Pagi itu sinar matahari menyelinap melalui pohon-pohon besar di halaman Sekolah Luar Biasa (SLB) Bangun Putra, di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) .
Kicauan burung dan hembusan angin tenggelam bersama celoteh-celoteh riang dari salah satu sudut selasar sekolah.
Di selasar tersebut beberapa anak tingkat sekolah dasar (SD) tengah duduk menunggu kelas dimulai. Ada juga sebagian dari mereka yang memperhatikan banyaknya orang datang. Pagi itu sekolah tersebut kedatangan tim media massa yang difasilitasi Kementerian Kesehatan RI.
Salah satu anak perempuan berinisial NY (9) terlihat duduk menyendiri dan termenung, fikirannya terlihat kosong dan raut wajahnya seakan sedang berfikir keras.
Tidak lama kemudian, dia mendekat ke gurunya, lalu memeluk sang ibu guru dengan cukup erat.
Sang ibu guru balas memeluk, lalu mengajaknya berkomunikasi, meskipun terkadang kata-kata yang diucapkan tidak begitu jelas.
Ibu guru tersebut bernama Sri Hidayati (57), dirinya sudah lima tahun mengajar di sekolah tersebut.
Sri mengungkapkan, anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut memerlukan perhatian khusus.
"Kita harus membangun kedekatan seperti orang tuanya sendiri, karena mereka membutuhkan perhatian yang sangat khusus," katanya.
Dia menambahkan, ada lebih dari 70 murid yang bersekolah di tempat tersebut.
Mereka memiliki berbagai keterbatasan dan kebutuhan khusus, sebagian diantaranya merupakan anak-anak tuna daksa, autis, IQ rendah, down syndrome dan lain sebagainya.
Bakat Khusus
Sementara itu, tidak jauh dari N, berdiri seorang anak laki-laki berinisial HG (13) yang tengah asyik menggoyang-goyangkan kaki dan tangannya.
Dia membuat gerakan-gerakan, layaknya penari-penari di televisi.
Setelah asyik menari, dia bergumam dengan kata-kata yang kurang jelas.
"Welkop, welkop," gumamnya.
Ibu Guru Sri Hidayati menjelaskan, HG merupakan salah satu murid berkebutuhan khusus yang gemar menari.
"Welkop yang dia maksud adalah laptop (komputer jinjing), selama ini kami beberapa kali menunjukkan tari-tarian melalui tayangan di latptop dan dia menirukannya," katanya.
Meski pandai menari, namun HG, tambah dia, merupakan salah satu murid yang masih kesulitan berbicara.
"Karena itu, kami, para guru, harus sering mengajak mereka berkomunikasi, karena mereka membutuhkan interaksi yang optimal," katanya.
Selain baca tulis dan menghitung serta pengetahuan umum dasar yang diberikan, murid-murid di sekolah tersebut juga kerap diajarkan berbagai keterampilan khusus.
Diantaranya melukis, menari, bernyanyi, pertanian, kerajinan tangan, drum band dan lain sebagainya.
"Mereka diajarkan sesuai bakat khusus yang mereka miliki, kami kadang memperbanyak mengajarkan keterampilan khusus dibanding baca tulis dan menghitung, agar mereka tidak bosan," katanya.
Merajut Semangat
Meskipun memiliki keterbatasan-keterbatasan masing-masing, para murid di sekolah tersebut tampak antusias mengikuti berbagai kegiatan yang disediakan di sekolah.
Meskipun, kadang mereka terlihat asyik sendiri, berlari ke sana ke mari, namun mereka terlihat sangat menikmati suasana kekeluargaan yang tercipta di sekolah khusus tersebut.
Bahkan, Sri mengatakan mereka sangat rajin masuk sekolah, dan tidak bermalas-malasan.
Contohnya anak laki-laki berinisial MNR (10). Penyakit Cerebral Palsy yang pernah dia derita membuat dia sulit berdiri sendiri dan harus mendapatkan perawatan terapi secara intensif.
Namun, semangatnya tidak terlihat surut, dia termasuk murid yang sangat rajin sekolah, dan selalu riang gembira saat berada di kelas.
Uniknya, MNR tidak pernah sendirian, sudah sekitar tiga tahun lebih dia bersekolah, ibunya selalu mendampingi.
Sang ibunda selalu menggendongnya, bahkan di dalam kelas, karena tanpa bantuan ibunya, MNR tidak bisa duduk dengan sempurna.
"Saya seperti sekolah lagi, tiap hari ikut di dalam kelas," kata sang ibu.
Sang ibu yang kerap disapa Bu Pur tersebut menurutkan, dirinya selalu bersemangat mengantar dan mendampingi anaknya hingga di dalam kelas.
Pasalnya, sang anak juga terlihat sangat bersemangat saat mendapatkan semua pelajaran dan keterampilan yang diberikan.
"MNR ingin jadi penulis, dia sangat mengidolakan Mahfud MD," kata Bu Pur.
MNR, tambah dia, juga mengidolakan Presiden Joko Widodo.
Hingga saat ini, kata Bu Pur, MNR selalu mengikuti sesi terapi dan tampak ada kemajuan meskipun sedikit-sedikit.
Dia berharap, semangat yang dimiliki putera-nya yang berkebutuhan khusus tersebut, bisa membawa si anak pada kesuksesan di masa mendatang, dan memilihi hati yang kuat untuk melawan kerasnya kehidupan.
Setidaknya, meskipun mereka memiliki keterbatasan, tapi mereka memiliki harapan untuk mewujudkan mimpi.
Bahkan, sang ibu rela mundur dari pekerjaannya sebagai staf pengajar, untuk menjadi "pengajar khusus" dan sahabat dekat bagi anaknya. (*)