Jayapura (Antara Papua) - Sebanyak 30 orang lebih anggota veteran di Kota Jayapura, Papua, meminta perhatian pemerintah berupa bantuan rumah layak huni, bantuan beras miskin (raskin), motor tempel serta mengupayakan kantor bersama bagi veteran.
Puluhan veteran Kota Jayapura memanfaatkan momentum Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2014 dengan menggelar dialog dengan Wali Kota Jayapura, Benhur Tommy Mano usai upacara Hari Pahlawan di Lapangan Apel Wali Kota, Senin.
Dalam dialog, puluhan veteran meminta pemerintah membangun rumah layak huni dan kantor bersama serta permintaan bantuan lainnya. "Kami butuh juga kantor bersama," kata salah satu veteran Jayapura, Sefnat Mambrasar.
Lelaki yang bekerja sebagai nelayan itu berharap pemerintah kota membantu membeli motor tempel. "Saya harapkan juga bapak wali kota memberikan saya motor tempel, supaya saya bisa cari ikan lebih jauh lagi," ujarnya.
Veteran lainnya, Persikila Wanda Imbiri meminta bantuan beras miskin (raskin) agar terlihat nyata bantuan pemerintah. "Kami berharap jangan hanya janji, beri kami beras raskin," katanya.
Menanggapi permintaan tersebut Wali Kota Jayapura, Benhur Tommy Mano berjanji akan memperhatikan permintaan dari veteran tersebut sesuai dengan kemampuan pemerintah.
"Mereka ini kan berjasa besar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka kita juga harus menghormati akan jasa-jasa meraka itu," ujarnya.
Apa yang mereka (Veteran) sampaikan, katanya, menjadi perhatian pemerintah kota, baik itu rumah layak, kantor dan juga raskin. "Saya akan konsultasi ke pemerintah pusat dan bapak gubernur, tentu akan diberikan sesuai kemampuan keuangan pemerintah," ujarnya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga akan memperhatikan dan memprioritaskan veteran untuk pemberian raskin. "Saya akan koordinasi ke Bappeda sebagai penyelenggara raskin kota untuk prioritaskan veteran dan nama mereka masuk dalam penerima raskin di Kota Jayapura," ujarnya.
Mantan Kepala Distrik Abepura itu meminta ketua veteran untuk mendata secara baik para veteran yang ada dikota yang berjumlah kurang lebih 300 orang itu. "Harus didata secara baik, apakah ada yang pindah, atau sudah meninggal harus didata," ujarnya. (*)