Jayapura (ANTARA) - Perhatian pemerintah pusat kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan kesejehtaraan dan pembangunan bagi masyarakat di tanah Papua sangat besar dengan ditetapkan Instruksi Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang percepatan pembangunan dan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.
Kebijakan ini ditempuh pemerintah pusat dalam rangka Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan sebagai tindak lanjut pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2O2O tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2O2O-2O24.
Inpres No 18 tahun 2020 sebagai terobosan baru kebijakan pemerintah untuk membangun Papua dan Papua Barat maka diperlukan langkah-langkah terobosan,terpadu, tepat, fokus, dan sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Langkah strategis kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang maju, sejahtera, damai, dan bermartabat di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada 11 poin arah kebijakan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat berdasarkan Inpres No 18 tahun 2020 di antaranya pendekatan tata kelola pemerintahan yang baik, terbukadan partisipatif yang didukung oleh sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan kebijakan yang berbasisdata dan informasi.
Pendekatan pembangunan Papua dari perspektif sosial budaya, wilayah adat, dan zona ekologis dalam rangka pembangunan berkelanjutan, dan fokus pada Orang Asli Papua (OAP), percepatan pelaksanaan program pembangunan berbasis distrik (kecamatan) dan kampung di wilayah terpencil,wilayah tertinggal, wilayah pedalaman, pulau-pulau kecil,perbatasan negara, dan pegunungan yang sulit dijangkau.
Serta penerapan pendekatan dialog dengan semua komponenmasyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan lembagapenyelen ggara pemerintahan daerah dan pendampingan dan peningkatan terhadap aparaturpemerintah daerah dan pelibatan peran serta masyarakat.
Adanya pemberdayaan dan pelibatan aktif masyarakat lokal dan tokoh adat dalam pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Di bidang ekonomi pemberdayaan pengusaha OAP dan pengusaha lokal Papua, peningkatan kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi dengan mitra pembangunan internasional, dunia usaha,organisasi kemasyarakatan, wira usaha sosial, filantropi,akademisi dan pemangku kepentingan lainnya melaluiinstrumen kemitraan multi pihak.
Peningkatan pengelolaan komunikasi publik dandiplomasi yang terpadu dan terintegrasi, peningkatan kerja sama kementerian/lembaga, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,pemerintah daerah, tokoh dan organisasi kemasyarakatan dalam menciptakan wilayah Pulau Papua yang aman,stabil, dan damai.
Adanya penguatan koordinasi kementerian/lembaga danpemerintah daerah dalam perencanaan, pelaksanaan,pengendalian, dan evaluasi pembangunan di wilayah pulau Papua
Aksi percepatan Papua
Pemerintah telah menetapkan desain baru dan rencana aksi Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam semangat transformasi otonomi khusus berlandaskan pendekatan afirmatif, holistik, berkesetaraangender, dan kontekstual Papua yang difokuskan pada lima kerangka baru untuk Papua (Tlrc New Frametaork for Papua).
Kelima kerangka dasar itu di antaranya pertama percepatan pembangunan sumber daya manusia unggul,inovatif dan berkarakter yang mempertimbangkan kontekstual Papua di seluruh Wilayah Pulau Papua yang dikhususkan kepada OAP.
Kedua, percepatan transformasi dan pembangunan ekonomi Papua yang berkualitas dan berkeadilan dengan mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah, kota-kampung, wilayah adat, kemitraan antar pelaku ekonomi,dan potensi sektor-sektor ekonomi daerah yang dikelola secara terpadu dari hulu ke hilir yang terfokus kepada OAP.
Ketiga percepatan pembangunan infrastruktur dasar secara terpadu guna mendukung pelayanan publik dan transformasi ekonomi di seluruh wilayah pulau Papua.
Keempat peningkatan dan pelestarian kualitas lingkungan hidup,peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim,dan pembangunan rendah karbon sesuai kearifan lokal,zona ekologis, dan penataan rurang wilayah di pulau Papua dengan memperhatikan kearifan lokal.
Dan percepatan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam kerangka penguatan otonomi khusus, pelayanan publik, demokrasi lokal yang inklusif, harmoni sosial, dan keamanan daerah yang aman dan stabil.
Kelima penghormatan dan perlindungan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia bagi masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Anggota DPD RI asal Papua Barat Filep Wamafma menilai membangun Papua harus dengan hati artinya perlu melakukan pendekatan kultural.
Hal itu dikatakan Filep terkait pernyataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam rapat Dewan Pengarah Tim Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat pada Rabu (16/12).
"Butuh sistem dan rancangan program baru yang lebih efektif untuk percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,"ungkap Filep terkait pernyataan Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada rapat dewan pengarah terpadu percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.
Filep menilai gagasan Wapres Ma'ruf Amin tersebut sangat baik namun hal itu sudah sering disampaikan ke berbagai pihak sehingga yang dibutuhkan saat ini dalam membangun Papua dan Papua Barat adalah melalui pendekatan kultural.
"Desain baru untuk membangun Papua harus dimulai dari menenteramkan jiwa orang Papua, yang merasa damai bila akar persoalan di Papua diselesaikan,"kata Filep dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, akar persoalan itu dapat diperoleh dari sejumlah rekomendasi dari lembaga-lembaga riset, misalnya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan empat akar masalahnya, diantaranya Komnas HAM dengan laporan kasus dugaan pelanggaran HAM berat, termasuk juga melihat hasil kerja Pansus Papua DPD RI.
