Jayapura (ANTARA) - Balai Arkeologi Papua gelar Rumah Peradaban Situs Megalitik Tutari untuk generasi milenial di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu pagi.
"Hari ini merupakan hari pertama kegiatan yang diikuti oleh pelajar SD, SMP serta guru pendamping dari Kota dan Kabupaten Jayapura," kata ketua panitia pelaksana Hari Suroto, peneliti senior dari Balai Arkeologi Papua di Jayapura, Rabu malam.
Kegiatan ini dibuka oleh kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura Joko Sunaryo. "Selama kegiatan berlangsung, pelajar tampak riang gembira, karena bisa melihat langsung Situs Megalitik Tutari," katanya.
Selain itu, kata dia, pelajar juga mengikuti berbagai lomba yang digelar, diantaranya menggambar peta NKRI, menggambar Garuda Pancasila, menggambar motif megalitik Tutari dengan media kertas, lomba bercerita cerita rakyat Sentani, dan lomba rekonstruksi gerabah.
Selain itu ada juga permainan untuk pelajar yaitu yel-yel dan stand up comdey ala Papua. "Untuk guru pendamping, mereka mengikuti lomba swafoto dan vlog," katanya.
Rumah Peradaban di Situs Megalitik Tutari tahun 2019 merupakan tahun yang ketiga dilaksanakan oleh Balai Arkeologi Papua.
"Dimana pelajar sebagai peserta yang mengikuti kegiatan ini merupakan siswa yang belum pernah mengikuti kegiatan yang sama pada tahun sebelumnya," katanya.
Untuk, juri yang terlibat dalam lomba, kata alumnus Universitas Udayana Bali itu, merupakan pelaku seni dan akademisi.
"Lomba menggambar peta NKRI, Garuda Pancasila dan lomba menggambar motif Megalitik Tutari dengan juri Corry Ohee yang merupakan pelukis kulit kayu dari Pulau Asei, Daud Wally, pelukis asli Sentani berkarya dengan media kanvas, Ida Bagus Surya Peradantha dosen Institus Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua," katanya.
Sementara juri untuk lomba bercerita cerita rakyat Sentani yakni juri Elvis Kabey, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura dan Andi Rumbiak dosen antropologi Universitas Cenderawasih serta Fitus Arung seorang jurnalis.
"Lomba rekonstruksi gerabah dengan juri Naftali Felle, ketua kelompok pengrajin gerabah tradisional titian hidup Kampung Abar, serta dua peneliti Balai Arkeologi Papua yaitu Sri Chiirullia Sukandar dan Bau Mene," katanya.