Timika (Antara Papua) - Legislator di Komisi II DPR Papua Wilhelmus Pigai menilai keberadaan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua sejak tahun 2000 hingga kini telah memberikan banyak bantuan kepada warga maupun Pemda setempat.
"Terlepas dari berbagai kekurangannya, kita harus jujur mengakui bahwa apa yang dilakukan LPMAK untuk masyarakat di Mimika sudah banyak sekali baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun dalam usaha membangun kemandirian ekonomi masyarakat. Kita sangat mengapresiasi itu," ujar Wilhelmus kepada Antara di Timika, Senin.
Salah satu langkah positif yang dilakukan oleh LPMAK, demikian Wilhelmus, yaitu membangun pabrik pengolahan tepung sagu di Kampung Kekwa, Distrik Mimika Tengah.
Wilhelmus berharap pabrik itu dapat segera dioperasikan oleh warga setempat agar dapat memberikan nilai tambah, tidak saja penghasilan dari pengolahan tepung sagu, tetapi juga keahlian.
"Masyarakat kita di gunung-gunung dan di pantai-pantai tidak punya penghasilan tetap. Makanya penting sekali untuk memberdayakan mereka agar bisa mengelola sumber daya alam yang ada agar pola hidup ketergantungan perlahan-lahan semakin terkikis. Dibutuhkan keterlibatan semua pihak untuk membantu masyarakat asli Papua," kata Wilhelmus.
Wakil Sekretaris Eksekutif Bidang Program LPMAK Yohanis Arwakon mengatakan semua peralatan mesin pabrik pengolahan tepung sagu di Kekwa sudah terpasang dan telah diujicobakan.
LPMAK tinggal menyelesaikan beberapa fasilitas pendukung seperti pengadaan sarana air bersih, pelabuhan sebagai tempat bongkar muat material batang sagu dan beberapa perbaikan fasilitas pendukung lainnya.
"Kalau semuanya sudah siap, segera resmikan. Kami menargetkan tahun ini sudah bisa beroperasi," kata Yohanis.
Sembari menunggu pengoperasian pabrik tersebut, LPMAK bersama kelompok masyarakat Kekwa juga sudah memulai penanaman bibit sagu sebagai stok cadangan. Bibit sagu unggul tersebut didatangkan langsung dari Sentani, Jayapura, untuk menambah koleksi jenis sagu yang ada.
"Kami bekerja sama dengan sarjana pendamping dari Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari dan mahasiswa KKN Unipa dibantu oleh masyarakat melakukan penanaman bibit sagu unggul di kawasan sekitar lokasi pabrik pengolahan tepung sagu Kekwa," jelasnya.
Pembangunan pabrik pengolahan tepung sagu di Kekwa tersebut dirintis LPMAK sejak sekitar 2011 dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal. Pasalnya, warga Suku Kamoro yang bermukim di wilayah pesisir Mimika secara turun-temurun mengandalkan tepung sagu sebagai makanan pokok.
Guna meyakinkan masyarakat soal pentingnya pabrik tepung sagu tersebut, LPMAK pernah mengikutsertakan puluhan warga dari lima kampung di wilayah pesisir Mimika melakukan studi banding tentang pabrik sagu di Kabupaten Selat Panjang, Kepulauan Riau.
Tidak itu saja, LPMAK juga melakukan foto udara untuk mengetahui kawasan potensial sagu di Mimika serta peninjauan lapangan guna membandingkan data riil dengan hasil foto udara melalui citra satelit.
Selain itu, LPMAK juga menjalin kerja sama dengan Pusat Penelitian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor (P4W-IPB) guna mempersiapkan masyarakat Kamoro menyambut berdirinya pabrik tepung sagu tersebut.
Kerja sama itu dalam hal melakukan survei pemetaan potensi sagu termasuk menggunakan citra satelit dan membantu menyediakan buku-buku promosi edukasi sagu bagi kalangan pelajar.
Prof Bintoro dari P4W IPB mengungkapkan bahwa potensi sagu di Mimika sangat besar namun belum digarap maksimal.
Tim IPB pernah melakukan survei di sekitar Kokonao, ibu kota Distrik Mimika Barat beberapa tahun silam. Di lokasi itu, dalam satu hektare terdapat sekitar 160-an pohon sagu dengan prediksi tepung sagu yang bisa dihasilkan hingga mencapai 40 ton.
Meskipun potensi sagu sangat tinggi, namun sagu yang mati lantaran tidak dimanfaatkan juga tinggi.
"Yang matipun sejumlah itu setiap hektarenya karena setelah berbunga dan berbuah, pohon sagu akan mati. Dia tidak sama seperti pisang atau kelapa yang berbuah terus-menerus," tutur Bintoro.
"Sungguh ironis kita membuang-buang sumber karbohidrat karena tidak tahu memanfaatkannya secara tepat guna, tapi di sisi lain kita masih impor beras dari luar negeri," ucapnya.
Di luar negeri seperti di Afrika, Asia, Amerika Latin begitu banyak orang yang kelaparan. Sementara di negeri kita sumber karbohidrat ini tidak dimanfaatkan alias dibuang.
"Padahal ini kalau dijual, sudah berapa besar dana yang kita kumpulkan untuk membangun rakyat," ujar Prof Bintoro. (*)
Berita Terkait
BPBD Jayapura ingatkan warga waspada cuaca ekstrem jelang Natal 2024
Kamis, 12 Desember 2024 20:11
Dukcapil Jayapura meraih predikat tertinggi dalam layanan publik
Kamis, 12 Desember 2024 20:08
Ombudsman Papua beri penghargaan kepatuhan pelayanan publik pemerintah
Kamis, 12 Desember 2024 20:08
Disdikbud Biak sediakan pelayanan laporan kekerasan anak "Sagu Papeda"
Kamis, 12 Desember 2024 19:42
Pemprov harap Border Trade Fair Rl-PNG tingkatkan promosi UMKM di Papua
Kamis, 12 Desember 2024 18:03
DJPb: DIPA 2025 Provinsi Papua sebesar Rp7,46 triliun
Kamis, 12 Desember 2024 17:35
Pemkab Supiori sediakan pasar pangan murah kebutuhan Natal
Kamis, 12 Desember 2024 17:03
Kabid Humas Polda: Anggota KKB penembak Bripda Norman tewas akibat luka
Kamis, 12 Desember 2024 14:44