Jayapura (ANTARA) -
Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk dalam siaran pers di Jayapura, Senin, mengatakan perdamaian ketiga suku tersebut merupakan kado Natal yang indah bagi masyarakat setempat.
“Proses perdamaian itu dilakukan pada Kamis (14/12), sehingga ketiganya kini sudah saling menerima dan mulai hidup berdamai serta rukun yang mana setelah tujuh bulan konflik soal perebutan lahan terjadi,” katanya.
Menurut Ribka, dengan perdamaian ketiga suku besar ini menjadi pelajar bagi seluruh masyarakat di Provinsi Papua Tengah.
“Saya harapan konflik berkepanjangan seperti ini tidak boleh terjadi lagi, jika ada masalah segera diatasi dengan baik,” ujarnya.
Dia menjelaskan berita perjanjian perdamaian tersebut memiliki lima poin, pertama bersepakat bahwa atas hak ulayat antara Suku Wate dan Suku Mee adalah Bukit Rindu.
Kemudian poin kedua, bersepakat bahwa pelepasan tanah adat seluas 1.000 x 3.000 m persegi di Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire merupakan milik dari Ishak Talenggen.
Selanjutnya poin keempat, bersepakat untuk menerima uang perdamaian sebesar Rp2,3 miliar yang diperuntukkan untuk acara perdamaian sesuai dengan kearifan lokal.
“Poin kelima, bersepakat bahwa dengan ditandatanganinya surat perjanjian damai ini, permasalahan Suku Mee, Dani dan Wate selesai,” ujarnya.