Jakarta (ANTARA) - Esther Gayatri Saleh yang sejak kecil bercita-cita jadi fotografer jurnalis menjadi perempuan yang mencintai dunia penerbangan. Itu dibuktikannya dengan berhasil menjadi pilot uji di PT Dirgantara Indonesia.
Saat mengenyam sekolah menengah pertama di Jakarta, Esther yang kesukaannya memotret menjadi fotografer belia di lingkungan Istana Negara di bawah binaan Joop Ave yang kala itu merupakan Kepala Istana Kepresidenan Jakarta pada 1972-1978.
Perempuan kelahiran 3 September 1962 di Palembang, Sumatera Selatan itu pernah menjadi Kepala Pilot Uji di PT Dirgantara Indonesia.
Pada 2017, Captain Esther Gayatri Saleh merupakan satu-satunya perempuan di Asia yang menjadi anggota Society of Experimental Test Pilot, sebuah organisasi internasional yang berbasis di Amerika Serikat.
Perempuan yang bisa memainkan alat musik drum dan bass itu bersyukur bendera Indonesia bisa berkibar di organisasi di Amerika Serikat itu sejak dirinya menjadi anggota dari Society of Experimental Test Pilot.
Dalam perjalanan karir dan menjalankan tugasnya, Esther sudah menerbangkan pesawat Terbang CN 295, CN 235 Series, NC 212-200, NC 212i, C 172, C 152, KODIAK, Decathlon, Beechcraft Duchess 76, N250, dan N219.
Lewat ketangguhan dan karyanya, diharapkan dapat menginspirasi dan memotivasi generasi berikutnya terutama perempuan muda Indonesia untuk berkarya di dunia penerbangan dan di profesi apapun untuk membanggakan bangsa.
Esther mengaku untuk menjadi pilot uji tidak mudah dan berbeda dengan pilot yang menerbangkan pesawat komersial. Pilot uji mempunyai kualifikasi dalam uji coba pesawat dan membutuhkan latar belakang engineering yang bisa menekuni bidangnya dan memberikan analisa-analisa khusus mengenai pesawat yang baru diproduksi atau baru keluar dari hanggar. Ada beberapa teknik uji coba yang memang dikuasai pilot uji.
Tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi perlu kegigihan, ketangguhan, konsistensi dan kerja keras dalam menggapai apa yang dicita-citakan. Esther menekuni bidang itu dari dasar hingga akhirnya bisa menjadi kapten (captain) pada 1996 di PT Dirgantara Indonesia.
Setelah lulus dari bangku sekolah menengah atas di Jakarta pada 1981, Esther mencoba melamar untuk masuk sekolah penerbangan di Indonesia pada 1982, namun dia tidak diterima karena merupakan lulusan IPS, sementara yang diterima adalah lulusan IPA.
Namun dia tidak memupus cita-citanya untuk menjadi pilot. Dia mengumpulkan hasil dari menjadi fotografer di lingkungan Istana Negara untuk mendaftar sekolah penerbangan di Amerika Serikat di Arizona. Dia pun bersekolah sampai selesai dengan biaya sendiri dari orang tua dan upah bekerja di sana. Dia pun lulus pada 1983 dan kembali ke Indonesia.
Esther bercerita saat kembali ke Indonesia, dia tidak diterima menjadi pilot karena perempuan pilot kurang diminati. Akhirnya, dia memberanikan diri untuk menuliskan surat kepada Prof. Dr Ing BJ Habibie.
Bergabung di Nurtanio
Singkat cerita, Esther diterima di PT Nurtanio, yang kemudian dikenal dengan nama PT Dirgantara Indonesia. Ia menjadi Instruktur Penerbangan Bersertifikat yang masuk berbakti di PT Dirgantara Indonesia sejak 1984.
Dia mengaku penerimaan dari lingkungan tidak serta merta muncul karena perempuan pilot kurang diminati. Dia merasa keadaan itu tidak mudah, dan ada diskriminasi saat itu. Dia sempat berpikir untuk keluar dari PT Dirgantara Indonesia pada tahun 1990, tetapi hatinya menolak. Jika dia keluar berarti dia tidak menyelesaikan pekerjaannya dan tidak menunjukkan bahwa dirinya bisa.
Dengan tekadnya yang kuat, Esther tetap bertahan dan menjalani profesinya dengan penuh tanggung jawab, konsisten, dan integritas.
Pada 2016, Esther menyelesaikan pendidikan di sekolah pilot uji di luar negeri yakni di International Test Pilot School di London, Ontario, Kanada, dan kembali ke Indonesia.
Tak lama kemudian dia ditugaskan untuk menerbangkan pesawat prototipe pertama N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. Dia berhasil menerbangkan pesawat itu pada 16 Agustus 2017. Dia juga sukses menerbangkan pesawat prototipe kedua N219 pada 2018.
Esther pernah menjadi pilot uji dan pilot instruktur untuk Korea Coast Guard - Korea Selatan (2011-2012), Meltem Project Turkey (2009), PT Aviastar (2006-2007), PT Transwisata Air (2009), Royal Brunei Airforce, Pakistan Airforce, South Korean Airforce, Royal Malaysian Airforce, UAE Airforce, Thailand Ministry of Agriculture, Nepal Army Aviation, dan Tentara Nasional Indonesia.
Di antara pengalamannya menjadi pilot uji, Esther melakukan penerbangan pengiriman CN 235-220 pada 2019 dari Bandung ke Kathmandu. Pada 2021, Esther melakukan penerbangan pengiriman CN 235-220 MPA dari Bandung ke Dakar, Senegal.
Hingga saat ini, Esther sudah melakukan sebanyak 7.900 jam penerbangan. Esther terus melakukan pengujian penerbangan dan pelatihan penerbangan.
Melewati badai debu
Disamping menguji pesawat prototipe, Esther juga melakukan penerbangan untuk mengirimkan pesawat yang sudah jadi kepada pembeli, dan memberikan pelatihan kepada pilot yang menerbangkan pesawat itu.
Pada 2021, Esther melakukan penerbangan pengiriman CN 235-220 MPA dari Bandung ke Dakar, Senegal di Afrika.
Pengiriman pesawat itu menjadi suatu pengalaman yang cukup menegangkan bagi Esther dan kru karena adanya sejumlah tantangan termasuk melewati badai debu.
Esther dan kru harus bisa mengirimkan pesawat pesanan tersebut dalam kondisi baik dan dengan performa yang tinggi sampai di tangan pembeli di Dakar.
Di masa pandemi COVID-19 dengan protokol yang luar biasa, penerbangan pengiriman pesawat ke Afrika harus melalui beberapa negara, dan harus ada campur tangan banyak departemen yang berhubungan terutama Kementerian Luar Negeri dan semua perizinan yang dibutuhkan.
Pada saat pengiriman, 10 kru yang terlibat dalam penerbangan pengiriman pesawat juga harus dipastikan senantiasa dalam keadaan sehat dan tidak terinfeksi COVID-19.
Tim juga menghadapi cuaca yang berbeda di mana ada angin sakal (headwind) yang luar biasa. Bagi pesawat turboprop yang mereka terbangkan, cuaca itu mempengaruhi penghitungan bahan bakar dan harus tahu posisi tepat melakukan pendaratan.
Dari semuanya itu, yang paling menegangkan buat Esther dan tim adalah saat terjebak dalam badai debu.
Pada saat melintasi Laut Merah masuk ke Khartoum, Sudan, sudah mulai ada badai debu di seluruh Afrika.
Esther mengaku tidak tahu akan ada badai debu saat itu. Dia bersyukur bisa mendarat dengan baik di Khartoum, di Chad, dan di Niamey di Niger.
Kondisi yang menegangkan juga terjadi saat di Niamey, Niger, ketika jarak pandang sekitar 500 meter, dan Esther baru bisa melihat landasan di ketinggian 350 kaki atau 106,68 meter, dan jika salah penghitungan bisa berakibat fatal karena tidak mendapat landasannya.
Akhirnya, misi berhasil dilakukan hingga tiba di Dakar, Senegal. Dia merasa kerja tim luar biasa untuk bisa menyelesaikan misi itu.
Sesampainya di Dakar, pesawat yang telah melalui beberapa negara itu harus diperiksa kembali untuk memastikan performa atau kinerja dan semua bagian pesawat dan sistem berfungsi dengan baik. Pesawat diterima dalam kondisi baik dan berkinerja tinggi sehingga memuaskan bagi pembeli.
Saat ini, Esther sedang menulis buku yang berkaitan dengan dunia penerbangan. Dia mendorong perempuan muda dan pilot untuk bisa menerbangkan pesawat dengan aman sehingga angka keamanan dan keselamatan penerbangan semakin tinggi.
Sejak 2007 sampai sekarang, Esther terlibat dalam Kerja sama Pelatihan Penerbangan dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan terkait Pelatihan Pelaksanaan Keselamatan Penerbangan tentang Approach and Landing Accident Reduction (ALAR) dan Control Flight Into Terrain (CFIT) sebagai instruktur berkualitas.
Dia menjadi pembicara motivasi penerbangan untuk berbagai tingkat kelompok sejak 2006 sampai sekarang termasuk di kalangan taman kanak-kanak, SD, SMP dan SMA hingga universitas.
Esther secara terus menerus melakukan pelatihan keselamatan penerbangan kepada Komunitas Penerbangan Indonesia maupun perusahaan penerbangan swasta.
Itu ditujukan untuk mempromosikan dan memberdayakan program keselamatan penerbangan bagi maskapai Indonesia, operator charter penerbangan, serta pendidikan dan pelatihan penerbangan.
Esther adalah salah satu dari wajah Kartini masa kini, perempuan tangguh dan berintelektual tinggi yang tidak kenal lelah mewujudkan cita-citanya hingga akhirnya mengharumkan nama bangsa Indonesia.
Hendaknya, setiap perempuan Indonesia terus mewarisi semangat Kartini dan terus mengembangkan kapasitas, kemampuan dan keterampilan serta perannya dalam pembangunan bangsa di berbagai profesi agar menjadi cahaya di mana pun berada baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.