Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti beberapa nama calon pimpinan (capim) KPK yang lolos profile assessment, yang menurut catatan KPK rekam jejaknya kurang bagus.
Pada Jumat (23/8) panitia seleksi (pansel) capim KPK telah mengumumkan 20 calon pimpinan KPK 2019-2023 yang lolos profile assessment.
"Kalau kita lihat dari 20 nama yang beredar dan diumumkan tadi ada beberapa nama yang kami pandang cukup bagus rekam jejaknya, tetapi masih ada sejumlah nama yang sudah kami sampaikan sebenarnya pada pansel masih memiliki catatan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta.
Adapun, kata dia, catatan tersebut, misalnya, terkait dengan ketidakpatuhan dalam penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan dugaan penerimaan gratifikasi.
"Jadi, kami menerima informasi adanya dugaan penerimaan gratifikasi terhadap yang bersangkutan dan juga dugaan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK," ungkap Febri
Catatan lainnya, kata dia, juga ada dugaan pelanggaran etik saat yang bersangkutan masih bekerja di KPK dan temuan-temuan lain yang sudah disampaikan ke pansel capim KPK.
"Tetapi calon-calon itu masih lolos dan kita lihat namanya pada 20 nama saat ini," ucap Febri.
KPK pun mengharapkan pada tahapan ujian berikutnya terdapat proses yang lebih ketat yang dilakukan oleh pansel menjaring capim KPK.
"Kami tentu berharap ada proses yang lebih ketat yang dilakukan oleh panitia seleksi karena masih ada proses uji publik nantinya," ujar Febri.
Oleh karena itu, kata dia, KPK juga mengajak masyarakat secara aktif untuk mengawal proses seleksi tersebut.
"Karena hasil dari proses seleksi ini akan menentukan bagaimana KPK ke depan. Apakah KPK sesuai dengan harapan publik atau untuk hal-hal lain yang tidak bisa kita tebak sampai dengan saat ini. Jadi siapa pimpinan KPK ke depan itu tergantung pada hasil kerja pansel dan sangat bergantung juga seberapa aktif kita mengawal proses seleksi ini," tutur Febri.
20 orang yang lolos tersebut adalah:
1. Alexander Marwata (Komisioner KPK 2015-2019)
2. Antam Novambar (Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri)
3. Bambang Sri Herwanto (Widyaiswara Madya Sespim Lemdiklat Polri)
3. Cahyo RE Wibowo (karyawan BUMN)
5. Firli Bahuri (Kapolda Sumatera Selatan dan mantan Deputi Penindakan KPK)
6. I Nyoman Wara (auditor BPK)
7. Jimmy Muhamad Rifai Gani (Penasihat Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi)
8. Johanis Tanak (jaksa, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara)
9. Lili Pintauli Siregar (advokat, mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)
10. Luthfi Jayadi Kurniawan (dosen)
11. M Jasman Panjaitan (pensiunan jaksa)
12. Nawawi Pomolango (hakim Pengadilan Tinggi Bali)
13. Neneng Euis Fatimah (dosen)
14. Nurul Ghufron (dosen)
15. Roby Arya (Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet)
16. Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan)
17. Sri Handayani (Wakapolda Kalbar)
18. Sugeng Purnomo (Jaksa Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus - Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan)
19. Sujanarko (Direktur Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK)
20. Supardi (Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, mantan Plt Direktur Pentuntutan KPK).
Nama Firli dan Antam Novambar sebelumnya masuk dalam radar Koalisi Kawal Capim KPK yang diduga sempat tersandung dugaan pelanggaran etik dan diduga melakukan intimidasi pada pegawai KPK.
Mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Firli diduga melakukan pertemuan dengan salah seorang kepala daerah, padahal kepala daerah tersebut sedang diperiksa oleh KPK dalam sebuah kasus.
Hal tersebut melanggar poin Integritas angka 2 Peraturan KPK No. 7 Tahun 2013 yang menyebut pelarangan bagi pegawai KPK untuk mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka/terdakwa/terpidana atau pihak lain yang diketahui oleh Penasihat/Pegawai yang bersangkutan perkaranya sedang ditangani oleh KPK, kecuali dalam melaksanakan tugas.
Brigjen Antam Novambar sempat diberitakan diduga melakukan intimidasi terhadap mantan Direktur Penyidikan KPK, Endang Tarsa. Saat itu diduga Antam meminta Direktur Penyidikan KPK bersaksi agar meringankan Budi Gunawan.