DPP PDI Perjuangan mendidik calon pemimpin bangsa melalui Pendidikan Kader Nasional (PKN) DPP PDI Perjuangan di Gedung Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin.
"Sekarang momentum bagi kami untuk terus meningkatkan kualitas kepemimpinan kader-kader partai agar ideologis dan memiliki kemampuan teknokratis, agar mumpuni, mempunyai kepekaan terhadap lingkungan, punya tanggung jawab terhadap sosial, dan sekaligus mempunyai energi pergerakan dalam membangun 'political network'," kata Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto saat membuka acara itu.
Menurut dia, PDIP juga membangun kesadaran kader untuk terus bergerak ke bawah dan memahami keseluruhan dinamika kehidupan di akar rumput dan mencari solusi melalui kepeloporan kader Partai.
"Berbagai kesadaran ini harus dibangun selama kaderisasi. Syaratnya adalah kedisiplinan dari peserta," tegas Hasto dalam siaran persnya.
Rencananya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri akan memberikan pengarahan kepada peserta PKN.
"Kita akan mendengar bersama arahan dari ketua umum kita ibu Megawati sekaligus membuka kaderisasi tingkat nasional ini pada pukul 15.00 WIB nanti," kata Hasto di hadapan para peserta.
Hasto didampingi sejumlah Ketua DPP PDIP seperti Djarot Saiful Hidayat, Komaruddin Watubun, Hamka Haq, Ketua Badiklatpus Daryatmo Mardiyanto dan sejumlah Ketua DPP PDIP yang mengikuti secara daring.
Hasto memaparkan banyak hal yang akan diajarkan di PKN ini. Arahnya adalah proses kaderisasi yang harus membangun seluruh aspek kepemimpinan baik yang ditugaskan di partai, di lembaga eksekutif, legislatif, maupun di lembaga sosial kemasyarakatan.
Hasto juga menegaskan pesan Megawati Soekarnoputri bahwa kader itu adalah bingkai yang membuat partai ini kokoh dan solid bergerak.
Di dalam PKN, peserta akan belajar dan ditanamkan sikap tentang pentingnya disiplin, pentingya pemahaman terhadap sistem dan teori politik, sejarah perjuangan bangsa, potensi ancaman yang dihadapi bangsa ke depan.
"Itu menjadi sejumlah materi yang akan disampaikan di PKN, selain hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan Partai berdasarkan Trisakti Bung Karno," ujar pria asal Yogyakarta ini.
Kepada 77 peserta PKN yang merupakan perwakilan dari 34 pengurus DPD PDIP setingkat provinsi, Hasto sempat memaparkan sejarah perjuangan PDI yang kemudian berubah menjadi PDIP. Disebutnya, selama 32 tahun Orde Baru, PDI hanya menjadi ornamen demokrasi.
"Itu sering sekali disebut oleh almarhum Bapak Sutjipto Sekjen PDI pada 2000 dan 2005. Sebagai ornamen demokrasi tentu saja kita tidak diberikan ruang sebagai partai politik yang menjalankan fungsi rekrutmen politik. Kaderisasi apalagi. tidak boleh saat itu. Selama 32 tahun, hanya satu kali kaderisasi di tingkat nasional. Itulah ketika kita menjadi ornamen demokrasi. Tidak pernah ada kaderisasi, yang ada di dalam sejarah partai bagaimana kita diintervensi oleh kekuasaan," papar Hasto.
Bahkan, dalam setiap kongres partai selalu ada intervensi kekuasaan. Tapi hebatnya, di tengah-tengah intervensi kekuasaan itu, muncul kesadaran saat itu dari tokoh-tokoh senior PDI yang menegaskan pentingnya konsolidasi ideologi, sedang perlawanan yang dilakukan adalah perlawanan terhadap nilai yang dikeramatkan Soeharto yakni keharmonian dan stabilitas politik.
"Kami tak mampu melawan kekuasaan yang sangat otoriter itu, maka yang kami lawan nilai-nilai keharmonian yang dikeramatkan oleh Pak Harto. Terbukti atas intervensi yang dilakukan, Presiden, para menteri di bidang politik, Panglima ABRI hingga struktur pemerintahan yang paling bawah tidak mampu meredam konflik yang berasal dari intervensi kekuasaan mereka sendiri," jelasnya.
Dia menambahkan, PDIP memiliki sejarah yang panjang. Dalam sejarah itu, modal PDIP adalah persatuan dengan rakyat.
"Jadi kaderisasi ini baru berhasil apabila seluruh peserta memiliki daya juang untuk menyatu dengan rakyat," demikian Hasto Kristiyanto.