Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku menyebutkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen tidak berdampak signifikan terhadap inflasi di Bumi Cenderawasih.
Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan (DP3) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Papua, Papua Barat dan Maluku, I Made Agus Hari Sentana di Jayapura, Minggu mengatakan hal tersebut tidak berimbas terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak.
“Seperti kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan dan semua barang atau jasa yang selama ini diberikan fasilitas pembebasan atau tidak dipungut,’’ katanya.
Menurut Made, secara akumulasi realisasi PPN sampai Juni 2022 sebesar Rp614,28 miliar atau tumbuh 15,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“ Hal tersebut menunjukkan pertumbuhan positif yang mana terlihat juga realisasi PPN pada April 2022,” ujarnya.
Dia menjelaskan pihaknya mengindikasikan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen yang berlaku sejak 1 April 2022 semakin terasa dampaknya pada triwulan II tahun 2022.
“Sementara itu, secara kumulatif, penerimaan pajak sampai Juni 2022 mencapai Rp3,443 triliun atau 49,64 persen dari target APBN 2022 sebesar Rp6,937 triliun,” katanya lagi.
Dia menambahkan nilai tersebut tumbuh 24,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkontraksi sebesar 2,57 persen yang mana berdasarkan penerimaan per jenis pajak periode Januari sampai Juni 2022, mayoritas jenis pajak utama mengalami pertumbuhan.
“Kami merincikan pertumbuhan PPh pasal 21 sebesar 16,49 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 15,82 persen, PPh pasal 25/29 Badan tumbuh 87,75 persen, PPh Final tumbuh 103,84 persen dan PPh pasal 23 tumbuh 29,73 persen,” ujarnya lagi.