Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat ekonomi Universitas Jember Adhitya Wardhono PhD mengatakan kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat akan mempengaruhi ekonomi global, termasuk perekonomian Indonesia.
"Bagi Indonesia siapapun yang jadi tentu ada kalkulasi tersendiri, meski secara historis Indonesia telah belajar dari kebijakan dua partai AS jika mereka berkuasa," katanya di Kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu.
Menurutnya Biden yang mewakili kaum populis Amerika mendapat kesempatan memimpin negerinya sebagai Presiden AS ke 46, sehingga dapat dipastikan membawa bervariasi harapan dan juga kemungkinan-kemungkinan perubahan arah politik dan ekonomi.
"Tidak saja di dalam negeri AS, tetapi dalam konstelasi berkehidupan politik dan ekonomi dengan mitra negara AS lainnya karena tidak kurang 24 persen produk domestik bruto (PDB) dunia dalam gengaman Amerika," tuturnya.
Ia mengatakan secara keseluruhan pengaruh ekonomi dalam jangka pendek tidak akan terlihat kuat, mengingat masa transisi dari Trump ke Biden perlu waktu penyesuaian dan tidak mudah.
"Namun garis politik jelas beda, antara partai Republik dan Partai Demokrat mengemban platform partai yang beda tajam. Bidenomic akan menjadi perhatian intens bagi ekonomi dan usaha mitra strategis Amerika," ucap pengajar FEB Unej itu.
Bagi dunia ekonomi dan usaha, lanjut dia, perhitungannya menjadi sedikit berubah karena lima tahun terakhir dunia ekonomi dan bisnis Indonesia sudah pasti menyesuaikan irama dan pola Trump, maka kini akan dipaksa untuk melakukan adjustment dengan gaya dan pola Biden.
Menurutnya Trump yang terlahir sebagai pebinis dan dalam kandang Republiken, sudah terbiasa pro pasar. Fragmentasi pasar melalui produksi mitra dagangnya termasuk Indonesia akan menjadi skala kalkulasi yang intens dan minim, namun tidak pada masa Biden ke depan.
"Amerika di tangan Biden akan menata kembali ekonomi domestiknya. Besarnya pengangguran karena pandemi, ekonomi domestik akan diorientasikan kearah mengembangan industri manufaktur dalam negeri untuk membuka lapangan pekerjaan," katanya.
Yang menarik adalah orientasi industri yang akan digarap Biden dengan tim ekonominya akan cenderung pada industri ramah lingkungan karena mengusung kampanye perubahan iklim dengan kuat.
Arahnya adalah menata dan memperkuat industri ekonomi domestik melalui penataan perjanjian ulang bilateral dengan mitra dagang dan investasi. Biden akan mendorong sebesar-besarnya melalui investasi yang menguntungkan domestiknya.
Ia mengatakan Biden adalah sosok antitesis Trump, khususnya dalam kebijakan lingkungan hidup, sehingga kebijakan pro terhadap energi terbarukan yang progresif misalnya, hal tersebut akan jadi hambatan krusial bagi ekspor produk komoditas energi berbasis fosil dan juga minyak kelapa sawit.
"Hal itu diperkirakan hambatan nontarif untuk memenuhi standar lingkungan akan diperketat. Produsen sawit dan migas di Indonesia harus bersiap-siap apabila ada safeguard lingkungan yang lebih ketat," ujarnya.
Dalam jangka pendek, lanjutnya, terpilihnya Biden sebagai Presiden AS akan memengaruhi pasar finansial via pergerakan bursa saham regional dan yield US treasury, tetapi hal itu sulit untuk memprediksi bagaimana indeks bursa-bursa saham Asia akan bereaksi.
"Kemenangan Biden akan membuat korporasi dan pelaku di pasar finansial, khususnya di Indonesia akan menghadapi risiko ketidakpastian terkait dengan kebijakan di Amerika Serikat," ucap pakar moneter itu.
Untuk itu, Aditya mengatakan pelaku pasar keuangan tetap harus hati-hati dan tetap memantau pergerakan perilaku kebijakan pasar keuangan Amerika.
Volaitiltas pasar keuangan akan ditentukan bagaimana sikap Trump ketika kalah, jika dia tidak terima, pasar di AS bisa volatile sampai ada keputusan supreme court. Jika Trump terima kekalahan, pasar akan lebih cepat normal kembali.
"Bagi Indonesia menjalin diplomasi ekonomi dengan kecenderungan Bidenomic-nya nanti adalah keharusan. Paling tidak mengintesifkan kinerja pemasaran produk-produk tradisional Indonesia ke pasaran Amerika menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia melalui diplomasi ekonomi yang lebih strategis," katanya.
Ia mengatakan pihaknya tetap optimis bahwa Indonesia adalah mitra stategis Amerika karena faktor Indonesia adalah konsumen besar mereka dengan daya dukung 267 juta penduduk Indonesia.