Dia menilai semua rekomendasi itu harus diperhatikan secara menyeluruh karena apa yang telah dihasilkan lembaga-lembaga riset tersebut merupakan produk ilmiah, sehingga basisnya dapat dipertahankan, kebenarannya dapat diuji secara ilmiah.
"Apabila hasil rekomendasi tersebut tidak diperhatikan, lalu dengan cara apa membangun Papua. Persoalan kedamaian di tanah Papua harus dibangun dengan membangkitkan rasa percaya diri orang Papua terhadap pemerintah,"ujarnya.
Menurut Filep, rasa percaya itu hanya akan hadir apabila penegakan HAM sudah benar-benar dilakukan dan seluruh hasil rekomendasi dari berbagai lembaga benar-benar diperhatikan.
Filep mengatakan, apabila ditelaah secara mendalam dan holistik, tipologi pembangunan di Papua seharusnya melibatkan tiga peran, yaitu adat, agama, dan pemerintah.
Menurut dia, sepanjang kebijakan strategi nasional mengesampingkan tipologi pembangunan di Papua seperti itu, maka tentu tujuan kebijakan pembangunan tidak akan tercapai.
"Rencana kebijakan strategis nasional yang dikerjakan oleh pemerintah pusat di tanah Papua dapat tercapai jika kebijakan dialog tersebut menciptakan kedamaian,"ungkap Filep di Jakarta.
Dia menjelaskan, adat merupakan roh pertama dalam pembangunan di Tanah Papua. Adat adalah Ibu bagi Orang asli Papua.
Karena itu, menurut Filep Wamafma, adat yang paling mengerti dan memahami keadaan masyarakat di tanah Papua.
"Melibatkan adat adalah langkah terbaik dalam pembangunan, karena dengan demikian ada perhatian atau care sebagai Ibu bagi tanah Papua,"ujarnya.
Filep mengatakan, agama merupakan bagian integral dari masyarakat Papua, sejak Zending Kristen hingga penyebaran agama lainnya di Papua.
Dia menilai, ruang sakral agama selalu menjadi wadah reflektif bagi orang Papua dalam melihat dirinya sendiri.
"Dalam hal pembangunan, agama perlu dilibatkan agar kecintaan terhadap Papua dinyatakan dengan sungguh-sungguh,"katanya.
Setelah itu, menurut dia, Pemerintah akan menjadi titik kepercayaan baru, yaitu adat dan agama meletakkan harapan hidup orang Papua.
Ia menilai, apabila ketiga sektor tersebut sudah bekerja secara efektif, maka perdamaian yang diimpikan bersama akan tercipta di Bumi Papua.
Filep juga mengomentari terkait sejumlah tokoh agama Papua menemui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada Rabu (16/12), ingin mencari solusi bersama Pemerintah terkait semua permasalahan di Papua.
Menurut dia, harapan para tokoh agama tersebut sesungguhnya menjadi harapan terbaik dari rakyat Papua, kedamaian di Tanah Papua bukan sebuah ilusi apabila Pemerintah membuka ruang dialog sebesar-besarnya.
"Hingga saat ini harus diakui bahwa cerita tentang Papua selalu terpusat pada diskriminasi, kekerasan, militerisme, konflik, keamanan. Kata 'damai' sepertinya sulit sekali tercapai di Bumi Papua," katanya pula.
Sinergi kebijakan
Akademisi Universitas Cenderawasih Elvira R menyatakan, yang terpenting dengan keluarnya Inpres No.18 tahun 2020 perlu adanya sinergi terkait kebijakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Menurut Elvira, meski sudah ada Inpres, namun masyarakat Papua sampai saat ini masih banyak yang belum memahaminya sehingga diperlukan lebih masif sosialisasinya dilakukan aparat pemerintah.
Elvira mengusulkan perlunya dibuka saluran untuk pengaduan masyarakat dalam jumlah banyak sehingga mereka tidak bingung mengadukan persoalan di Papua.
"Apapun rencana pembangunan pemerintah penting untuk melihat berbasis kebutuhan masyarakat,"ungkap Elvira.
Untuk menangani problema di Papua, menurut Elvra, maka pendekatan kekerasan yang selama ini kerap menjadi represif dialami masyarakat Papua sudah harus dihindari.
Kedamaian dan keamanan Papua menjadi harapan masyarakat bersama sehingga dalam menangani berbagai persoalan yang muncul di Papua tidak dengan kekerasan tetapi melalui pendekatan budaya dan dialogis.
"Lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan Papua tidak dengan pendekatan kekerasan dan represif,"ungkap Elvira dalam dialog bersama Komnas HAM.
Apapun kebijakan yang akan ditempuh dan dilakukan pemerintah pusat dalam rangka untuk memajukan percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat haruslah kita dukung bersama karena inilah membuktikan Negara hadir mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Kebijakan pembangunan yang dilakukan di Papua haruslah lebih mengedepankan pendekatan kultural dengan melibatkan tipologi pembangunan di Papua yakni adat, agama dan pemerintah yang saling bersinergi dan berkolaborasi mewujudkan tanah Papua yang maju, sejahtera, damai dan aman dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.