Biak (Antara Papua) - Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, menyatakan, program pendidikan akta mengajar harus legal dan hanya diselenggarakan perguruan tinggi yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.
"Tidak dibenarkan menyelenggarakan program akta mengajar jika dilakukan bukan oleh lembaga pendidikan tinggi. Karena itu kami telah menegur lembaga yang melaksanakan pendidikan akta mengajar secara ilegal di sini," kata Koordinator Kopertis XIV Festus Simbiak, di Biak, Jumat, menanggapi program akta mengajar yang diselenggarakan lembaga di Biak.
Ia mengatakan, sesuai ketentuan Pasal 28 (3) UU Pendidikan Tinggi, gelar akademik dan gelar vokasi yang dinyatakan tidak sah akan dicabut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Pencabutan gelar itu, lanjut Festus, bila dikeluarkan perguruan tinggi dan/atau prodi yang tidak terakreditasi; perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan tinggi yang tanpa hak mengeluarkan gelar akademik dan gelar vokasi.
Sedangkan ayat 4 regulasi itu menyebutkan, gelar profesi dinyatakan tidak sah dan dicabut oleh Mendikbud bila dikeluarkan oleh perguruan tinggi dan/ atau prodi yang tidak terakreditasi; perseorangan, organisasi, atau lembaga lain yang tanpa hak mengeluarkan gelar profesi.
"Ijazah atau sertifikat keahlian tertentu diberikan kepada lulusan pendidikan akademik dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/ atau penyelesaian suatu prodi terakreditasi yang diselenggarakan perguruan tinggi," katanya.
Melalui ketentuan ini, lanjut Festus, setiap ijazah yang ditetapkan/ dikeluarkan selain bukan dari perguruan tinggi dinyatakan tidak sah alias ilegal.
"Sanksi hukum bisa dikenakan kepada lembaga atau perseorangan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi secara tidak sah, yakni bisa dijerat tindak pidana dengan ancaman denda Rp1 miliar dan penjara selama 10 tahun," ujarnya.
Kopertis XIV telah mengeluarkan surat teguran kepada lembaga penyelenggara pendidikan akta mengajar yang tidak sah sebab tindakan ini akan merugikan orang lain serta merusak sistem pendidikan di Papua. (*)