Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal menyambut baik dan mendukung adanya wacana penghapusan Ujian Nasional (UN) di sekolah sebagaimana yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
"Ya menyambut baik dan mendukung karena selama ini sistem pendidikan kita masih salah dalam hal implementasi. Jadi dikembalikan kepada yang benar," kata dia di Jakarta, Jumat.
Indikator kesalahan implementasi tersebut, menurutnya, merujuk pada Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sebab, sebenarnya UU itu sendiri bertujuan menilai dari seluruh pendidikan dan kompetensi sekolah. Bukan malah menilai anak atau individunya.
Misalnya, ketika mata pelajaran Bahasa Inggris kurang baik maka hal itu berarti perlu adanya peningkatan kompetensi di bidang tersebut.
"Jadi penilaiannya tidak kepada siswa, tapi menyeluruh pada sistem. Mungkin bisa diawali dengan mengambil sampel di sejumlah daerah," ujar dia.
Menurutnya, dikarenakan implementasi yang dilakukan selama ini sudah salah secara menyeluruh, maka ke depannya perlu kajian secara menyeluruh pula.
Ia mengakui penerapan wacana penghapusan UN tidak mungkin dapat dilakukan pada 2020 sebab ada aturan hukum termasuk Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang harus direvisi terlebih dahulu.
Sejauh ini, ia mengaku belum berkomunikasi langsung dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) sehingga ke depan akan diadakan rapat kerja bersama untuk mengetahui bagaimana skema pergantian tersebut serta hal terkait lainnya.
"Kita dari Komisi X juga mengajukan untuk Program Legislasi Nasional. Itu revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional," katanya.
Jika memang wacananya baik, skema dan kajiannya sudah komprehensif serta hal-hal lain di antaranya bagaimana tes kemampuan anak ke depan, tentu akan dirumuskan.
Sebelumnya, Mendikbud RI Nadiem Makarim menjelaskan wacana penghapusan UN muncul karena banyak aspirasi dari masyarakat, guru, murid dan orang tua mengenai UN. Hal serupa sebenarnya sudah diinisiasi oleh Mendikbud sebelumnya yakni Muhadjir Effendy, namun mendapat banyak pertentangan dari sejumlah kalangan.
Pada awal 2019, Kemendikbud telah menyiapkan Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) sebagai sistem penilaian untuk pemetaan kualitas pendidikan pengganti UN. AKSI tersebut mirip dengan sistem penilaian internasional yakni Programme for International Students Assessment (PISA).
Berita Terkait
Akademisi sepakat pasal tentang partai politik lokal di Papua dihapuskan
Rabu, 21 Juli 2021 7:35
Pakar: Pengaturan SP3 dalam RUU KPK mesti dihapuskan
Minggu, 8 September 2019 18:13
Mendikbudristek Nadiem: Tak ada program peminatan jenjang SMA Kurikulum Merdeka
Jumat, 11 Februari 2022 17:55
Mendikbudristek Nadiem: Terima kasih atas ketangguhan para guru berikan pembelajaran
Kamis, 25 November 2021 15:19
Wapres Ma'ruf Amin: Dana Abadi Pesantren komitmen Pemerintah bantu pesantren
Kamis, 16 September 2021 13:57
Mendikbudristek Nadiem : Merdeka Belajar beri kesempatan peserta didik berinovasi
Selasa, 10 Agustus 2021 15:13
Mendikbudristek melepas keberangkatan 970 mahasiswa ke 28 negara
Senin, 9 Agustus 2021 14:49
Mendikbudristek Nadiem: Kampus Merdeka hasilkan mahasiswa yang kaya dengan pengalaman
Kamis, 15 Juli 2021 15:44