Timika (ANTARA) - Legislator yang tergabung di Komisi C DPRD Mimika, Papua, meminta Pemkab setempat agar lebih selektif dalam memilih figur yang ditempatkan sebagai kepala Puskesmas agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak terbengkalai.
Ketua Komisi C DPRD Mimika M Nurman Karupukaro di Timika, Senin, mengatakan kasus penutupan pelayanan kesehatan oleh pegawai Puskesmas Wania pada Senin pagi bermula dari ulah kepala Puskesmas itu, Nicolaus Letsoin yang belum membayar hak-hak pegawai berupa honor jasa pelayanan operasional yang bersumber dari Dana Operasional Kesehatan/DOK dan Jaminan Kesehatan Nasional/JKN.
"Kami minta kepada pemerintah daerah agar ke depan tolong mencari figur yang tepat untuk memimpin Puskesmas. Harus orang yang benar-benar bertanggung jawab, sebab sudah banyak terjadi di Mimika Puskesmas tidak pernah beraktivitas karena petugas dan kapus tidak pernah berada di tempat selama berbulan-bulan. Kalau kinerja mereka sudah seperti itu, bagaimana mau melayani masyarakat secara baik," kata Nurman.
Nurman menyebut sejumlah kasus terbengkalainya pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas seperti pernah terjadi di Puskesmas Agimuga, Puskesmas Kokonao, Puskesmas Wakia dan lainnya seharusnya sudah lama menjadi perhatian serius dari Pemkab Mimika.
Pemilihan dan penunjukan pejabat kepala Puskesmas di wilayah pedalaman dan pesisir Mimika, katanya, selama ini tidak didasarkan pada standar kinerja tapi lebih kepada unsur pertemanan atau unsur kekeluargaan bahkan karena mempertimbangkan unsur putra daerah.
"Ke depan hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi, bagaimana mau mendorong kinerja Puskesmas yang bagus kalau penunjukan kepala Puskesmas-nya berdasarkan unsur keluarga. Kami juga heran penentuan kepala Puskesmas bukan berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan sebagai atasan langsung Puskesmas, tapi dilakukan oleh Badan Kepegawaian dan Diklat/BKD," kata politisi dari Partai Gerindra itu.
DPRD Mimika meminta para pegawai Puskesmas Wania yang sempat menutup pelayanan kesehatan kepada masyarakat agar tidak mengulangi kesalahan serupa.
"Kami tentu menyesalkan penutupan pelayanan di Puskesmas Wania. Masa gara-gara honor lantas harus menutup pelayanan, lalu masyarakat mau berobat kemana? Kami minta Kepala Dinas Kesehatan untuk memberhentikan pegawai yang bekerja tidak becus karena hanya akan membebani anggaran daerah," ujar Nurman.
Menurut dia, kinerja petugas kesehatan maupun tenaga pendidik di pedalaman, pesisir bahkan di perkotaan di Mimika kini sangat memprihatinkan lantaran sebagian besar dari mereka tidak masuk hingga berbulan-bulan tanpa mendapat sanksi tegas dari atasan.
Kondisi itu, katanya, berbeda jauh dengan kinerja ASN pada periode 1960-an hingga 1990-an di Mimika dimana para petugas kesehatan dan guru-guru rela mengabdi di tengah masyarakat di wilayah pedalaman kendati tidak menerima gaji selama berbulan-bulan.
Sekretaris Dinkes Mimika Reynold Ubra menyebut saat ini terdapat sekitar 1.600 tenaga kesehatan mengabdi di lingkungan Pemkab Mimika baik sebagai ASN maupun tenaga honorer.
Khusus di Puskesmas Wania, katanya, kini terdapat 130-an pegawai yang bertugas.
"Berdasarkan analisis beban kerja yang kami lakukan pada bulan Mei lalu, Puskesmas Wania hanya membutuhkan tenaga dengan jumlah sekitar 30-an orang untuk memberikan sembilan jenis layanan utama. Jadi, jangan coba-coba bagi ASN, apalagi tenaga honor untuk melakukan demo atau menutup pelayanan karena janji profesi anda siap mengabdi untuk masyarakat. Kalau tidak mau melayani masyarakat, silakan bukan klinik atau rumah sakit sendiri," kata Reynold.