Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan KPK dalam perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Negara (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Permohonan PK yang diajukan oleh Penuntut Umum pada KPK dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung, setelah diteliti oleh hakim penelaah dan berdasarkan memorandum Kasubdit perkara PK dan Grasi pidana khusus pada MA ternyata permohonan PK tersebut tidak memenuhi persyaratan formil," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Sidang perdana permohonan PK dalam perkara tersebut telah dilangsungkan pada 9 Januari 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Persyaratan formil yang dimaksud menurut Andi adalah pada Pasal 263 ayat (1) KUHAP, putusan MK No.33/PUU-XIV/2016 dan SEMA No. 04/2014.
Pasal 263 ayat (1) KUHAP berbunyi, "Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung."
"Berdasarkan hal tersebut maka berkas perkara permohonan PK atas nama Syafruddin Arsyad Temenggung dikirim kembali ke PN Jakarta Pusat. Surat pengantar pengiriman berkas permohonan PK tersebut bertanggal 16 Juli 2020," kata Andi.
Artinya permohonan tersebut bahkan tidak sampai ke majelis hakim PK di MA.
"Tidak sampai ke majelis PK," ungkap Andi.
Sebelumnya MA dalam putusan kasasinya memutuskan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung tidak melakukan tindak pidana dalam perkara dugaan korupsi penghapusan piutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Syafruddin berdasarkan putusan kasasi MA pada 9 Juli 2019 diperintahkan untuk dikeluarkan dari rumah tahanan KPK.
Padahal putusan majelis Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 September 2018 menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta terhadap Syafruddin. Bahkan pada 2 Januari 2019 Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis menjadi 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar.
JPU KPK mengajukan tiga alasan dalam permohonan PK tersebut. Alasan pertama, anggota majelis hakim melanggar prinsip imparsialitas dalam memutus perkara.
Menurut JPU KPK, salah satu anggota majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara kasasi adalah Syamsul Rakan Chaniago berkomunikasi dengan salah satu penasihat hukum Syafruddin yaitu Ahmad Yani.
Perbuatan hakim Syamsul dinilai JPU KPK yang berkomunikasi dan bertemu dengan Ahmad Yani selaku penasihat hukum Syafruddin telah melanggar pasal 5 ayat 3 huruf e Peraturan bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial tentang panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
JPU KPK juga menyatakan ada yurisprudensi putusan hakim yang mengabulkan permohonan PK dari Jaksa di antaranya adalah Muchtar Pakpahan, Pollycarpus Budihari Priyanto dan Djoko S Tjandra.
Namun MA dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung berpendapat lain.
Berita Terkait
PH Maqdir Ismail minta KPK hapus status DPO Sjamsul Nursalim
Senin, 25 Januari 2021 16:07
MA: Hakim lepaskan terdakwa BLBI terbukti langgar etik
Minggu, 29 September 2019 11:08
Pakar sarankan KPK lakukan gugatan perdata kasus BLBI
Rabu, 31 Juli 2019 18:19
KPK akan bantu KY terkait pelaporan dua hakim MA
Selasa, 23 Juli 2019 21:16
Rocky Gerung menyoroti putusan kasasi Syafruddin dan kasus Novel Baswedan
Selasa, 23 Juli 2019 17:21
KPK nilai putusan kasasi Syafruddin "aneh bin ajaib"
Selasa, 9 Juli 2019 17:15
Penyanyi dangdut Saipul Jamil ajukan peninjauan kembali
Jumat, 19 Februari 2021 19:48
Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola mengajukan Peninjauan Kembali
Kamis, 7 Januari 2021 4:12