KPK panggil lima saksi terkait kasus pencucian uang Soetikno Soedardjo
Kelimanya dipanggil untuk tersangka SS (Soetikno Soedardjo)
Jakarta (ANTARA) - KPK memanggil lima saksi dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo.
Kelima saksi tersebut adalah karyawan PT Dimitri Utama Abadi Amanda Pradita, pensiunan PT Dimitri Utama Abadi Zulhaida, karyawan swasta Dahlia Ambarwati serta dua karyawan PT Mugi Rekso Abadi Tita Wahyudi dan Widhi Darmawan.
"Kelimanya dipanggil untuk tersangka SS (Soetikno Soedardjo)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
KPK mengumumkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada 7 Agustus 2019.
Kasus TPPU tersebut merupakan pengembangan dari suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Selain Emirsyah dan Soektikno, KPK juga menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012 Hadinoto Soedigno sebagai tersangka baru kasus suap tersebut.
Untuk program peremajaan pesawat, lanjut Syarif, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS.
Keempat kontrak yang dimaksud adalah yaitu kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut serta komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Rincian pemberian Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto, yakni pertama untuk Emirsyah, Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 ribu dolar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.
Kedua untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Sebelumnya, KPK pada 16 Januari 2017 telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno sebesar 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau setara Rp20 miliar.
Suap tersebut berwujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan di Indonesia. Suap tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan mesin Roll-Royce untuk pesawat Airbus yang dipesan sepanjang dirinya menjabat sebagai Direktur Utama.
Kelima saksi tersebut adalah karyawan PT Dimitri Utama Abadi Amanda Pradita, pensiunan PT Dimitri Utama Abadi Zulhaida, karyawan swasta Dahlia Ambarwati serta dua karyawan PT Mugi Rekso Abadi Tita Wahyudi dan Widhi Darmawan.
"Kelimanya dipanggil untuk tersangka SS (Soetikno Soedardjo)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
KPK mengumumkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada 7 Agustus 2019.
Kasus TPPU tersebut merupakan pengembangan dari suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Selain Emirsyah dan Soektikno, KPK juga menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012 Hadinoto Soedigno sebagai tersangka baru kasus suap tersebut.
Untuk program peremajaan pesawat, lanjut Syarif, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS.
Keempat kontrak yang dimaksud adalah yaitu kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut serta komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Rincian pemberian Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto, yakni pertama untuk Emirsyah, Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 ribu dolar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.
Kedua untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Sebelumnya, KPK pada 16 Januari 2017 telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno sebesar 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau setara Rp20 miliar.
Suap tersebut berwujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan di Indonesia. Suap tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan mesin Roll-Royce untuk pesawat Airbus yang dipesan sepanjang dirinya menjabat sebagai Direktur Utama.