Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbangsus) Otsus tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2022 di Manokwari, Selasa (19/4), Wakil Bupati Raja Ampat Orideki Iriano Burdam mengatakan keberhasilan Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tidak dapat diukur hanya dari besaran nilai uang yang digelontorkan Pemerintah pusat ke dua provinsi itu.
"Keberhasilan otsus tidak bisa diukur dari besaran nilai rupiah yang digelontorkan, tapi yang utama adalah kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengefektifkan otsus berdasarkan potensi dan karakteristik di daerah melalui perdasus," kata Burdam.
Menurut dia, selama 20 tahun pelaksanaan Otsus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, khususnya di Kabupaten Raja Ampat, belum maksimal; karena setiap rancangan peraturan daerah khusus (perdasus) terganjal di berbagai peraturan.
Terkait kewenangan khusus dalam pengembangan industri pariwisata di Kabupaten Raja Ampat, katanya, hal itu seharusnya dapat dikelola secara mandiri oleh Pemkab Raja Ampat dan masyarakat setempat tanpa harus menunggu arahan dari berbagai kementerian terkait.
Intervensi dari Pemerintah pusat, menurutnya, berakibat pada kegiatan dan program pembangunan daerah yang kurang optimal.
"Pengalaman otsus di 20 tahun pertama jangan terulang untuk 20 tahun ke depan. Ketika lebih banyak intervensi pusat mengakibatkan pelaksanaan program dan kegiatan di daerah secara khusus pun belum maksimal," tukasnya.
Terkait kewenangan otsus tersebut, Pemerintah telah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Senada dengan Burdam, Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroi mengatakan keikutsertaan Pemerintah pusat dalam pembangunan Pemkab Pegunungan Arfak belum dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam.
Potensi SDA di Pegunungan Arfak belum dapat dikelola secara mandiri dan lestari oleh masyarakat adat setempat karena harus menunggu proses perizinan dari kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait di pusat, katanya.
"Di daerah saya ada potensi emas, tapi untuk perizinan pengelolaannya butuh proses panjang sampai ke kementerian terkait, bahkan terganjal aturan di tingkat pusat pula," keluhnya.
Yosias berharap kewenangan pemerintah daerah dapat diberikan sehingga pengelolaan dan pemanfaatan otsus dapat disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah.