Jakarta (ANTARA) - Ketua Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, mengatakan bahwa penderita diabetes perlu menjaga kadar gula darah dengan baik sebelum akhirnya melakukan vaksinasi COVID-19.
"Orang diabetes sebenarnya mendapat prioritas untuk vaksinasi. Mungkin lebih baik hasilnya jika gula darahnya lebih baik. Jadi, sebaiknya dianjurkan pasiennya untuk menjaga kadar gula darah yang baik," kata Prof. Suastika kepada ANTARA, Kamis.
Ketika disinggung apakah ada penyandang diabetes tipe tertentu yang tidak dibolehkan mengikuti vaksinasi, pria yang juga akrab disapa Prof. Suas itu mengatakan, tidak ada larangan tertentu.
"Secara umum tidak ada larangan vaksinasi, kecuali yang sedang dengan komplikasi akut. Masuk rumah sakit, misalnya, akibat infeksi, stroke, jantung, kegawatan diabetes, dan lain sebagainya," kata Rektor Universitas Udayana Bali periode 2013-2017 itu.
Sebelumnya, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) juga merekomendasikan penyandang diabetes yang dapat menerima vaksin COVID-19 adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan HbA1c < 7,5 persen.
Saat ditanya mengenai apakah penderita diabetes yang tengah menjalani terapi insulin akan terpengaruh ketika menjalani vaksinasi dan/atau pengobatan COVID-19, Prof. Suastika mengatakan insulin tetap dibutuhkan, terutama bagi penyandang diabetes yang kritis.
"COVID ini kalau dibagi ada ringan, sedang, berat, dan kritis. Kalau yang kritis dan masuk rumah sakit memang tetap harus diinsulin, karena ini bisa mengendalikan gula darah secara cepat," jelasnya.
Adapun bagi mereka yang berada di fase prediabetes, utamanya pada tahap awal, maka cukup mengubah gaya hidup.
"Kami diundang Kementerian Kesehatan RI untuk ikut merancang program untuk intervensi prediabetes melalui lifestyle. Dengan memperbaiki pola hidup seperti diet dan olah raga, maka sebenarnya bisa mencegah prediabetes ke diabetes. Namun, perlu diingat bahwa prediabetes ini sudah bisa menyebabkan komplikasi," paparnya.
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI pada 2019, Indonesia menempati urutan ke 7 penderita diabetes terbanyak di dunia, dengan total 10,7 juta kasus.
Urutan pertama ditempati China (116,4 juta), disusul India (77 juta), Amerika Serikat (31 juta), Pakistan (19,4 juta), Brasil (16,8 juta) dan Meksiko (12,8 juta).
Sebesar 50 persen penyandangnya di Indonesia tidak menyadari jika ternyata dirinya terkena penyakit diabetes. Akibatnya mereka baru melakukan konsultasi dengan dokter saat sudah terjadi komplikasi.
Lebih lanjut, Prof. Suastika mengajak masyarakat Indonesia untuk mengendalikan gula darah lebih baik dan tidak perlu takut untuk rajin berobat demi mencegah komplikasi tersebut.
"Semoga (masyarakat/penderita diabetes) bisa mengendalikan gula darah lebih baik, apalagi di musim pandemi COVID-19. BPJS sudah meng-cover, dan obatnya relatif cukup, apalagi ditambah dengan insulin co-formulation ini bisa dimanfaatkan masyarakat luas. Dan jangan takut untuk berobat secara teratur untuk cegah komplikasi," pungkasnya.