan bahan bakar biomassa (seperti serbuk gergaji, sekam padi, atau cangkang sawit) dalam sistem pembakaran yang sama. Ini merupakan metode untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan emisi gas rumah kaca, serta memanfaatkan energi terbarukan.
Pemanfaatan biomassa yang berkelanjutan juga penting untuk memastikan ketersediaan biomassa yang cukup dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

