Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Amin Soebandrio mengatakan program vaksinasi COVID-19 perlu dipercepat sebelum virus SARS-Cov2 penyebab penyakit tersebut bermutasi semakin banyak.
"Sebelum virus ini berubah bentuk, sistem kekebalan tubuh kita harus dibentuk," kata Amin pada talkshow tentang pemantauan genomik varian baru SARS-Cov2 di Indonesia yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan terkait munculnya mutasi virus corona, ada rekomendasi agar sedapat mungkin vaksinasi diselesaikan lebih cepat sebelum virusnya bermutasi.
"Kita mendorong mereka yang sudah punya kesempatan divaksinasi jangan ditunda, jangan ditolak. Maka vaksinasi lah," katanya.
Vaksinasi, menurut dia, tidak serta merta menghentikan pandemi dan bukan berarti setelah divaksin tubuh akan kebal terhadap virus. Munculnya varian baru dari COVID-19 menjadi dorongan agar tetap harus menerapkan protokol kesehatan.
"Ada kemungkinan sudah divaksin masih tetap terkena COVID-19, bisa jadi varian baru. Yang harus kita lakukan untuk mencegah ini, apapun variannya perlakuannya sama, protokol kesehatan harus diterapkan," tegasnya.
Pada 2 Maret 2021, Kementerian Kesehatan mengumumkan ditemukannya varian baru SARS-Cov-2 di Indonesia yang sebelumnya ditemukan di Inggris, dan terbukti memiliki laju penularan lebih cepat hingga 74 persen.
Hingga saat ini enam kasus varian baru B117 asal Inggris telah ditemukan di Indonesia. Selain B117, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dua varian baru virus SARS-Cov2 yang perlu dipantau, yaitu B1351 yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan B1128 dari Brazil.
Pemerintah terus melakukan program percepatan vaksinasi sebagai upaya menghambat laju pandemi. Tercatat hingga Kamis (11/3) sebanyak 3.696.059 jiwa telah menjalani vaksinasi COVID-19 dosis pertama.
Sementara 1.295.615 jiwa telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua. Adapun target sasaran vaksinasi sebanyak 40.349.051 orang dan sasaran vaksinasi tenaga kesehatan sebanyak 1.468.764 orang.